Selasa, 05 Juni 2018

PELAJARAN DARI PERANG MU'TAH

PELAJARAN DARI PERANG MU'TAH

Rasulullah menetap di Madinah di sisa bulan Dzulhijjah dilanjutkan bulan Muharram, Shafar, Rabiul Awal, dan Rabiul Akhir. Pada bulan Jumadil Ula, beliau mengirim pasukan ke Syam dan di antara mereka gugur sebagai syahid di Mu’tah. Dan menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan, Rasulullah bersabda, "Jika Zaid gugur, maka yang menjadi komandan pasukan adalah Ja’far bin Abu Thalib. Jika Ja’far bin Abu Thalib gugur, maka yang menjadi komandan pasukan adalah Abdullah bin Rawahah".

Pasukan tersebut segera mengadakan persiapan dan bersiap-siap untuk berangkat menunaikan tugas. Pasukan tersebut terdiri dari tiga ribu personel.

Pasukan kaum muslimin berjalan dan singgah di Ma’an, daerah di Syam. Di sana, mereka mendapat kabar bahwa Hiraklius tiba di Ma’ab, daerah di Al-Balqa’, dengan membawa seratus ribu tentara Romawi dan seratus ribu tentara gabungan dari Lakhm, Judzam, Al-Yaqin, Bahra’, dan Baly dipimpin salah seorang dari Baly kemudian dari Irasyah bernama Malik bin Zafilah. Ketika kaum muslimin mendengar informasi tersebut, mereka menetap di Ma’an dua malam untuk berpikir. Sebagian dari mereka berkata, "Kita kirim surat kepada Rasulullah dan kita jelaskan jumlah musuh, agar beliau mengirim bantuan personel atau menyuruh kita pulang".

Abdullah bin Rawahah memberi motivasi kepada mereka dengan berkata, "Hai kaum muslimin, demi Allah, sesuatu yang kalian takuti pada hakikatnya adalah sesuatu yang kalian minta selama ini, yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi musuh dengan jumlah besar pasukan atau kekuatan, namun kita memerangi mereka dengan agama Islam dimana Allah memuliakan kita dengannya. Berangkatlah kalian, niscaya kalian mendapatkan salah satu dari dua kebaikan; kemenangan atau mati syahid." Kaum muslimin berkata, "Sungguh Abdullah bin Rawahah berkata benar".

Kaum muslimin terus berjalan. Ketika tiba di perbatasan Al-Balqa’ tepatnya di desa Masyarif, mereka bertemu pasukan Romawi dan pasukan gabungan orang-orang Arab. Kedua belah pihak saling mendekat, namun kaum muslimin pindah ke desa Mu’tah. Di sanalah, kedua belah pihak bertemu. Kaum muslimin bersiap-siap untuk menghadapi musuh dengan menunjuk salah seorang dari Bani Udzrah bernama Quthbah bin Qatadah sebagai komandan pasukan sayap kanan dan salah seorang dari kaum Anshar bernama Abayah bin Malik.

Kedua belah pihak bertemu kemudian saling serang. Zaid bin Haritsah bertempur dengan memegang bendera perang Rasulullah (#ArRayah) hingga gugur karena terkena tombak musuh kemudian bendera perang diambil alih Ja’far bin Abu Thalib. Ketika perang memuncak, Ja’far bin Abu Thalib turun dari kudanya dan menyembelihnya. Setelah itu, ia menyerang musuh hingga gugur.

Ibnu Hisyam berkata, ulama yang aku percayai berkata kepadaku bahwa Ja’far bin Abu Thalib memegang bendera perang (ar-rayah) dengan tangan kanannya hingga putus, kemudian ia pegang bendera perang dengan tangan kirinya hingga putus, kemudian ia dekap bendera perang dengan kedua lengannya hingga gugur dalam usia tiga puluh tiga tahun. Allah SWT memberinya pahala dalam bentuk dua sayap di surga dimana ia dapat terbang dengannya ke mana pun ia mau. Ada yang mengatakan bahwa salah seorang tentara Romawi memukulnya hingga badannya terbelah menjadi dua.

Ketika Ja’far bin Abu Thalib gugur, Abdullah bin Rawahah mengambil alih bendera perang. Ia maju dengannya dengan mengendarai kuda dan mendorong dirinya terjun ke medan perang, namun agak ragu-ragu, kemudian ia berkata,

"Wahai diriku aku bersumpah, engkau harus terjun ke medan perang;
Engkau harus terjun ke kancah perang atau aku memaksamu terjun;
Manusia telah berkumpul dan mengeraskan teriakan;
Namun kenapa kulihat engkau benci kepada surga?
Sudah sekian lama engkau tentram;
Dan engkau hanyalah setetes air mani di tempat air."

Setelah itu, Abdullah bin Rawahah terjun ke medan perang. Ketika ia turun, ia didatangi saudara sepupunya dengan membawa tulang yang masih ada dagingnya. Saudara sepupunya berkata, “Kuatkan badanmu dengan daging ini, karena kulihat engkau lapar sejak beberapa hari ini." Abdullah bin Rawahah mengambil daging tersebut dan menggigitnya. Tiba-tiba ia mendengar suara perang dari arah dua belah pihak yang sedang bertempur, ia pun berkata, "Engkau (daging) berada di dunia." Ia buang daging tersebut, mengambil pedang, dan bertempur hingga gugur.

Ketika para komandan pasukan Islam gugur, Rasulullah bersabda, "Bendera perang dipegang Zaid bin Haritsah kemudian ia bertempur hingga gugur sebagai syahid; lalu bendera perang diambil alih Ja’far bin Abu Thalib, kemudian ia bertempur hingga gugur sebagai syahid."

Rasulullah diam hingga wajah orang-orang Anshar berubah dan menyangka telah terjadi sesuatu yang tidak mereka sukai pada Abdullah bin Rawahah. Rasulullah bersabda lagi, "Kemudian bendera perang diambil alih Abdullah bin Rawahah, lalu ia bertempur hingga gugur sebagai syahid." Rasulullah bersabda lagi, "Dalam mimpiku, aku lihat mereka di Surga diangkat kepadaku di atas singgasana dari emas. Aku lihat singgasana Abdullah bin Rawahah miring dari singgasana dua sahabatnya. Aku bertanya, ‘Kenapa singgasana Abdullah bin Rawahah miring?’ Dikatakan kepadaku, ‘Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abu Thalib bertempur tanpa ragu, sedang Abdullah bin Rawahah agak ragu-ragu, kemudian ia bertempur’.”

Teman-teman yang mulia,

Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari petikan sirah nabawiyyah ini. Salah satu di antaranya adalah bahwa ketiga panglima tersebut syahid mempertahankan #PanjiRasulullah atau Ar Rayah. Bahkan kita bisa menyaksikan bagaimana Ja'far bin Abu Thalib kehilangan tangan satu per satu,  sebelum akhirnya syahid untuk mempertahankannya.

Kita juga mendapatkan pelajaran bhw bulatnya tekad dlm perjuangan ternyata membuahkan ganjaran yg berbeda dengan orang yg sempat ragu-ragu terjun dlm perjuangan, meski akhirnya tetap terjun dan meraih syahid; apalagi dengan mereka yg tidak ikut berjuang.

Jangan pernah ragu dalam perjuangan, apalagi memilih duduk diam; karena kemuliaan antara yang ragu dan yg tak ragu pun ternyata sungguh2 berbeda.

#IndonesiaMoveUp
#IslamRahmatanLilAlamin
Ust.Sudrajat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat) Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui s...