Senin, 18 September 2017

INILAH ULIL AMRI MAKNA SYAR'I



1. Imam Asy-Syaukani berkata :

وأولي الأمر هم : الأئمة ، والسلاطين ، والقضاة ، وكل من كانت له ولاية شرعية لا ولاية طاغوتية

“Ulil amri adalah para imam, penguasa, hakim dan setiap orang yang memiliki kekuasaan syar’i dan bukan kekuasaan yang bersifatkan thoghut.” (Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 1/556)

Apakah yang dimaksud Imam Asy Syaukani dengan kekuasaan yang bersifat thoghut? Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan, :

والطاغوت : عام في كل ما عبد من دون الله، فكل ما عبد من دون الله، ورضي بالعبادة، من معبود، أو متبوع، أو مطاع في غير طاعة الله ورسوله، فهو طاغوت ؛ والطواغيت كثيرة، ورؤوسهم خمسة …………الثاني : الحاكم الجائر، المغير لأحكام الله تعالى، والدليل قوله تعالى : ( ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالاً بعيداً) النساء

“Thoghut adalah nama umum bagi setiap yang diibadahi selain Allah. Segala yang diibadahi selain Allah dan dia ridho, baik itu diibadahi, diikuti, ditaati dalam ketaatan selain Allah maka itu adalah thoghut. Thoghut itu banyak, pembesarnya ada 5…yang kedua adalah Penguasa zalim yang mengganti hukum-hukum Allah. Dalilnya firman Allah, ‘Apakah kalian tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku beriman dengan apa yang diturunkan Allah kepadamu (Muhammad) dan apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhukum kepada thoghut padahal mereka diperintah mengingkarinya. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesetan sejauh-jauhnya.’ QS An Nisaa 60.” (Durar As Saniyah 1/150)

2. Fatawa Syekh Ibnu Baz. Tahqiq Asy-Syuwai'ir jilid 1 hal. 117, beliau berkata:

كما أنه ليس كل حاكم - سواء كان ملكا أو رئيس جمهورية - يسمى أمير المؤمنين, وإنما أمير المؤمنين من يحكم بينهم بشرع الله ويلزمهم به, ويمنعهم من مخالفته, هذا هو المعلوم بين علماء الإسلام والمعروف بينهم

"Sebagaimana tidaklah setiap pemimpin baik itu raja ataupun presiden dinamakan Amirul Mukminin. Yang dinamakan Amirul Mukminin HANYALAH orang yg memerintah atas mereka (rakyat) dengan SYARIAT ALLOH dan MENGHARUSKAN mereka dengan syariat itu serta MELARANG mereka menyelisihinya. Inilah yg sudah diketahui di kalangan para ulama Islam dan yg dikenal di kalangan mereka."

3. Ibnu Taimiyyah: Penguasa Yang Tidak Berhukum Dengan Syariat Allah Bukan Ulil Amri

Syaikh Abdullah Ibn Abdil Hamid al-Atsari rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul “Al-Wajiz Fii Aqiidati as-Salaf ash-Shalih Ahli Sunnah Wal Jama’ah” menukil perkataan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya Minhaj as-Sunnah (1/146), bahwa penguasa yang tidak berhukum dengan syariat Allah maka ia bukanlah ulul Amri (pemimpin kaum muslimin) yang wajib ditaati.

Beliau berkata dalam hasyiah kitab tersebut bahwa Ibn Taimiyyah rahimahullah berkata:

وأما من عطل منهم شرع الله ولم يحكم به وحكم بغيره ؛ فهؤلاء خارجون عن طاعة المسلمين فلا طاعة لهم على الناس ؛ لأنهم ضيعوا مقاصد الإمامة التي من أجلها نُصبوا واستحقوا السمع والطاعة وعدم الخروج ، ولأن الوالي ما استحق أن يكون كذَلك إلا لقيامه بأمور المسلمين ، وحراسة الدين ونشره ، وتنفيذ الأحكام وتحصين الثغور ، وجهاد من عاند الإسلام بعد الدعوة ، ويوالي المسلمين ويعادي أعداء الدين ؛ فإذا لم يحرس الدين ، أو لم يقم بأمور المسلمين ؛ فقد زال عنه حق الإمامة ووجب على الأُمة في حينها - متمثلة بأهل الحل والعقد الذين يرجع إِليهم تقدير الأمر في ذلك- خلعه ونصب أخر ممن يقوم بتحقيق مقاصد الإمامة إن استطاعوا ذلك ولم يترتب عليه مفسدة أعظم ؛ فأهل السنة عندما لا يجوزون الخروج على الأئمة بمجرد الظلم والفسوق فإنهم يريدون الإمام الذي يحكم بشرع الله تعالى لأن الفجور والظلم لا يعني تضييعهم للدين لأن السلف الصالح لم يعرفوا إمارة لا تحافظ على الدين فهذه عندهم ليست بإمارة شرعية أصلا ، وإنما الإمارة هي ما تقيم الدين ثم بعد ذلك قد تكون إمارة بَرة ، أو إِمارة فاجرة

Dan adapun pemimpin-pemimpin yang menyia-nyiakan syariat Allah dan tidak berhukum dengannya bahkan dia berhukum dengan hukum selain hukum Allah, maka mereka tidak termasuk dari pemimpin-pemimpin yang wajib bagi kaum muslimin untuk taat kepada mereka. karena itu, tidak ada kewajiban bagi manusia menaati mereka. Sebab mereka telah menyia-nyiakan tujuan dari pengangkatan diri mereka sebagai pemimpin, dimana karena tujuan itulah mereka diangkat yang menjadikan mereka memiliki hak untuk didengar dan ditaati serta tidak khuruj (keluar/memberontak) dari pemerintahan mereka. Karena sesungguhnya seorang pemimpin, dia tidak berhak untuk menjadi pemimpin kecuali melaksanakan urusan-urusan kaum muslimin, menjaga agama, menyebarkannya, melaksanakan hukum-hukumnya, menjaga kotanya, berjihad terhadap orang-orang yang melawan islam setelah tegaknya dakwah kepada mereka, mencintai kaum muslimin dan memusuhi orang-orang yang memusuhi agama.

Maka jika seorang pemimpin tidak menjaga agama, atau tidak mengurusi urusan-urusan dan kepentingan kaum muslimin, maka hilangnlah dari dirinya hak kepemimpinannya, lalu wajib bagi umat saat itu seperti ahlul halli wal aqdi yang kembali kepada mereka penetapan perkara ini untuk menunrunkannya dari jabatannya, dan mengangkat orang lain yang dapat melaksanaan tujuan kepemimipinan syar’iyyah, jika mereka mampu melakukan itu dan tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar.

Sesungguhnya Ahlusunnah ketika tidak membolehkan khuruj (keluar/memberontak) dari pemimimpin yang fasik dan zhalim maka yang mereka maksudkan adalah pemimpin yang berhukum dengan syariat Allah ta’ala, karena kefasikan dan kezhaliman tidak berarti menyia-nyiakan agama. Para salaf ash-shalih tidak mengenal kepemimpinan yang tidak menjaga agama. Maka kepemimpinan model seperti ini bagi mereka bukanlah kepemimpinan syar’i secara asalnya. Sesungguhnya kepemimpinan syar’i itu hanyalah yang menegakkan agama, lalu setelah itu diantaranya kadang ada yang baik dan kadang ada yang zhalim. (Al-Wajiz Fi Aqiidati as-Salaf ash-Shalih Ahli Sunnah Wal Jama’ah hal. 172.

Dari sini dipahami bahwasanya perkataan-perkataan Imam Ibn Taimiyyah rahimahullah yang menyebutkan wajibnya taat kepada ulil amri adalah mereka yang menjadikan al-Qur’an dan hadits sebagai hukum. Wallahu a’lam

Kitab ini telah di muraja’ah oleh beberapa ulama besar, mereka adalah:

1. Samahutu asy-Syaikh al-Allamah Abdullah Ibn Abdil Aziz al-Aqil

2. Fadhilatu asy-Syaikh al-allamah Abdullah Ibn Abdirrahman al-Jibrin

3. Fadhilatu asy-Syaikh al-Allamah Shalih Ibn Fauzan al-Fauzan

4. Fadhilatu al-Allamah al-Qadhi Muhammad Ibn Ismail  al-Umrani

5. Ma’ali asy-Syaikh Shlaih Ibn Abdil Aziz Ali Syaikh

Dan beberapa ulama besar lainnya.

dr  fb ust.Ibnu Alwan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat) Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui s...