Minggu, 16 April 2017

Kisah di Balik Masirah Panji Rasulullah Jawa Barat | Ikhtiar Penuh dan Bertawakkal Penuh Romantika.


Setelah sukses selenggarakan Tabligh Akbar, berikutnya kami selenggarakan acara Masirah Panji Rasulullah.
Jumat maghrib saya kembali merapat kepada rekan dan para guru tercinta. Yang pasti, entah suasana itu seperti tanda-tanda kasih sayang kami satu sama lainnya. Doa-doa pun mengalir penuh ketulusan di Isya nan membahana itu.

Semua berkumpul, semua perangkat pejuang datang ke sana. Tak menentu. Bahkan, sahabat-sahabat kami yang nakal itu, berjaga-jaga di berbagai sudut kota Bandung, untuk memastikan muslim yang lain gagal mengadakan pengajian atau sejenisnya.
Mobil patroli keamanan berjaga-jaga di kawasan tempat kami menjalankan rencana semula pengajian terbesar di bulan Rajab untuk jawa barat itu. Yang akhirnya polisi dengan arogannya menekan berbagai pihak untuk membatalkannya. Sementara sahabat-sahabat kami yang nakal itu telah berseloroh berhasil mencegah 3 bis dari Pangandaran untuk menuju acara kami, yang sesungguhnya itu adalah dusta.
Ada saja cara Allah SWT menolong kami. Prilaku terhadap kami sudah benar-benar Dzhalim.
Pihak hotel tempat kami akan menyelenggarakan pertemuan setelah masirah pun ditekan, dan membatalkan kerjasama yang terlanjur ditanda tangani. Ah sudahlah, pihak hotel tak salah. 
Ini sudah skenario dari Allah SWT. Sepertinya Allah SWT tengah menolong kita dengan cara-Nya. Kejutan apa yang akan diberikan oleh-Nya hingga pagi nanti.

Para peserta Masirah Panji Rasulullah, sudah berdatangan di Masjid yang menjadi Ikon Bandung. Karena memang belum ada tempat yang pasti untuk penyelenggaraan masirah itu. Shalat tahajjud dan subuh dahulu. 

Teman-teman dari Jatinangor dari jam 3 dinihari menembus dinginnya malam menuju tempat itu. Sampai-sampai imam hariannya bertutur, "Selama saya memimpin Shalat, Ini adalah jamaah terbesar yang pernah memenuhi subuh di sini. Kemarin-kemarin saat pak Jokowi shalat, tapi tak sebanyak ini," ujar imamnya bertanya kepada salah seorang guru kami, Asoed Abu Kayyis.
Entah tidak ada yang pasti tahu, jadikah masirah ini? Sudahlah kita perbanyak tawakkal, sebagian teman-teman juga membuat secangkir kopi hangat untuk obat melawan rasa kantuk.

Shalat Subuh itu, sebagian panitia masih berkumpul di tempat semula. Majulah sang imam diantara kami, ustadz Luthfi Afandi, memimpin subuh itu.
Entahlah, ini subuh syahdu. Sama syahdunya di Masjid kemarin. Benar-benar syahdu. Hingga dari rakaat pertama keluarlah tangisan-tangisan hamba-hamba-Nya yang tengah dalam posisi didzhalimi oleh hamba-hamba-Nya yang lain.
Dan saat sujud terakhir itu, seperti sujud perpisahan. Seakan-akan, Yaa Rabb, andaikata ini sujud terkahir kami, Akhirilah hari ini dengan penuh-penuh kemenangan!!!


Air mata jatuh bersatu dengan pijakan bumi yang kami shalati. Terdengar sesunggukan suara tangis yang tertahan, seakan-akan tak rela melepas pergi pertemuan dengan Rabb ini. Kami sedang berkeluh, tapi tak merasa pantas mengeluh terlalu banyak kepada Rabb, sebab ia telah memberikan nikmat-Nya terlampau banyak. Kami ingin curhat, tapi kami merasa sudah terlalu banyak Curhat-curhat kami yang sudah disampaikan kepada Allah SWT.
Mungkin juga mereka para peserta dan panitia yang Shalat di Masjid itu, tak tahu kepastiannya seperti apa. Tapi yang kami tahu, Rumah Allah SWT pasti terbuka untuk hamba-hamba-Nya. Meskipun untuk beribadah sesaat saja.

Alhamdulillah, Masjid itu menjadi saksi dari pengibaran panji-Nya. Kaum ibu-ibu menuju kelapangan diikuti kaum bapak-bapak. Secara bersama-sama panji itu dibentangkan begitu indahnya. Bahkan para rombongan ziarah lainnya, serta jamaah subuh yang rutin di sana ikut serta mengibarkannya. Drone pun naik memotret keindahan itu.

Sebagian lainnya segera membubarkan diri, segera menuju lokasi di Jalan Jakarta. Peserta itu datang berbondong-bondong, untuk menuju jalan Jakarta. Mereka turun, ingin silaturrahim kepada kami. Pelukan hangat, pun termulai. Sembari panji hitam itu diberikan, dan mereka katakan, "biarlah kami siap mengibarkannya di sini saja, meskipun sesaat."
Airmata benar-benar jatuh, sungguh mereka tak malu. Tak sedikit yang membantu panitia memberikan panji-panji itu ke para peserta. semuanya tercukupi. Jumlahnya semakin banyak.
Meskipun ada penoda di acara pagi ini, biarlah penoda itu tak akan mendapatkan pahala kebaikan. Biarlah dia terfokus mengejar dunia-Nya. Biarlah Allah SWT saksikan kebiadabannya. Sebab penoda itu tak mampu mengotori keikhlasan para peserta.

Dan sesaat kemudian, Ustadz Rokhmad S. Labib naik ke mobil yang dijadikan panggung sementara itu, sembari bertutur pesannya,"Sungguh tak ada yang bisa mencegah terbitnya matahari! Begitulah juga Khilafah, tak ada yang bisa mencegahnya."
Allahu akbar!!! begitulah disambut dengan teriakkan takbir. Yang bisa jadi mengguncang Ars'-Nya.
Pagi itu sukses terlaksana. Allah SWT membiarkan sahabat-sahabat kami yang kena adu domba itu ditidurkan sementara waktu, mereka dibuat terlena semalam suntuk menjaga kesia-siaan mereka. Dan Allah SWT Maha Tahu, bahwa bagi hamba-Nya tak layak saling menumpahkan darah. Demikian skenario indah itu, maka sambutlah kemenangan nantinya wahai ummat Islam!
Yang berusaha menjadi taqwa akan gembira,dan mereka yang dibenih jiwanya tertanam Nifaq semoga Allah SWT berikan jalan yang lurus kepadanya.

Perjuangan tak bisa dinilai dengan uang, materi, kekuasaan. Perjuangan ini telah ditakdirkan oleh Allah SWT begitu indahnya. Sangat indah. Dan inilah cara Allah SWT menempa kita. Tempaan yang masih lebih ringan dengan apa yang dialami oleh saudara-saudara muslim kita dibelahan dunia lainnya. Tapi tempaan ini, seakan-akan memberikan kekuatan kepada kita bahwa sesungguhnya pertolongan Allah SWT itu dekat. Maaf, bukan dekat, tetapi Sangat dekat.
Allahu Akbar!!!!
Akhukum, Rizqi Awal, Jatinangor, 16 April 201








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat) Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui s...