Ramadhan 1995, aku diundang dalam acara dialog interaktif ‘Buka Puasa Bersama Artis’ di SMAK Analisis Kimia Bogor. Saat itu dialog dengan Adi Maretnas dengan moderator Muhammad Syamsul Arifin. Adi ini kok pinter banget, pikirku. Masih muda tapi otaknya seperti kiai saja, karena semua argumenku terbantahkan. Usai acara Syamsul ngobrol denganku. Dia mengajak aku untuk mengaji kepadanya. Aku bertanya, boleh enggak aku mengaji lagi di tempat lain. ”Boleh, ngaji itu bisa ke mana saja. ”Yang penting kita punya pemahaman,” jawab Syamsul. “Pemahaman apa?” tanyaku.”Kepemimpinan berpikir, pemimpin kita itu bukan perasaan tetapi pikiran kita yang diatur oleh syariah Islam. Jadikanlah Islam sebagai kepemimpinan berpikir” tandasnya.
”Intelek sekali, hebat banget ucapan-ucapan kayak begini,” ujarku dalam hati. Ia berbicara panjang lebar. Akhirnya aku mengerti ternyata sekitar 80 persen ajaran Islam adalah terkait politik. Artinya sebagian besar ajaran Islam itu mengatur seluruh kehidupan manusia, seperti pendidikan, ekonomi, budaya, peradilan, pemerintahan dan lainnya. Sisanya, ya terkait ibadah mahdlah dan lainnya.
Seperti Lilin
Sejak itu aku dibina seorang ustadz muda secara rutin dengan berbagai dalil. Di antaranya Surat Al-Mulk ayat 2, agar Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang amal perbuatannya paling sempurna. Aku sebagai artis banyak amalnya. Membangun masjid, sunatan massal, sedekah menyekolahkan anak-anak orang miskin tetanggaku dan menyantuni anak yatim. Sindiran apa yang kudapat, ”Hari Moekti itu bagaikan lilin yang menyala bermanfaat menerangi lingkungan tetapi tubuhnya terbakar”. Artinya, pikiranku, hartaku, tenagaku, itu bermanfaat bagi orang lain tetapi akan mencelakakanku di akhirat, karena tidak mendapat ridla Allah.
Benarkah amalku selama ini tidak diridhai Allah? Aku terus mencari jawaban. Ayat Al Mulk itu ternyata menjelaskan bahwa ahsan amalan (perbuatan terbaik) itu harus dilandasi dengan niat ikhlas dan cara yang benar berdasarkan tuntunan Rasulullah. Aku lalu berpikir, apakah waktu menyumbang niatku ikhlas dan memperolehnya dengan benar? Dari situlah aku belajar memahami Surat Al-Fatihah, Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, segala puji bagi Allah Yang mengatur alam semesta. Maknanya, tidak layak dipuji, tidak layak memuji selain Allah. Sebagai artis, aku selalu ingin dipuji, selalu ingin memuja selain Allah. Sedangkan orang yang ihsan itu Mukmin yang beribadah, semata-mata hanya karena Allah.
Orang ikhlas itu selalu menutupi amal shalihnya sebagaimana ia menutupi keburukannya. Seperti orang yang kentut tanpa suara tapi baunya ke mana-mana. Pasti malu bila ketahuan kentut. Agar tidak ketahuan, pura-pura tidak merasa kentut. Jadi kalau orang ikhlas itu amal shalihnya bila tercium orang lain pura-pura tidak tahu. Kalau aku, saat itu, malah senang diberitakan di radio, televisi dan koran. Harusnya seperti orang yang kentut tadi, ia berharap agar baunya cepat-cepat hilang, bersyukur kalau tidak ada orang yang mengetahui kalau ia yang kentut.
Lantas apakah harta yang kuperoleh itu dari jalan yang benar? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benakku. Ihdinashirathal mustaqiim, tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan yang lurus itusirathal ladziina an’amta ‘alaihim, jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yakni Nabi-Nabi dan para pengikut setianya. Bukti sebagai pengikut setia itu ya tentu saja yang mengikuti Nabi Muhammad SAW. Karena, tidak beriman seseorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya mengikuti apa-apa yang kubawa, begitu sabda Nabi SAW. Apa yang Nabi Muhammad SAW bawa? Yaitu Alquran dan Sunnah. Yang kemudian diijtihad oleh para mujtahid dan diperkenalkanlah kepada kita sebagai syariah Islam dengan hukum yang lima itu, wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.
Ghairil maghdhubi ‘alaihim, dan bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai. Mengapa kaumYahudi dimurkai padahal mereka adalah orang-orang yang cerdas? Ya karena kecerdasannya dipakai untuk merusak umat Islam. Jadi artis sebenarnya adalah ujung tombak Yahudi untuk menyebarkan paham setan, di antaranya adalah seks bebas dan sinkretisme agama. ”Jadi aku harus meninggalkan dunia artis ini?” tanyaku. ”Oh terserah Kang Hari, ente kan sudah paham tentang qadla dan qadar bahwa hidup itu pilihan,” ujar Syamsul.
Terus aku berdoa kepada Allah, ”Ya Allah berikan aku kekuatan untuk mampu meninggalkan apa saja yang Engkau tidak sukai dan gantikanlah aktivitas kehidupanku ke aktivitas yang Engkau ridhai”. Doa itu kupanjatkan di Padang Arafah ketika ibadah Haji awal tahun 1996. Pulang naik haji, aku berubah total. Tanpa ragu kutinggalkan dunia artis ketika kontrak sinetron dan iklan tinggal kutandatangani saja. Bahkan kontrak menyanyi yang sedang berlangsung, kubatalkan. Karena aku paham, dunia artis itu banyak keharamannya.
Memang, hukum nyanyinya sih mubah tetapi aktivitas lainnya yang terkait nyanyi banyak haramnya. Aku baru naik panggung saja, para penonton sudah mabuk. Campur baur laki-laki dan perempuan. Aku nyanyi, yang nonton memujaku, jatuh syirik nantinya. Si penyanyinya itu, tidak bisa dihilangkan dari rasa ingin dipuji, ujub namanya. Itu yang aku rasakan. Dua belas tahun aku sebagai artis dipuja-puja setan. Ternyata, saat itu, aku juga setan.Astaghfirullah.
Satu setengah tahun sejak dialog di SMAK itu, aku baru ngeh bahwa ustadz muda itu adalah aktivis Hizbut Tahrir. Kemudian aku diminta bergabung berdakwah, berjuang bersama untuk menyadarkan umat agar mau menegakkan kembali institusi politik Islam yakni Khilafah Islam. Aku jawab, kenapa tidak dari dulu saja Tadz![] joko prasetyo, mediaumat.com
Quarter pertama 2015, sepulang dari perjalanan ke Kamboja dan Thailand, aku terlibat percakapan intensif dengan seorang teman ngopi tentang Islam. Hingga akhirnya dari percakapan intensif ini muncul kesepakatan bahwa kita akan mengkaji Islam secara intensif pula. Minimal sepekan sekali waktu maksimal dua jam setiap pertemuan. Kemudian aku mengenal pertemuan ini dengan sebutan halaqoh. Teman ngopi ini berubah fungsi menjadi guru ngaji. Nanti, aku mengenalnya dengan istilah musyrif.
Meski sudah ada kesepakatan halaqoh sekali sepekan, dan musyrif punya kesibukan yang teramat sangat, tapi aktivitas ngopi bareng dan cerita pemikiran Islam tidak dihentikan. Malah semakin intensif. Aku masih ingat, waktu itu hampir tiap hari kita berjumpa. Sebelum musyrif berangkat mengajar di kampus, sempatkan sarapan bersamaku. Nanti siang, jika ada kesempatan jumpa, kita minum kopi bersama. Terus malam hari, jumpa lagi di warung kopi atau angkringan orang Jawa.
Inilah fase pembinaan. Konon, keputusanku untuk berhijrah harus terus dikawal. Orang-orang di Pontianak sudah tau aku punya track record. Pecundang kelas kakap terhadap aturan Allah. Diajak sholat, apa jawabanku? Yak, tepat. Sudah pernah! Untuk itu musyrif merasa perlu bertemu denganku hampir setiap hari. Lama kelamaan aku mengetahui metode ini dengan sebutan mutaba'ah.
Perkataan mutaaba’ah berasal dari kata taaba’a. Kata ini memiliki beberapa pengertian. Di antaranya, tatabba’a (mengikuti) dan raaqaba’ (mengawasi). Dengan demikian, kata mutaaba’ah bererti pengikutan dan pengawasan. Yang dimaksud dengan mutaaba’ah sebenarnya adalah mengikuti dan mengawasi sebuah program agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Keren juga kelompok dakwah ini, batinku. Metode pembinaan luar biasa. Musyrif harus benar-benar memastikan bahwa pola pikir para daris (murid) adalah pola pikir Islam, dilanjutkan dengan pola sikap Islam. Selanjutnya akan tertanam dalam aqidah Islam. Aqidah yang dibangun atas landasan pemikiran ini kemudian akan mendorong seseorang untuk menyongsong kebangkitan. Karena pola pikirnya Islam, pola sikapnya Islam, aqidahnya Islam, maka kebangkitan yang disongsong adalah kebangkitan Islam.
Keren kan. Keputusan untuk bertobat setelah dibina dalam halaqoh halaqoh dan mutaba'ah mutaba'ah membuat kita punya komitmen kuat untuk menjadi pejuang Islam yang semata-mata hanya berharap ridhaNya. Tak banyak kutemukan kelompok dakwah yang begitu rapi seperti ini. Atau mungkin tak ada?
Di masa-masa mutaba'ah ini, musyrif memberiku beberapa referensi bacaan. Salah satu buku Yang diberikannya di masa-masa awal pertemuan kami adalah buku berjudul Indonesia Milik Allah karya ustadz Hari Mukti. Aku kaget. Hari Mukti? Tanyaku dalam hati. Maksudnya, kabar roker kondang ini hijrah kemudian memutuskan menjadi da'i, sudah kuketahui sejak dulu. Tapi aku tak menduga, ternyata "mantan setan" ini juga bersama kelompok dakwah yang sekarang sedang membinaku. Berarti Hari Mukti juga ikut halaqoh? Berarti Hari Mukti juga didatangi musyrifnya untuk mutaba'ah? Luar biasa, pantas saja kemudian beliau begitu istiqomah dalam jalan dakwahnya. Menyerahkan hidupnya hanya untuk Islam.
Selanjutnya nama Hari Mukti menjadi kerap kudengar bersama dengan da'i - da'i pejuang syariat Islam lainnya. Pantas saja, dulu sebelum aku ikut kelompok dakwah ini, musyrif, yang waktu itu masih sebatas teman ngopi pernah cerita bahwa dia dan teman-temannya akan mengundang Hari Mukti ke Pontianak. Dalam hatiku, jago betul orang ini. Bikin acara tak tanggung-tanggung, yang diundang orang sekaliber Hari Mukti. Berapa besar dana yang dipunya?
Ternyata eh ternyata, Hari Mukti adalah teman satu pengajian. Ternyata eh ternyata tak perlu honor untuk mendatangkan Hari Mukti dalam agenda dakwah. Cukup menyediakan akomodasi seadanya.
Kesempatan lain, aku dapat berita bahwa Hari Mukti akan ke Pontianak lagi. Kali ini yang mengundangnya dari Masjid Kapal Munzalan Mubarakan di jalan Ampera. Maka tak kan kusia-siakan kesempatan ini. Aku akan datang paling depan, membawa buku karangan beliau, nanti selesai tausiyah akan akan menghampiri beliau sambil minta tanda tangan di buku lalu berfoto bersama. Begitu rencanaku.
Hari yang ditentukan tiba. Saking semangatnya aku pergi di awal waktu menuju masjid Munzalan. Buku karangan beliau malah lupa kubawa. Tapi aku bawa kamera juga tripod. Sesuai rencana aku akan duduk paling depan, kan kurekam ceramah beliau, kuunggah di Youtube. Berhasil. Tak ada yang lebih depan dari tempat dudukku. Kami hanya berjarak beberapa meter. Aku begitu dekat dengan mantan setan ini. Ceramahnya menggelegar. Waktu itu beliau datang dalam rangka maulid nabi. Katanya, Nabi Muhammad SAW itu bukan diutus oleh Allah hanya untuk mengurusi urusan individu, tapi juga masyarakat, bahkan negara. Meneladani Nabi itu artinya secara individu kita harus mencontoh nabi, dalam kelompok masyarakat, tata sosial kehidupan harus mencontoh seperti apa yang dilakukan nabi, dalam bernegara juga tak boleh lari dari aturan yang diajarkan nabi. Yakni aturan Allah SWT. Itu baru namanya mencintai Nabi Muhammad SAW.
Sungguh, gayanya berceramah punya ciri yang khas. Sesekali beliau melucu, tak jarang membuat haru, kerap mendidihkan darah ini untuk ikut bangkit, taat di jalan Allah dan memperjuangkan jalan ini agar bisa diterapkan secara menyeluruh. Allahu Akbar.
Salah satu kalimat yang membekas disampaikan ustadz Hari Mukti malam itu di masjid munzalan, kira-kira begini, "Semenjak runtuhnya Daulah Islamiyah, para pemimpin berganti. Bukan raja, bukan presiden, tetapi para pengusaha."
Para pengusaha inilah yang menguasai negara-negara. Sebut saja negaranya, di belakang para penguasanya pasti ada pengusaha. Ini langgeng, berlangsung terus menerus semenjak awal abad 20 sampai sekarang. Hampir seratus tahun. Kenapa langgeng? Karena sistem untuk menjalankan negara di dunia ini adalah sistem bentukan mereka, para pengusaha itu. Nama sistemnya Kapitalisme, anak kandungnya disebut sekulerisme, teknis menjalankan sistemnya dikenal dengan nama demokrasi.
Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Suara rakyat lewat wakil-wakilnya menjelma menjadi suara tuhan. Vox populi Vox dei. Para wakil rakyat ini berhak membuat hukum yang seharusnya ini adalah tugasnya Tuhan. Di belakang para wakil rakyat ini siapa? Benar, pengusaha. Merekalah yang menguasai negara dimanapun berada. Lalu untuk siapa demokrasi ini dijalankan? Ya untuk para pengusaha. Dari pengusaha oleh pengusaha untuk pengusaha. Lho, rakyatnya kemana? Tenang saja, rakyat sudah cukup puas berpesta memeriahkan demokrasi bentukan pengusaha ini yang katanya untuk memilih para wakil rakyat yang sejatinya adalah para suruhan pengusaha.
Begitulah ust Hari Mukti. Tegas dalam setiap dakwah yang disampaikan. Kalimatnya yang cukup terkenal adalah dakwah itu menyampaikan apa yang harus mereka dengar bukan apa yang ingin mereka dengar.
Di waktu yang lain, sebenarnya aku kembali punya kesempatan bertemu lagi dengan ust Hari Mukti. Waktu itu aku dipercaya oleh panitia penyelenggara kegiatan Kalbar Bookfair untuk mengurusi sesi acara bedah buku. Ada beberapa penulis nasional yang hendak diundang.
Pesan panitia, yang penting ramai. Pokoknya gimana caranya pembicara tersebut mampu menyedot masa. Langsung terucap dari mulutku nama ustadz Hari Mukti. Panitia kaget seraya bertanya, memangnya aku punya kontak beliau?
"Tenang saja, aku punya," jawabku yang tetap saja tidak membuat para panitia ini percaya. Aku membantin, gampanglah itu, teman sepengajian kok. Hehe. Singkat cerita aku dapat nomor kontak manajemen Ust Hari Mukti. Setelah dihubungi, pihak manajemen mengatakan insyaallah ust Hari Moekti berkenaan namun akan dikonfirmasi ulang sebab manajemen harus melihat ulang jadwal beliau.
Kata manajemen, ust Hari belakangan mulai suka sakit karena kelelahan. Jadi kalau harus keliling keluar daerah harus disediakan waktu untuk beristirahat setidaknya sehari. Tidak boleh kayak dulu. Habis ceramah di kota ini, langsung bandara, pindah ke kota itu. Selesai, pindah lagi ceramah ke kota lain. Naik mobil, naik kapal, tidur di hotel, tidur di camp pengungsian, dijalani. Dari aceh hingga Papua, tiap daerah pernah disinggahi beliau untuk berdakwah. Tak kenal lelah.
Tapi manajemen bersikeras, sekarang tak bisa lagi seperti dulu. Sudah ada ring di jantungnya, meski sesungguhnya pemasangan ring di jantungnya itu bukan alasan baginya untuk kendor berdakwah. Hingga akhirnya rencana ust Hari Mukti untuk hadir di kegiatan kalbar Bookfair gagal karena jadwalnya berbenturan dengan kota lain, dan jika beliau harus terbang ke Pontianak itu artinya beliau tak sempat istirahat.
Hal ini saya sampaikan ke panitia. Terus, penggantinya siapa? Tanya panitia. Yang tetap pokoknya harus ramai. Saya katakan, Felix Siauw.
"Hah, Felix Siauw? Memangnya kamu punya kontaknya?"
Kalau saja panitia Bookfair mau ikut mengkaji Islam bersama kelompok dakwah tempat ku belajar, juga tempat ust Hari Mukti belajar, juga tempat Ust Felix Siauw belajar, dia mungkin tidak seterkejut itu. Akhirnya Ust Felix datang Ke Pontianak, bukunya yang dibahas berjudul habbits. Ribuan orang tumpah ruah memadati acara. Alhamdulillah.
Setelah itu, tak ada lagi kesempatanku bertemu ust Hari Mukti. Wajahnya hanya kerap kusaksikan dalam desain poster tabligh yang berseliweran di grup grup WA. Juga beberapa kali kusaksikan beliau diTelevisi. Hingga akhirnya kami berada dalam satu grup WA yang sama. Ini adalah grup para seniman muslim yang punya tekat berkesenian dalam rangka menyongsong peradaban gemilang bernama Islam. Ust Hari adalah salah satu pembina grup seniman muslim ini. Dari grup ini kuketahui semakin ke sini ust Hari Mukti kerap dilanda sakit. Tapi berkali-kali beliau sakit, berkali-kali beliau bangkit. Berdakwah lagi dari satu kota ke kota yang lain. Adik kandungnya yang juga anggota grup seniman muslim ini, abah Moekti Candra yang sering update perkembangan kesehatan beliau.
Begitulah ust Hari Mukti. Roker yang menjadi idola jutaan manusia seantero nusantara. Menyebut dirinya sendiri sebagai setan. Sebab ambisinya sebagai artis populer adalah ambisi setan. Hari Mukti sudah mengajak jutaan manusia jingkrak-jingkrak tak karuan di saat konser. Hari Mukti telah menjadi perantara para lelaki perempuan berpelukan di tempat umum padahal mereka bukan mahrom. Hary Mukti telah mengundang orang untuk menenggak alkohol. Hari Mukti, pada masanya telah mengajak orang secara terang-terangan untuk bermaksiat. Untuk mengikuti langkah - langkah setan. Maka Hari Mukti menyebut dirinya sebagai setan.
Ketika beliau memutuskan untuk bertobat, maka beliau adalah mantan setan. Yang senantiasa menyeru kepada orang-orang beriman Untuk tidak mengikuti langkah langkah setan. Untuk masuk ke dalam Islam secara menyeluruh. Seruan ini adalah seruan Allah dalam Al-Quran, yang ketika dijalani maka rahmat bagi seluruh alam akan kita rasakan.
Hari Mukti adalah salah satu pejuang yang layak mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Totalitasnya dalam berdakwah seperti tak tergantikan. Suaranya lantang menyerukan penegakan syariah dan khilafah. Kerinduannya akan kejayaan Islam tampak nyata dalam setiap ceramahnya. Hari Mukti, telah menjadi inspirasi jutaan manusia untuk ramai-ramai bertobat, ramai ramai berjuang menerapkan syariat.
Saat mengetahui kabar kepergiannya tadi malam lewat adiknya, Abah Mukti Candra via grup WA, darah di dadaku langsung berdesir kencang. Beliau telah dipanggil. Manajer hakiki ust Hari Mukti sudah meminta beliau untuk istirahat. Sudah, jangan keliling lagi. Sudah. Cukup. Sekarang istirahat lah bersama pemilik hidup.
Aku menangis? Tentu saja. Apalagi setelah membaca banyak catatan orang-orang seperjuangan. Ust Titok Priastomo menulis dalam status facebooknya, Ya Allah, berikanlah kpd beliau pengganti yg lebih baik dari dunia ini, dan berilah juga kepada kami pengganti-pengganti seperti -atau lebih baik dari- beliau. Ini doa tulus dari teman seperjuangan sekaligus bukti nyata bahwa sosok Hari Mukti adalah salah satu manusia terbaik dari umat terbaik. Yang tak pernah menolak panggilag Allah untuk berdakwah, untuk menyeru kepada yang makruf mencegah kepada yang mungkar. Bukan untuk popularitas dirinya pribadi, tapi semata mata untuk menjalankan perintah Allah. Ya. Perintah Allah. Menolak perintah Allah, berarti menolak berada di surganya Allah.
Manusia terbaik ini, pulang dengan jualan terbaik pula. Saat sedang memenuhi panggilan dakwah di Cimahi. Di hotel terserang sakit, langsung di bawa ke rumah sakit, beberapa menit kemudian wafat. Tak perlu berlama-lama, Allah sudah sangat merindukannya.
Terakhir, mengiringi kepergian beliau, izinkan saya mengutip kalimat Ust Ismail Yusanto. Ini sahabat beliau. Ini inspirator beliau, yang juga inspirator jutaan manusia di Indonesia yang untuk senantiasa istiqomah berada di jalan dakwah.
Kata ustadz Ismail, di saat tabligh, beliau dipanggil Allah. Sebuah akhir yang baik, Insyaallah.
Izinkan kami melanjutkan perjuanganmu wahai kekasih Allah, hingga pada saatnya nanti syariah dan khilafah dapat benar-benar kita rasakan di dunia ini. Bersama barisan Imam Mahdi ikut berjuang menegakkan kalimat La illaha ilallah Muhammad rasulullah.
Sebagian orang berpendapat bahwa Khilafah itu hanya berlangsung 30 tahun sesudah wafatnya Rasulullah SAW dan setelah itu berubah menjadi sistem kerajaan. Oleh karena itu, kata pendapat itu, Khilafah itu sudah lenyap sejak lama dan tidak perlu dihidupkan lagi. Benarkah pendapat demikian itu?
Jawaban untuk pertanyaan tersebut terdapat pada 3 (poin) berikut :
Pertama, memang benar ada hadits yang menjelaskan bahwa Khilafah berlangsung 30 tahun, tetapi yang dimaksud adalah Khilafah yang mengikuti metode kenabian (khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah), yaitu Khilafah di masa Khulafa`ur Rasyidin (Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali).
Dalilnya sabda Nabi SAW :
الخلافةُ في أمَّتي ثلاثونَ سنَةً ثُمَّ ملكٌ بعدَ ذلكَ
”Khilafah di tengah-tengah umatku berlangsung 30 tahun, kemudian [menjadi Khilafah seperti] kerajaan setelah itu.” (al khilaafah fii ummaty tsalaatsuuna sanatan tsumma mulkun ba’da dzaalika). (HR Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi, no 2326; Ahmad, Al Musnad, Juz V, hlm. 313; An Nasa`i, Sunan An Nasa`i Al Kubra, no 8155). Hadits ini menunjukkan Khilafah di tengah umat Islam berlangsung 30 tahun, tanpa menjelaskan sifat Khilafah itu seperti apa.
Namun ada hadits lain yang menjelaskan sifat Khilafah yang berlangsung 30 tahun itu, yaitu Khilafah yang mengikuti metode kenabian, sebagaimana sabda Nabi SAW :
خلافة النبوة ثلاثون سنةً، ثم يؤتي اللّه الملك أو ملكه من يشاء
”Khilafah yang mengikuti kenabian berlangsung 30 tahun, kemudian Allah memberikan kekuasaan itu atau kekuasaan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki.”(khilaafah an nubuwwah tsalaatsuuna sanatan tsumma yu’tillahu al mulka aw mulkahu man yasyaa`u). (HR Abu Dawud, no 4646).
Jika pemahaman dari hadits pertama dan hadits kedua digabungkan, diperoleh kesimpulan bahwa yang berlangsung selama 30 tahun itu adalah Khilafah yang mengikuti metode kenabian (khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah), yaitu Khilafah di masa Khulafa`ur Rasyidin.
Imam Al Baghawi dalam kitabnya Syarah As Sunnah menjelaskan :
قوله : الخلافة ثلاثون سنة قال حميد بن زنجوية : يريد أن الخلافة حق الخلافة إنما هي للذين صدقوا هذا الاسم بأعمالهم ، وتمسكوا بسنة رسول الله ( صلى الله عليه وسلم ) من بعده
“Sabda Nabi SAW,’Khilafah itu berlangsung 30 tahun’, artinya sebagaimana perkataan Humaid bin Zanjawaih,’Yang dimaksud adalah Khilafah yang sebenar-benarnya Khilafah, yaitu Khilafah yang hanya terwujud bagi para khalifah yang perbuatannya memang sesuai dengan nama ini (khilafah) dan yang berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah SAW setelah beliau.” (Imam Al Baghawi, Syarah As Sunnah, Juz XIV, hlm. 75).
Lalu setelah 30 tahun apakah berarti Khilafah telah berakhir dan berubah menjadi sistem kerajaan (al mulk)? Jawabnya, setelah 30 tahun Khilafah tidak berubah menjadi sistem kerajaan, melainkan tetap sebagai Khilafah hanya saja mengalami perubahan sifat dari Khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah menjadi Khilafah ‘ala manhaj al mulk (Khilafah yang mengikuti metode kerajaan), karena mengikuti sebagian ketentuan sistem kerajaan. Dalam Khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah, khalifah berkuasa karena dipilih oleh umat, sedang dalam Khilafah ‘ala manhaj al mulk, khalifah berkuasa karena mewarisi kekuasaan khalifah sebelumnya melalui sistem putera mahkota (wilayatul ‘ahdi). (Hisyam Al Badrani, An Nizham As Siyasi Ba’da Hadm Al Khilafah, hlm. 12-16).
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmuu’ Al-Fatawa mengutip Qadhi Abu Ya’la yang menjawab pertanyaan seseorang apakah setelah masa 30 tahun Khilafah telah berubah menjadi kerajaan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. Kata Ibnu Taimiyyah :
فأجابَ القاضي أبو يعلى: بأنه يحتملُ أن يكون المرادُ به [ الخلافَةُ ] التي لا يشوبُها مُلكٌ بعده [ ثَلاَثُونَ سَنَةً ] وهكذا كانت خلافةُ الخلفاء الأربعة. وخلافةُ معاوية قد شابَها الملكُ، وليس هذا قَادحاً في خلافتهِ
“Qadhi Abu Ya’la menjawab bahwa ada kemungkinan yang dimaksud dengan “Khilafah” dalam hadits Khilafah itu berlangsung 30 tahun, adalah Khilafah yang tidak terpengaruh oleh kerajaan setelah wafatnya Nabi SAW. Sedang yang dimaksud “berlangsung 30 tahun” adalah Khilafah dari para khalifah yang empat. Adapun Khilafah Mu’awiyah telah terpengaruh dengan sistem kerajaan, namun hal ini tidaklah membuat cacat kekhalifahan Mu’awiyah.” (wa khilaafatu mu’aawiyah qad syaabaha al mulku wa laisa haadza qaadihan fii khilaafatihi). (Ibnu Taimiyah, Majmuu’ Al-Fatawa, Juz XXVIII, hlm. 18).
Kesimpulannya, tidak benar bahwa Khilafah hanya berlangsung 30 tahun dan setelah itu berubah menjadi kerajaan. Yang berlangsung 30 tahun adalah Khilafah yang mengikuti metode kenabian (Khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah) dan setelah itu tetap Khilafah tetapi telah menyimpang dari metode kenabian dengan mengikuti metode kerajaan (Khilafah ‘ala manhaj al mulk)dengan menerapkan pewarisan kekuasaan. (Hisyam Al Badrani, An Nizham As Siyasi Ba’da Hadm Al Khilafah, hlm. 31).
Kedua, tidak benar bahwa Khilafah hanya 30 tahun dan setelah itu berubah menjadi kerajaan. Karena terdapat hadits yang menyatakan bahwa khalifah yang sebenarnya (lurus) itu ada 12 (dua belas) orang yang semuanya dari Quraisy. Dalam Shahih Muslim terdapat hadits sebagai berikut :
عن جابر بن سمرة. قال: دخلت مع أبي على النبي صلى الله عليه وسلم. فسمعته يقول (إن هذا الأمر لا ينقضي حتى يمضي فيهم اثنا عشر خليفة). قال: ثم تكلم بكلام خفي علي. قال فقلت لأبي: ما قال؟ قال (كلهم من قريش).
“Dari Jabir bin Saurah, dia berkata,”Aku masuk bersama ayahku menemui Nabi SAW. Lalu aku mendengar Nabi SAW bersabda,”Sesungguhnya urusan ini (kekuasaan umat Islam) tidak akan berakhir hingga berlalu di tengah-tengah mereka dua belas orang khalifah.” Lalu Nabi SAW berbicara dengan perkataan yang samar bagi saya. Lalu aku (Jabir bin Samurah) bertanya kepada ayahku,”Apa kata Nabi SAW?” Nabi SAW,”Semuanya adalah dari golongan Quraisy.” (HR Muslim, no 1821)
Hadits ini menunjukkan bahwa khalifah-khalifah yang baik (lurus) di tengah umat Islam akan ada 12 (dua belas) orang khalifah yang semuanya dari golongan Quraisy. Jika hadits ini dikaitkan dengan hadits bahwa Khilafah hanya berlangsung 30 tahun dengan hanya empat khalifah, artinya adalah setelah 30 tahun bukan berarti tidak ada khalifah lagi, tetapi sebaliknya masih akan ada khalifah-khalifah lainnya yang jumlahnya akan mencapai 12 orang khalifah.
Jadi hadits ini menegaskan, bahwa tidak benar Khilafah hanya 30 tahun dan setelah itu Khilafah lenyap dari muka bumi dan berganti menjadi kerajaan. Yang benar, setelah 30 tahun Khilafah itu tetap ada, dan khalifah-khalifah yang baik atau lurus itu akan terus ada di tengah umat Islam hingga berjumlah 12 orang khalifah.
Ketiga, andaikata benar Khilafah hanya 30 tahun dan setelah itu Khilafah punah dan berganti menjadi kerajaan, andaikata ini benar, tidak berarti hukum wajibnya Khilafah juga terhapus (mansukh) sehingga hukumnya tidak wajib lagi untuk muslim di zaman sekarang. Hal ini terbukti dari perkataan para imam, seperti Imam Mawardi, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar Asqalani, dan lain-lain, yang tetap menyatakan wajibnya mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslimin, walaupun para imam itu masa hidupnya sudah sangat jauh dari masa berakhirnya 30 tahun Khilafah setelah wafatnya Nabi SAW.
Dengan demikian, taruhlah memang Khilafah itu hanya berumur 30 tahun, maka ini tidak berarti kewajiban adanya Khilafah itu telah gugur dan umat Islam bebas memilih sistem pemerintahan sesuka mereka. Sesungguhnya wajibnya Khilafah tidaklah pernah gugur atau terhapus (mansukh), karena tidak terdapat dalil-dalil syar’i dari Al Qur`an dan Hadits yang me-nasakh (menghapus) kewajiban Khilafah itu atas kaum muslimin. Kewajiban adanya Khilafah bagi umat Islam seluruh dunia merupakan kewajiban yang abadi dan terus berlangsung hingga Hari Kiamat nanti. Wallahu a’lam.[]
Syawalan Civitas Akademika STEI Hamfara Yogyakarta. 23 Juni 2018 di Warung Pohon. Alhamdulilah.
Petikan tausiyah Ustadz Ismail Yusanto
Ketika menjalankan ibadah puasa, hal yang paling sulit adalah menjaga ketakwaan. Ibadah seperti sholat, masih bisa disaksikan orang lain. Begitu juga ibadah haji. Disitu mungkin masih ada unsur niatan bukan karena Allah. Tapi ketika puasa, ketakwaan kita diuji. Apakah benar puasa kita. Karena kita puasa atau tidak, hanya Allah saja yang tahu. Orang lain tidak tahu. Kemudian takwa juga harusnya yang selalu diingatkan dan dijaga oleh pemimpin. Progresnya harus selalu diingatkan, bukan hanya berbicara hal-hal fisik seperti keberhasilan pembangunan. Seberapa besar prestasi yang dibanggakan. Itu dulu juga ada, misal pada era Firaun keberhasilan infrastruktur sudah ada, tapi takwa, Firaun tidak punya. Maka hancurlah ia. Ketakwaan sering dilupa. Padahal itulah yang utama.
Petikan tausiyah ustadz Shiddiq Al Jawi:
Pada bulan puasa, setan-setan dibelenggu. Mereka tak bisa menggoda manusia. Tapi kenapa masih banyak yang bermaksiyat kepada Allah? Masih banyak yang tidak puasa dan melanggar aturan Allah? Menurut Mufassir ada tiga hal:
1. Setan yang dibelenggu hanya setan yang besar- besar atau jendralnya setan.
2. Ada hawa nafsu manusia
3. Setan dalam bentuk jin dibelenggu.
Adapun Contohnya setan berwujud manusia, yaitu penguasa ruwaibidhoh yaitu orang bodoh yang mengurusi urusan banyak orang. Lihat saja fakta sekarang, ditengah kondisi rakyat yang belum sejahtera namun penguasa memberikan solusi-solusi bodoh dan tidak solutif. Cabe mahal, tanam sendiri. Beras mahal, rakyat kudu diet. Listrik naik, cabut meterannya. Dan sebagainya.
The Dream Of Al Karim (Leadership School) Sebuah Impian Al Karim (Sekolah Kepemimpinan)
Semoga Allah SWT Mewujudkan Aliansi Ini Dan Menguatkannya
( Hancurkan Kami Bila Menghambat Kemenangan Islam, Kuatkan Kami Bila Menjadi Wasilah Kemenangan Islam )
TRUE LEADERS CREATE MORE LEADERS - ALLIANCE TO CONQUER ROME
PEMIMPIN SEJATI MENCIPTAKAN LEBIH BANYAK PEMIMPIN - SEBUAH ALIANSI UNTUK MENAKLUKAN ROMA
8 Hari
5 Siswa
1 Tujuan, Sebuah Penaklukan
MENGHAFAL QURAN - Sekolah Tahfidz Plus Khairu Ummah
Siswa Diajari Teknik Menghapal Qur'an. Minimal Dalam 8 Hari Bisa Menghapal 1 Juz.
WINNER OR LOSER, LEADER OR FOLLOWER - Arfah Al Hafidz ( Founder Kampoeng Kurma )
Siswa Diajari Bagaimana Menjadi Seorang Pemimpin Dan Pemimpi
KEMERDEKAAN FINANSIAL - Risky Irawan ( Co Founder Kampoeng Kurma )
Siswa Diajari Bagaimana Berwirausaha Dan Memiliki Kemerdekaan Finansial
BERKUDA TAKTIS - Tachta Rizqi Yuandri ( Founder Sekolah Berkuda Al Karim )
Siswa Diajari Bagaimana Bisa Tangkas Berkuda Dan Bisa Menempuh Medan Yang Sulit Ditembus Oleh Kendaraan Modern
MEMANAH KUAT DAN AKURAT - Indrayana ( Direktur Utama Indrayana Archery )
Siswa Diajari Bagaimana Memanah Secara Akurat Dan Memiliki Kekuatan
ILMU SURVIVAL HUTAN TROPIS - Nanang Irwanto ( Anggota Wanadri, W 768 Api Rawa )
Siswa Diajari Bagaimana Mempertahankan Diri Di Hutan Tropis. Sebuah Ilmu Tak Ternilai Yang Pernah Dicontohkan Panglima Besar Jenderal Sudirman.
BELA DIRI JARAK DEKAT TANGAN KOSONG - Topan Budi S II ( Ketua Umum Komunitas Royatul Islam )
Siswa Diajari Bagaimana Cara Mempertahankan Diri Dari Serangan Dalam Jarak Dekat Dan Menggunakan Senjata Berupa Anggota Badan
MENJADI PEMIMPIN KELUARGA - Sofyan Setiawan ( Founder Kebun Al Quran )
Siswa Diajari Untuk Tetap Berperan Penting Dalam Keluarga Meski Dirinya Berhasil Dalam Kehidupan Umum
MENCIPTAKAN TATANAN DUNIA BARU - Sandi Nopiandi ( Founder Pesantren Yatim Mabda Islam )
Kunjungan Langsung Ke Pesantren Dan Menimba Ilmu Dari Pendiri Pesantren Yatim Mabda Islam
Pendidikan Kepemimpinan Insya Allah Diselenggarakan Mulai Pertengahan Juli 2018 Hingga Pertengahan Agustus 2018
Ternyata, untuk bisa menjadi orang bertakwa tak cukup hanya lewat puasa Ramadhan. Di dalam al-Quran ada 6 ayat yang ujungnya diakhiri dengan frasa “la’allakum tattaqun” (agar kalian bertakwa) sebagaimana yang terdapat dalam QS al-Baqarah ayat 183 terkait kewajiban puasa Ramadhan.
Di sini saya hanya akan menyebutkan 4 ayat saja:
1. Ayat yang memerintahkan manusia untuk menyembah (beribadah kepada) Allah SWT. Para ulama memaknai ibadah tak hanya melulu yang bersifat ritual (mahdhah) seperti shalat, puasa, haji, dll; tetapi mencakup semua jenis ketaatan kepada Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan (ghayr mahdhah) seperti dalam bidang ekonomi, politik, pemerintahan, hukum, pendidikan, sosial, dll.
Hakikat ubudiah sendiri, menurut Imam Ja’far ash-Shadiq, mencakup tiga hal:
(1) Seorang hamba menyadari bahwa apa yang ada pada dirinya bukan miliknya, tetapi milik Allah SWT yang kebetulan Dia titipkan kepada dirinya;
(2) Seorang hamba wajib tunduk dan patuh tanpa membantah pada semua perintah Allah SWT tanpa kecuali;
(3) Seorang hamba tidak boleh membuat hukum/aturan apapun di luar hukum/aturan yang telah Allah SWT buat. Mereka hanya berkewajiban menerapkan seluruh hukum/aturan (syariah)-Nya.
Terkait semua itu, Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 21).
2. Ayat yang memerintahkan kaum Muslim untuk menegakkan semua sanksi hukum (hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat), khususnya hukum qishash. Allah SWT berfirman:
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
(Dalam penegakan hukum qishash itu ada kehidupan bagi kalian agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 179).
3. Ayat yang memerintahkan kaum Muslim untuk menunaikan shaum Ramadhan. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
(Hai kaum beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas kaum sebelum kalian, agar kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183).
4. Ayat yang memerintahkan kaum Muslim untuk hanya mengikuti “jalan lurus”, yakni Islam dan seluruh syariahnya, dan haram mengikuti jalan-jalain lain yang bisa mengakibatkan mereka menyimpang dari ideologi dan sistem Islam. Allah SWT berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(Inilah jalanku yang lurus. Karena itu, ikutilah oleh kalian jalan itu, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain sehingga bisa mengakibatkan kalian tercerai-berai (menyimpang) dari jalan tersebut. Itulah wasiat Allah kpada kalian agar kalian bertakwa (QS al-An'am [6]: 153).
Atas dasar itu, dalam momentum Idul Fitri ini, marilah seluruh umat Islam bersegara menerapkan seluruh syariah Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan di bawah naungan institusi Khilafah 'ala mihaj an-Nubuwwah. Hanya dengan itulah ketakwaan paripurna bisa benar-benar terwujud dalam diri umat.
Marilah kita amalkan ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
(Hai kaum yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara totalitas, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh kailan yang amat nyata (QS al-Baqarah [2]: 208).
WalLahu a’lam. Wa ma tawfiqi illa bilLah []
———————————————————— #ShalihaSurabaya, Terdepan Mencerdaskan Umat. Media bagi Muslimah Shalihah di Surabaya.
Menjelaskan Khilâfah kepada orang yang terpesona demokrasi tentu saja sangat sulit.
Mereka tetap saja menolak Khilâfah dengan berbagai alasan, meskipun telah dihadirkan berbagai argumentasi, baik secara normatif, empiris maupun historis.
Bagi mereka, demokrasi tetap the best, meski bukti-bukti menunjukkan sebaliknya.
Democracy is the best among the worst, menurut mereka. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, dengan dakwah yang ikhlas dan istiqomah, banyak orang yang mulai sadar dari mimpi indah demokrasi dan menerima keniscayaan Khilafah sebagai sistem yang membawa keadilan, kesejahteraan dan ke-ridha-an Allah.
Saat seseorang telah memahami wajibnya Khilafah, biasanya masih terdapat problem yang tak kalah peliknya, yaitu tentang metode menegakkan Khilafah.
Hal ini sangat dimaklumi. Sebab, saat ini, kita hidup dalam negara bangsa (nation state) selama berpuluh-puluh tahun, sehingga sangat sulit menggambarkan metode perubahan menuju ke Khilafah, sebuah negara yang menembus batas-batas nation. Terlebih lagi, metode menegakkan Khilafah memang tidak ditemukan dalam kitab-kitab ulama.
Hal ini, barangkali para ulama tidak menduga bahwa Khilafah akan runtuh sehingga memerlukan pembahasan metode tertentu untuk menegakkannya. Para ulama terdahulu hanya membahas wajibnya Khilafah, strukturnya, dan teknis operasionalnya, namun mereka sama sekali tidak pernah membahas metode menegakkannya.
Oleh karena itu, menurut sebagian aktivis dakwah, tidak ada tuntunan yang jelas dalam Islam tentang masalah ini. Akibatnya mereka mencoba mengkreasi metode sendiri sesuai dengan logika masing-masing.
Hingga saat ini, paling tidak telah dirumuskan beberapa metode untuk penerapan syari'ah dan penegakan Khilafah, yang secara logika memang sangat memungkinkan. Diantara: pertama, metode demokratis, yaitu dengan masuk ke dalam sistem demokrasi yang ada,kedua metode jihâd, dan yang ketiga metode dakwah siyâsiyyah (dakwah politis non parlemen).
Tulisan ringkas ini akan membahas beberapa metode diatas, mulai dari logika yang digunakan, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing metode. Tulisan ini juga akan membahas benarkah Islam tidak mengajarkan metode tertentu tentang metode penegakan Khilafah ini sehingga kita boleh berkreasi sesuai dengan logika kita masing-masing?
Metode pertama untuk menegakkan syari'ah dan Khilafah adalah metode demokrasi. Metode ini menganggap bahwa demokrasi hanyalah sarana untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu, diantaranya untuk menerapkan syari'ah dan menegakkan Khilafah. Metode ini juga sering dinamakan metode evolusi, karena perubahan yang diharapkan terjadi secara gradual (pelan-pelan) dalam sistem demokrasi yang ada. Metode ini juga dianggap sebagai metode yang konstitusional dalam perjuangan Islam.
Logika metode ini adalah sebagai berikut: perubahan apapun dan di manapun tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa dan sembarangan, apalagi perubahan menuju tegaknya syari'ah dan Khilafah.
Perubahan ini membutuhkan proses dan proses ini harus berjalan secara alamiah dan konstitusional. Karena itu, metode paling rasional adalah dengan memasuki sistem politik yang eksis saat itu. Pada kondisi sekarang, sistem yang eksis itu adalah demokrasi. Artinya, perubahan politik apapun harus mengikuti sistem demokrasi ini.
Proses perjuangan dalam metode demokrasi adalah sebagai berikut: Pertama para tokoh umat yang menginginkan tegaknya syari'ah dan Khilafah harus membuat partai politik (parpol) Islam yang legal sesuai dengan aturan main demokrasi.
Selanjutnya parpol Islam ini harus bertarung secara fair dalam pesta demokrasi (pemilu) dengan parpol-parpol yang ada. Dari pertarungan ini diharapkan parpol Islam dapat memenangkan pemilu dan meraup dukungan umat yang besar.
Tentu diharapkan dukungan masyarakat (kursi) lebih dari 50% suara, sebab aturan dalam demokrasi, segala macam keputusan dan hukum diambil dengan musyawarah mufakat atau voting yang pemenangnya jika suara melebihi 50%. Oleh karena itu, menurut mereka, perjuangan ini merupakan perjuangan antara hidup dan mati.
Dengan masuknya para tokoh Islam ke legislatif diharapkan akan dapat memasukkan nilai-nilai Islam dalam setiap hukum atau konstitusi yang dibuat. Atau istilah sederhananya, mewarnai hukum-hukum legislatif dengan Islam, yaitu yang berasal dari al Qur’an dan Sunnah. Kemudian secara bertahap, akan semakin banyak hukum yang diwarnai dengan nilai-nilai Islam, sehingga diharapkan sampai pada suatu titik dimana semua hukum terwarnai dengan hukum Islam.
Dengan perjuangan metode demokrasi ini, para tokoh Islam tidak hanya duduk dalam kursi legislatif, tetapi memungkinkan mereka untuk duduk dalam kursi eksekutif, yang akan mengeksekusi hukum dan undang-undang yang sudah bernafaskan Islam tersebut. Dengan demikian syari'ah dan substansi Khilafah sudah tegak di suatu negeri. Pada saat itu, Islam sudah kâffah.
Benarkah syari'ah dapat diterapkan dan Khilafah dapat tegak dengan metode ini? Harus diakui metode ini merupakan metode yang sangat logis, sangat masuk akal. Dengan metode ini, memungkinkan undang-undang diwarnai dengan nilai Islam.
Namun, jika dicermati secara mendalam, metode ini hanya memungkinkan berhasilnya mewarnai hukum atau konstitusi dengan Islam. Metode ini tampaknya sulit sekali untuk menghasilkan undang-undang Islam. Metode ini hanya mengizinkan al Qur'an dan hadits mewarnai, tetapi tidak mengizinkan menjadi sumber hukum. Mengapa demikian? Karena rule of game dalam demokrasi memang demikian. Kedaulatan tertinggi ada pada rakyat, bukan pada Allah. Sehingga al Qur’an tidak boleh menjadi sumber hukum, tetapi sumber hukum itu adalah suara rakyat. Al Qur’an boleh mewarnai hukum dan konstitusi selama diijinkan oleh sumber hukum yang sebenarnya, yaitu suara rakyat. Ini dari aspek hukum dan undang-undang.
Sementara, dari aspek tegaknya Khilafah, secara logika, metode ini tidak akan pernah bisa menghadirkan Khilafah dalam arti yang sebenarnya.
Sejak awal metode ini bermain dalam wilayah nation (nasionalisme), sementara Khilafah sendiri sejak awal menembus batas-batas nation (nasionalisme).
Ibaratnya menjahit baju untuk gajah dewasa dengan ukuran anak bayi (manusia).
Bisa nggak baju bayi (manusia) tadi untuk dipakai gajah dewasa? Bisa, dengan syarat. Syaratnya baju tadi dibongkar lagi, lalu ditambahkan kain lain dan dijahit lagi. Iya, syaratnya baju tadi dibongkar lagi.
Artinya, metode demokratis memang sejak awal tidak didesain untuk perubahan sistem demokrasi, termasuk tegaknya Khilafah.
Sehingga untuk mengubahnya menjadi Khilafah, sistem demokrasi perlu dibongkar lagi. Itu dari sisi ukuran, dari sisi bentuk dan aspek lainnya pasti sangat berbeda.
Penjelasan di atas, diasumsikan bahwa para pejuang Islam dan Khilafah dalam sistem demokrasi benar-benar istiqamah dalam perjuangannya.
Artinya mereka menjadikan demokrasi sebagai alat, bukan menjadi “penikmat” demokrasi. Namun, keistiqamahan dalam sistem demokrasi tampaknya menjadi “barang mewah”.
Sebab, rule of game dalam demokrasi, memang memaksa setiap pemain di dalamnya untuk berperilaku pragmatis, culas dan manipulatif. Sebab, hanya dengan cara itu game di dalamnya dapat dimenangkan. Sangat tidak mengherankan jika ada parpol Islam, tetapi korupsi dan tidak konsisten dengan janjinya saat kampanye.
Memang begitulah watak dalam demokrasi. Sungguh sangat tidak mengherankan saat seorang politisi partai dakwah ditanya “mengapa tidak mengkampanyekan syari'ah?”, ia menjawab dengan kalem bahwa “Syari'ah tidak laku dijual.
Yang laku dijual adalah tentang keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan lain-lain”. Begitulah rule of game dalam demokrasi...
Metode kedua untuk menegakkan Khilafah adalah metode jihad. Metode jihad ini diambil dari banyak ayat al Qur’an dan hadits Nabi. Rasul mengatakan bahwa jihad adalah puncak ajaran Islam. Rasul sendiri saat di Madinah melaksanakan jihad lebih dari 70 kali, sebagian dipimpin sendiri oleh beliau, sebagian lagi Rasulullah menunjuk sahabatnya untuk menjadi panglima dalam suatu jihad, sementara Rasulullah tetap berada di Madinah.
Jika kita mencermati dengan seksama, jihad yang sedemikian banyak dilakukan oleh Rasulullah, itu hanya terjadi saat Rasulullah sudah tinggal di Madinah.Apa arti semua ini? Jika Madinah adalah Daulah Islam, sementara jihad dilaksanakan saat di Madinah, apakah dapat diterima dengan akal sehat bahwa Daulah Madinah ditegakkan dengan jihad?
Pembahasan ini sama sekali tidak hendak menghina jihad atau mengendorkan semangat jihad. Sungguh itu adalah perbuatan setan. Jihad adalah ajaran Islam yang sangat agung. Ia adalah puncak dari semua puncak ajaran Islam.
Namun, kita juga harus mendudukkan secara proporsional sesuai dengan tempatnya. Hal ini sama dengan shalat. Shalat adalah rukun Islam yang nilainya sangat tinggi di dalam Islam.
Cukuplah orang dikatakan sebagai gembong kesesatan, jika ia menghina shalat. Namun demikian, dapatkan sholat dijadikan sebagai metode menegakkan Khilafah? Itu merupakan sesuatu yang tidak proporsional. Apa, bagaimana dan fungsi jihad, insya Allah akan dibahas di lain kesempatan.
Kita kembali ke metode jihad. Sebagai sebuah metode, jihad memang sangat mungkin untuk mengantarkan tegaknya syari'ah dan Khilafah. Logikanya seperti ini: Negara di manapun di dunia ini terdapat pemerintahan yang menjalankan semua kebijakan terhadap warga negaranya. Negara juga memiliki berbagai pilar untuk menopang agar pemerintahan di negara tersebut tetap berlangsung. Pilar utama untuk pertahanan negara adalah militer negara tersebut.
Oleh karena itu, jika militer suatu negara dapat dilumpuhkan, maka akan dengan mudah bagi pihak yang melumpuhkan tadi untuk mengambil alih kendali pemerintahan dan mengatur pemerintahan sesuai dengan yang diinginkan. Seandainya para pengambil kekuasaan tadi menginginkan Khilafah, maka pasti akan tegak Khilafah di tempat tersebut.
Tentu saja, cara paling masuk akal untuk melumpuhkan militer adalah dengan tindakan militer yang sepadan. Militer hanya bisa dihadapi dengan militer. Nah, aktivitas militer oleh suatu gerakan inilah yang dinamakan dengan metode jihad. Jadi, Khilafah akan tegak dengan jihad.
Menurut logika ini, kendali pemerintahan tidak akan pernah diberikan dengan cuma-cuma. Pemerintahan hanya bisa direbut dengan jihad. Oleh karena itu, menurut logika ini, perjuangan penegakan Khilafah tanpa jihad adalah aktivitas kemunafikan yang tak layak diperhitungkan.
Jadi, secara logika memang jihad sangat mungkin mengantarkan pada tegaknya Khilafah.
Namun, tentu saja metode ini juga memiliki kekurangan,diantaranya: metode ini mengantarkan kekuasaan dengan paksaan dan perebutan. Sementara rakyat bisa jadi tidak setuju. Khilafah metode ini sangat rentan. Sebab, begitu ada kesempatan untuk menggulingkan, rakyat akan menggulingkan kembali pemerintahan model ini.
Satu-satunya cara yang dapat digunakan untuk menghindari ini adalah dengan memaksa rakyat dan menindas mereka. Mereka dipaksa tunduk dan dikekang, sehingga tidak memungkin bagi rakyat untuk menggalang kekuatan guna menggulingkan Khilafah model ini.
Khilafah seperti akan mengisi hari-harinya dengan kekerasan kepada rakyatnya sendiri, apalagi kepada pihak lain. Tentu saja, Khilafah ini lebih mirip penjara besar. Semua hal dilakukan dengan paksaan dan intimidasi. Memang bisa jadi, Khilafah akan mengedukasi masyarakat sehingga masyarakat paham dan mendukung mereka.
Apakah Khilafah yang dipenuhi dengan paksaan dan intimidasi ini merupakan Khilafah 'alâ minhâj an nubuwwah, dimana rakyat merasa aman dan bahagia hidup di dalamnya?
*****
Sebelum membahas metode penegakan Khilafah, kita akan membahas dahulu, benarkah Islam tidak mengajarkan penegakan Khilafah?
Khilafah adalah Daulah Islam, yang pertama kali berdiri di Madinah oleh Rasulullah, kemudian diteruskan oleh para Shahabat dan runtuh pada tahun 1924 M. Khilafah diperjuangkan oleh Rasulullah dan Shahabatnya, bukan turun dari langit seperti dalam film Aladdin.
Artinya apa? Artinya Khilafah itu adalah hasil dari perjuangan Rasulullah, sementara perjuangan Rasulullah adalah teladan bagi umatnya.
Tentu saja, Rasulullah dalam mendirikan Daulah Madinah memiliki metode tertentu sebagaimana diajarkan oleh Rabbnya, Allah. Nah, metode yang ditempuh Rasulullah, inilah sebetulnya merupakan metode Islam dalam menegakkan Khilafah.
Lebih tegas lagi, Islam sebenarnya mengajarkan metode penegakan Khilafah, yaitu mengikuti metode yang ditempuh oleh Rasulullah. Metode penegakan Khilafah, bukan semata-mata karena logis, tetapi metode ini adalah bagian dari ajaran Islam yang agung.
Siapa saja yang meneliti dakwah Rasulullah dengan cermat, akan menemukan bahwa Rasulullah berjuang untuk menegakkan Daulah Islamiyyah justru saat di Makkah dan akhirnya berhasil di Madinah. Sebab, saat Rasul di Madinah, Daulah Islam sudah tegak, tidak perlu ditegakkan lagi. Dari Madinah inilah kemudian Daulah Islam menyebar ke seluruh penjuru Arab, lalu menyebar ke seluruh dunia. Ingat, disebarkan ke seluruh dunia, bukan didirikan di seluruh dunia.
Siapa saja yang meneliti dakwah Rasulullah saat di Makkah, akan menemukan bahwa Rasulullah tidak pernah menggunakan metode jihad. Bahkan, saat terjadi bai'at oleh tokoh Madinah di Mina, lalu mereka menawarkan untuk memerangi masyarakat Mina, Rasulullah menolaknya. Rasulullah memerintahkan mereka untuk segera kembali ke Madinah, dan menunggu suatu saat, jihad akan dilaksanakan pada waktunya. Ini menjelaskan dengan sangat gamblang bahwa metode penegakan Khilafah bukanlah jihad, meskipun secara logika jihad dapat mengantarkan pada tegaknya Khilafah.
Metode menegakkan Khilafah juga bukan dengan memasuki sistem kekuasaan yang sedang eksis, baik pada level eksekutif atau legislatif. Siapa saja yang membaca dengan teliti sirah Rasulullah, akan menemukan bahwa Rasulullah justru menolak metode seperti itu.
Bahkan Rasulullah pernah ditawari oleh tokoh-tokoh Makkah yang tergabung dalam Darun Nadwah, yang saat itu diwakili oleh Utbah bin Rabi’ah.
Mereka menawarkan jabatan raja, uang, dan fasilitas lainnya. Tentu saja, jika kita menggunakan logika “lebih bermanfa'at dalam dakwah”, Rasulullah harusnya menerima tawaran ini. Ibaratnya Rasulullah sudah didukung oleh 99% suara, tetapi tentu dengan syarat, yaitu Rasulullah tidak boleh mengubah rule of game yang berlaku di Makkah saat itu. Rasulullah menolak dengan keras permainan ini dan konsisten dengan metode yang diajarkan oleh Allah SWT.
Lalu, apa yang dilakukan oleh Rasulullah untuk mendakwahkan Islam dan di dalamnya menegakkan Daulah Islam?
Yang dilakukan Rasulullah adalah dakwah murni. Maksudnya Rasulullah menyampaikan dakwah apa adanya. Islam disampaikan sebagai dîn, sebagai aturan kehidupan yang komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya, dan manusia dengan sesamanya, termasuk dalam interaksi sosial dalam skala besar, yang saat ini disebut Daulah atau Negara.
Itu disampaikan apa adanya kepada seluruh masyarakat. Lalu akhirnya satu demi satu, masyarakat menerima dakwah Rasulullah. Orang-orang yang menerima itu kemudian diorganisir dalam organisasi yang sangat rapi.
Masing-masing Sahahabat diberi tugas dakwah sesuai dengan kemampuan dan latar belakangnya. Bilal diminta dakwah di kalangan budak. Ali di kalangan remaja. Abu Bakar di kalangan pedangan, dan seterusnya. Dari sana, opini Islam tersebar luas dan tentu saja terjadi penentangan dakwah yang luar biasa hebatnya dari tokoh-tokoh Makkah.
Dalam situasi itu, kemudian Allah memerintahkan Rasulullah untuk mendakwahi kalangan tokoh-tokoh di Jazirah Arab, yaitu pada musim haji. Tahapan ini dinamakan dengan thalâb an nushrah (meminta, mencari, menggalang dukungan/bantuan/pertolongan). Diantaranya adalah tokoh dari Bani Kalb, dari Bani Kindah, dari Bani Hanifah dan lain-lain. Semuanya berakhir dengan gagal. Rasulullah ditolak dengan mentah-mentah.
Namun demikian ada beberapa kabilah yang hampir saja berhasil, diantaranya adalah Kabilah Bakar bin Wa’il. Namun, Daulah tidak bisa didirikan di sana, sebab Kabilah Bakar bin Wail bertetangga dengan Persia. Jika Daulah berdiri di sana, akan segera hancur diserang oleh Persia. Kabilah lain yang hampir mau negaranya menjadi Daulah Islam adalah Bani Amir bin Sha’sha'ah. Hanya saja mereka meminta agar sepeninggalnya Rasulullah (setelah wafatnya Rasulullah), kekuasaan menjadi milik anak cucu Bani Amir. Rasulullah menolak dengan keras permintaan Bani Amir ini.
Sampai akhirnya, pertolongan itu datang dari Suku Khazraj, dari Yatsrib. Mereka menerima Islam dan siap negerinya dijadikan sebagai Daulah Islam. Setelah disiapkan sekitar dua tahun dan masyarakatnya siap, Rasulullah hijrah ke Yatsrib dan menjadi pemimpin di sana. Saat itu namanya diubah menjadi Madinah.
Perlu dicatat di sini bahwa kekuasaan diberikan kepada Rasulullah tanpa kompensasi, kecuali dijanjikan surga kepada mereka. Oleh karena itu, pernyataan beberapa aktivis Islam, bahwa pemerintahan harus direbut dengan senjata, itu murni logika. Fakta di lapangan terkadang tidak seperti itu. Ini pula yang terjadi pada Rasulullah.
*****
Metode ketiga dalam menegakkan Khilafah adalah metode Rasulullah. Inilah metode syar’i yang diajarkan oleh Islam.
Memang tidak ada nama khusus untuk metode ini. Untuk sekedar identifikasi, jamaah dakwah yang mencoba meniru Nabi dalam menegakkan Daulah Islam itu menamakan sebagai metode dakwah fikriyyah dan siyâsiyyah (dakwah pemikiran dan politis non parlemen). Salah satu jamaah dakwah yang mengadopsi metode ini adalah Hizbut Tahrir (HT).
Kata kunci dalam metode ini adalah dukungan masyarakat dan tokoh-tokoh, terutama ahlul quwwah (sekarang militer). Dengan dukungan masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat, negara akan berubah secara revolusioner secara damai. Tanpa pertumpahan darah dan rebutan kekuasaan model demokrasi.
Adakah kelemahan metode ini? Sebenarnya bukan kelemahan, tetapi metode ini memang sangat berat, dibutuhkan kesabaran yang super-super-super extra. Sebab, metode ini mengajak perang pemikiran secara terbuka sejak awal. Metode ini juga sangat sulit dipahami. Betapa sulitnya menjelaskan kepada masyarakat, menegakkan Khilafah tetapi tidak masuk parlemen dan tidak dengan jihad. Gerakan seperti ini akan disebut sebagai OMDO atau bermulut besar oleh sebagian besar masyarakat, pada awalnya.
Apakah Khilafah bisa tegak dengan metode ini? Tentu saja sangat mungkin. Rasulullah juga berhasil dengan metode ini. Mungkin para Jendral mendukung Khilafah dan memberikan kekuasaan pada Khilafah? Tentu saja mungkin, setelah mereka yakin dan melihat bukti tak terbantahkan.
Apakah metode ini berarti harus sering demonstrasi dan seminar atau konferensi? Tentu saja tidak. Demonstrasi, seminar, konferensi dan lain-lain hanyalah salah satu sarana untuk menjelaskan pemikiran kepada masyarakat. Tentu saja, ada ribuan sarana lain yang bisa ditempuh untuk menjelaskan gagasan kepada umat.
Kata kunci dalam metode ini adalah mendapat dukungan masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat, terutama jajaran militer. Jika kondisi ini terpenuhi maka Khilafah akan tegak di suatu negeri dengan izin Allah. Dari sana kemudian, Khilafah disebarluaskan ke seluruh dunia, insya Allah.
Tentu saja ada banyak aktivis dakwah yang menentang metode ini, mereka mengatakan “Itu kan Rasulullah. Untuk Rasulullah wajar berhasil dengan metode itu. Sebab beliau dibimbing wahyu.” Terhadap argumentasi itu, kita patut bertanya pada diri kita: “Jika tidak Rasulullah, lalu siapa yang kita ikuti? Jika Rasulullah dibimbing wahyu, berarti mengikuti jalannya juga dibimbing oleh wahyu. Dan sebaliknya, mengikuti jalan selainnya berarti tidak dibimbing wahyu. Bukankah demikian?”.
KELEZATAN MAKSIAT DAN TAAT
.
Oleh : KH. Hafidz Abdurrahman, MA
.
#WadahAspirasiMuslimah_ al-Hafidz Ibn al-Jauzi, dalam kitabnya, Shaid al-Khathir, menuturkan bahwa andai saja orang yang melakukan maksiat menyadari, betapa kenikmatan maksiat itu hanya sesaat, kemudian setelah itu dia merasakan akibat kemaksiatannya, yaitu kemurkaan Allah, dosa dan siksa-Nya, maka orang itu tidak akan sanggup melakukan maksiat.
. Namun, yang terjadi adalah, orang itu terpesona dengan kenikmatan sesaat. Betapa tidak, orang berzina, hanya bisa merasakan nikmatnya zina saat sebelum dan setelah puncak kepuasan seksualnya. Itu pun tidak lama, tetapi setelah itu dia menderita. Bahkan, aibnya pun tak terperi. Terlebih, jika zinanya itu menghasilkan anak haram, maka beban itu akan ditanggung seumur hidup.
.
Tetapi, ada orang yang melakukan maksiat, berzina dan berzina, mencuri dan mencuri, makan riba dan makan riba, anehnya tetap merasa tidak ada masalah. Baginya, kemaksiatannya itu tidak ada dampaknya secara nyata dalam hidupnya. Dia pun enjoy menikmati hidup bergelimang maksiat. Apa yang sesunggunya terjadi pada orang seperti ini?
.
Ibn al-Jauzi memberika jawaban, "Kemaksiatan itu diganjar dengan kemaksiatan." maksudnya, ketika orang melakukan satu maksiat, lalu diikuti maksiat berikutnya, maka kemaksiatan berikutnya itu sesungguhnya adalah siksa Allah, tetapi dia tidak merasa, bahwa dia sedang disiksa oleh Allah. Sebaliknya, "Kebaikan setelah kebaikan adalah pahala bagi kebaikan itu."
. Orang yang melakukan maksiat, terkadang tidak merasa dirinya melakukan maksiat. Padahal, dampak maksiatnya itu membuat hatinya tidak lagi merasakan nikmatnya ketaatan. Dia shalat dan berdoa pun tidak bisa khusyu'. Shalat dan doanya pun kehilangan ruhnya, akibatnya shalat dan berdoa, tetapi tidak ada pengaruhnya.
. Bagi orang seperti ini, kelezatan munajatnya hilang. Kelezatan shalatnya hilang. Kelezatan membaca al-Qur'annya hilang. Kelezatan mengajinya hilang. Dia pun lama kelamaan akan malas munajat, karena tidak merasakan lagi nikmatnya munajad kepada Allah. Dia mulai meninggalkan shalat, karena shalatnya terasa hampa.Dia pun mulai meninggalkan al-Qur'an, karena baginya al-Qur'an tidak lagi menarik hatinya. Dia pun malas datang kajian, karena nikmat ketaatannya sirna. Akhirnya, dia pun jauh, dan semakin jauh dari ketaatan.
. Maksiat itu telah membunuh kelezatan ketaatannya kepada Allah SWT. Jika kita sudah mulai dihinggapi tanda-tanda tadi, maka waspadalah. Segeralah kembali, sebelum jauh meninggalkan jalan Allah SWT.
.
Semoga kita bisa merasakan kelezatan taat kepada-Nya, dalam shalat, doa, mengaji, berdakwah dan berjuang untuk menegakkan agama-Nya.
.
=================================
Raih Amal Sholih dengan Ikut Serta Menyebarkan Status ini.
===============================
Facebook :
https://www.facebook.com/Wadah-Aspirasi-Muslimah-1951240191859944/
Twitter : www.twitter.com/muslimah_bogor2
Instagram: www.instagram.com/muslimah_bogor
Telegram : https://t.me/WadahAspirasiMuslimah
Dari Ibnu Mas'ud RA, bahwa Nabi Muhammad SAW telah bersabda :
الربا ثلاثة وسبعون باباً أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه
“Riba mempunyai 73 macam dosa, yang paling ringan seperti laki-laki yang menikahi (berzina) dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR al-Hakim, dalam _Al Mustadrak 'Ala Ash Shahihain)._
Imam al-Hakim dalam kitabnya tersebut mengatakan :
هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ولم يخرجاه
"Ini adalah hadits shahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim meski tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim."
Penshahihan beliau disetujui Juga oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya _Talkhiish Al Mustadrak._
Begitu juga hadits tersebut dishahihkan oleh :
(1) Al-'Alamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya _Shahih Ibnu Majah_ (Juz II, hlm. 27), juga dalam kitabnya _Shahih al Jami' ash Shaghiir_ ( Juz III, hlm. 186).
(2) Imam Suyuthi dalam _Al Jami' Al Shaghir_ (Juz II, hlm. 26).
(3) Al Hafizh Al 'Iraqi dalam _Takhriij Ahadits Ihya' Ulumiddin_ (Juz V, hlm. 2002).
(4) demikian pula dishahihkan oleh ulama-ulama lainnya yang tidak sedikit jumlahnya seperti Imam Al Baihaqi dan Imam Al Bushiri.
Dakwah Rasul bukan cuma Tauhid. Bukan cuma soal Tahayul, Khurofat, dan bid'ah.
Ketika Di makkah Rasulullah memang mengajak masyarakat Quraisy memeluk agama Islam. Ketika di madinah dakwah Rasulullah melanjutkan kehidupan Islam sebagai Rasul sekaligus Kepala Negara.
Jadi ada dua 2 tahapan Dakwah Yang dilakukan Rasulullah yaitu :
1. Dakwah mengajak memeluk agama Islam
2. Dakwah melanjutkan kehidupan
Silahkan cek asbabun nuzul turunnya Al-Quran. Antara Dalil makkiyyah dengan dalil madaniyyah itu berbeda.
Makiyyah berisi tentang akidah islam yakni keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul, hari akhir, dan Iman kepada Qodho qodar (takdir baik dan buruk), surga, neraka, alam ghaib, kiamat, dsb.
Nah kalo madaniyyah berisi tentang Hukum-hukum syara'. Ekonomi (riba, hutang piutang, jual beli, pengelolaan sumber daya alam milik umum dsb), peradilan (hukum potong tangan, qishos, rajam, jilid, dsb), pernikahan (Poligami, Perceraian, Warisan), Politik (mengurusi urusan umat, ini mencakup semuanya), jihad, mengirim utusan (duta negara) seperi Ja'far Bin Abu Tholib ke raja najasy, dsb.
Nah di madinah inilah Porsi dakwah Rasul lebih berat dibanding yang lain terutama Muamalah. Ada yang berpendapat 80% dari Syariat Allah itu urusan muamalah.
Jadi kalo sekarang mengutamakan dakwah Tauhid saja (meski harus/wajib), kemudian kok meremehkan dakwah melanjutkan kehidupan islam. Itu keliru, tidak sesuai dengan Metode Dakwah Rasulullah. Karena sekarang ini kita sudah muslim, meski ada diantara kita yang menyimpang, berbuat syirik, tahayul, khurafat, bid'ah. Kecuali kalo kita ini dianggap masih KAFIR lha itu. Astagfirullah.
Jadi kaum muslimin yang masih terjerumus ke syirik, khurafat, tahayul, bid'ah. itu semua diakibatkan tidak adanya seorang Penguasa dan Negara yang mau melanjutkan kehidupan Islam dengan kaffah, sebagaimana yang pernah dicontohkan Rasulullah. Padahal apa yang dilakukan Rasulullah itu adalah metode baku untuk kita contoh. Karena itulah pentingnya dakwah melanjutkan kehidupan islam. dengan adanya negara yg menjalankan syariat Islam bisa mengajak non muslim memeluk agama Islam. Dan menyingkirkan paham syirik, khurafat, tahayil, bid'ah di tengah-tengah masyarakat.
Berikut tulisan ust Dwi Condro ketika mengcounter pendapat salah seorang teman yg mengatakan
kita berjuang berdasar kapasitas kita masing2,
jd silahkan bila ada yg berjuang utk tegaknya khilafah, dan ada yg berjuang utk kebaikan yg lain,
yg penting fastabiqul khoirot....
🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔹🔹
Berikut jawabannya
📌Dalam beramal seharusnya tidak hanya sekedar mendasarkan pada kapasitas kita.
📌Namun, berdasarkan taklif yang dibebankan Allah kepada kita, yaitu berdasarkan hukum syari’at yang lima:
1⃣ wajib,
2⃣sunnah,
3⃣mubah
4⃣makruh
5⃣haram.
📌Dan, untuk mengamalkannya-pun harus mengikuti aulawiyatnya,
yaitu:
✅wajib harus didahulukan daripada sunnah;
✅ sunnah didahulukan daripada mubah dan seterusnya.
📌Oleh karenanya, yang harus kita fikirkan adalah bagaimana agar segala kewajiban itu dapat kita amalkan terlebih dahulu.
📌 Sebab, jika ada kewajiban yang masih kita tinggalkan, maka kita akan berdosa dan bisa terancam masuk neraka.
📌Masalahnya, kewajiban itu ada dua, yaitu:
🅰fardhu ‘ain dan
🅱fardhu kifayah.
Insya Allah, untuk fardhu ‘ain, kita sudah mampu mengamalkannya. Contohnya,
📜
perintah Allah dalam QS. 2:183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ ﴿١٨٣﴾
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa...”.
❌
Namun, bagaimana dengan firman Allah dalam QS. 2: 178:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ﴿١٧٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh,...”.
Itu adalah fardhu kifayah yang taklifnya adalah untuk seluruh orang-orang beriman.
✅ Artinya, setiap ada kasus pembunuhan yang tidak dihukum dengan hukum Islam, seluruh orang-orang yang mengaku beriman akan mendapatkan dosa.
📌Yang menjadi masalah, fardhu kifayah itu banyak sekali jumlahnya, masih terbengkalai, tidak diamalkan, karena negara tidak mau menerapkan hukum syari’at.
📌 Setiap hari ada kasus pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, masih banyak yang meninggalkan sholat, puasa, zakat, tidak menutup aurat, dalam berekonomi mayoritas masih bertransaksi dengan bunga/riba, dsb.
❓Nah, bagaimana fardhu-fardhu kifayah itu dapat digugurkan? Jawabnya hanya satu: jika sudah diamalkan oleh negara. Bagaimana jika negara tidak mau mengamalkan?
Maka, seluruh rakyatnya akan berdosa, yaitu dosa kifayah.
❓ Pertanyaannya: Mungkinkah kita bisa langsung masuk surga, jika kita masih banyak bergelimpangan dengan dosa-dosa kifayah?
📌Disinilah kita sangat membutuhkan amal yang bisa menggugurkan dosa-dosa kifayah tersebut. Di titik inilah biasanya akan banyak muncul ikhtilaf diantara kita, sehingga masing-masing sudah merasa ikut terlibat dalam perjuangan penegakan Islam.
📌 Terlebih lagi, biasanya kita cenderung enggan untuk berdiskusi dalam masalah ini, dan cenderung sudah cukup hanya dengan saling menghormati, fastabiqul khairat...
📌ini jelas sikap yang kurang tepat. Justru di titik inilah kita seharusnya sangat serius dalam berdiskusi dan beradu hujjah. Mengapa?
Contoh sederhana:
jika ada tetangga kita yang meninggal dunia, kemudian jenazahnya kita terlantarkan, tidak ada yang memandikan, mengafani,
menyolati dan menguburkan.
Siapa yang berdosa?
Tentu kaum muslimin akan berdosa.
Apakah dosa ini bisa dihapuskan dengan memperbanyak amal yang lain, misalnya: banyak berdzikir, beristighfar, bershodaqoh, banyak megajarkan qur’an, mengajak yasinan dsb.
❓Apakah semua amal itu bisa menggugurkan fardhu kifayah tersebut?
❓ Sementara jenazah itu masih terlantar di sekeliling kita?
Jawabnya: tentu saja tidak bisa.
❓Sampai kapan?
📌Sampai jenazah itu dikuburkan dengan sempurna.
Selama jenazah itu diterlantarkan, jika kita masih beramal dengan amalan yang tidak berhubungan langsung dengan kewajiban tersebut (walaupun amalan itu ada pahalanya), kita akan tetap akan mendapatkan dosa.
❓Dosa apa?
Dosa kifayah.
Pertanyaannya:
apa amalan yang bisa menggugurkan fardhu kifayah tersebut?
Jawabnya sangat mudah:
amalan yang langsung tekait dengan kewajibannya, yaitu mengurus jenazah tersebut. Bagaimana jika kita tidak bisa mengurus jenazah itu sendirian?
Jawabnya: Kita wajib mengajak/menyeru kepada kaum muslimin agar terlibat langsung untuk mengurus jenazah tersebut. Bukan mengajak beramal yang lain, yaitu: mengajak baca qur’an, wiridan, yasinan, tahlilan dsb, sementara jenazahnya justru tetap diterlantarkan.
Kesimpulannya:
Jika kewajibannya adalah mengurus jenazah, maka seruannya adalah mengajak untuk mengurus jenazah.
Maka, jika kewajibannya adalah penerapan hukum syari’ah oleh penguasa, maka seruannya adalah menyeru kepada penguasa agar mau menerapkan syari’ah. Mudah bukan?
Masalah berikutnya: apakah kita bisa menyeru penguasa, jika kita hanya sendirian?
📌Disinilah kita memerlukan sebuah jamaah, agar seruan kita didengar penguasa. Maka, bergabung dengan jamaah yang amalnya adalah menyeru penguasa agar menerapkan syari’ah dengan institusi khilafah, hukumnya menjadi wajib, sesuai kaidah syara’:
مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلّاَ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Suatu kewajiban yang tidak dapat terlaksana secara sempurna, kecuali dengan sesuatu, maka adanya sesuatu itu manjadi wajib hukumnya”.
Masalah selanjutnya: Bagaimana jika penguasanya tetap tidak mau menerapkan syari’ah, padahal sudah kita seru/dakwahi terus menerus?
📌 Disinilah kita bisa bersandar kepada dalil “keterpaksaan”, sbb:
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ) سنن ابن ماجه(
“Sesungguhnya Allah telah mengabaikan (mengampuni dosa) atas ummatku dari kesalahan (ketidaksengajaan), lupa dan keterpaksaan atas mereka” (HR. Ibn Hibban dan Ibn Majah).
📌Jika kita sudah berusaha sungguh-sungguh untuk mendakwahi penguasa, namun penguasa tetap enggan menerapkan syari’ah, semoga Allah berkenan mengampuni/menggugurkan dosa-dosa kifayah kita, karena keterpaksaan atas diri kita.
Saya dan antum insya Allah pasti punya cita - cita. Mungkin antum punya cita - cita ingin jadi pilot, ingin jadi polisi atau bahkan mungkin ingin jadi pemimpin. Capaian anak Adam memang tidak bisa sim salabim, sekali jadi, atau sistem kebut semalam. Ada proes yang harus dilalui, ada ‘mahar’ yang mesti dibayar. Sekedar menemukan lampu pijar, Edison harus rela melakukan 1000 kali lebih percobaan. Bahkan Sultan Muhammad Al-Fatih bisa menaklukkan Konstantinopel setelah berabad-abad lamanya cita-cita tinggi keluarga khalifah ingin mewujudkannya.
Berbicara Ikhtiar, Kata ikhtiar diambil dari bahasa Arab, yakni 'ikhtaara' yang artinya memilih. Sementara dalam bentuk kata kerja, ikhtiar berarti pilihan atau memilih hal yang baik (khair).
Sedangkan menurut istilah, ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya dalam usaha mendapatkan yang terbaik, agar tujuan hidupnya selamat sejahtera di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, sebagai apapun diri kita, di usia berapapun, dan dimanapun berada, cita-cita hendaknya terus berkobar-kobar di dalam dada.
Ibn Al-Jauzi memberikan saran yang sangat realistis bagi kita semua. “Sekiranya engkau bisa melewati setiap sosok ulama dan ahli zuhud, maka lakukanlah. Karena mereka adalah manusia (biasa), dan engkau pun juga manusia (biasa). Dan tidaklah seseorang duduk (berpangku tangan) kecuali dikarenakan hina dan rendahnya cita-cita.”
Anda Punya Cita - cita Maka Action Mulai Sekarang
Saudaraku yang dirahmat Allah SWT. Jika antum sudah punya cita - cita, maka mulailah mulai sekarang ( action ) untuk menggapai cita - cita antum. Misalnya antum ingin masuk Surga, maka yang harus antum lakukan sekarang adalah belajar bagaimana cara masuk ke surga, setelah tahu caranya, maka mulai antum lakukan sebuah perbuatan untuk menuju surgaNya. Bukan malah melakukan hal - hal yang sebaliknya yaitu melakukan perbuatan yang menjauhkan ke SurgaNya.
Mari, gapailah cita - cita kita dengan terus berusaha maksimal setiap hari tanpa kenal lelah, buatlah peta konsep dan plan action untuk menggapainya. Yang tidak kalah pentingnya antum harus mengetahui sudah sejauh mana antum melangkah? Sudah berapa persen upaya antum untuk tercapainya cita - cita antum?
Sabar dan tidak mudah putus asa.
Yang tidak kalah pentingnya adalah kita harus senantiasa bersabar dalam melakukan upaya - upaya untuk menggapai cita - cita tersebut. karena rintangan, godaan, rayuan untuk melunturkan semangat kita pasti akan muncul menghiasi langkah kita. Majulah terus sampai Allah mensukseskan cita - cita kita atau kita mati dalam keadaan berjuang untuk suksesnya cita - cita yang agung karena lillah. Akhiran al - Faqir berpesan kepada diri al - Faqir sendiri dan juga antum agar Cita - cita kita Syar'ie ( sesuai dengan Syariah Islam ) biar mendapatkan ridhaNya. Semoga cita - cita kita segera tercapai bi - idznillah. Amien. Wallahu a'lam
Standar kesuksesan orang di era kapitalisme modern ini adalah materi atau dunia. Orang di katakan sukses ketika Hartanya berlimpah , status sosialnya tinggi, dan punya kedudukan yang tinggi dihadapan manusia. Namun berbeda dengan Islam punya standar sendiri dalam mendefinisikan apa yang disebut sukses sejati. Allah tidak melihat seberapa besar uangmu , seberapa lebar aset-asetmu, seberapa tampan dan hebatnya kedudukanmu. Telah kita lihat orang -orang yang mengaku dirinya Raja didunia kini telah binasa, orang yang punya harta sangat besar pun kini telah tiada. Sejatinya harta mu sesungguhnya bukanlah yang kamu miliki tapi yang kamu belanjakan di jalan Allah, kamu sedekahkan, infakan untuk agama Allah. Kamu titipkan lewat anak-anak yatim, kamu wakafkan , dan kamu buat untuk amal jariah itulah Harta yang bermanfaat sesungguhnya. Allah itu melihat dirimu dari keTAQWAanmu , siapa yang bertaqwa dia beruntung siapa yang tidak mau taqwa ia celaka. STANDAR kesuksesan dalam Islam adalah Ridho Allah (JANNAH) / SURGA , dan Allah ridho kepada orang yang bertaqwa (mau menjalankan semua perintah Allah dan meningalkan semua larangannya. Takut kepada hari pembalasan, berhati-hati dalam berbuat agar tidak mendapat murka dari Allah swt.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
(QS: Ali Imran Ayat: 14)
Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?". Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
(QS: Ali Imran Ayat: 15)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang kerasdan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
TQS Al-Hadid Ayat 21
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu Anhu, beliau berkata, “Kami mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) dihadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)”.
ingatlah janji Allah bagi orang yang bertakwa yaitu akan diberi rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Allah Ta'ala berfirman,"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS.At-Thalaq(65):2-3).
Dari 'Ali bin Abi Tholhah, dari Ibnu 'Abbas, beliau menafsirkan ayat tersebut, "Barangsiapa yang bertakwa pada Allah maka Allah akan menyelamatkannya dari kesusahan dunia dan akhirat. Juga Allah akan beri rizki dari jalan yang tidak disangka-sangka." (Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, Ibnu Katsir, 14/32)