Minggu, 30 September 2018

Power of RUH

Oleh Yudha Pedyanto
Ketika ditanya apa pekerjaan saya, biasanya saya jawab; tukang jahit keliling. Kadang saya menjahit kata (seperti sekarang), kadang saya menjahit kode aplikasi. Klien saya beragam. Mulai dari perusahaan kategori obvitnas yang dijaga datasemen rudal, sampai organisasi-yang-namanya-tidak-boleh-disebut karena menyangkut enkripsi informasi rahasia negara. Klien-klien semacam tadi menuntut saya harus selalu up-to-date dengan produk-produk Android dan Apple.
Bicara tentang Apple, baru-baru ini ia dinobatkan sebagai perusahaan termahal di dunia, dengan market cap sebesar satu triliun dollar. Itu artinya kalo Anda ingin membeli perusahaan Apple, Anda harus merogoh kocek satu triliun dollar atau sekitar 15,000 triliun rupiah. Gak banyak koq. Itu cuma tiga kali lipat hutang pemerintah sekarang, atau enam kali lipat APBN sekarang.
  • Apa rahasia sukses Apple? Mengapa dia selalu sukses setiap release produk baru, sementara perusahaan lain kembang kempis mengais-ngais profit yang makin tipis, itu pun hanya puas dengan meniru produk Apple. Apa yang membedakan Apple dengan kompetitor-peniru-untung-tipis tadi? Menurut Simon Sinek, penulis best seller Start With Why, perbedaannya adalah: Apple memulai dengan MENGAPA (WHY), sedangkan kompetitornya memulai dengan APA (WHAT).

Ketika kompetitor Apple membuat produk, mereka berangkat dengan APA. Yakni fitur-fitur kasat mata seperti; hey coba lihat HP baru ini dengan 6GB RAM, real Octa Core prosessor, 24 MP front camera, 4500 mAh battery dan ada poninya mirip iPhone X. Dan produk tadi langsung tenggelam ketika ada kompetitor beri fitur sama dengan harga separuhnya.
Tapi ketika Apple membuat produk, mereka tidak pernah berangkat dengan APA. Apple tidak pernah repot-repot menjelaskan fitur-fitur kasat matanya. Bahkan kalau mau dilihat; semua produk Apple rata-rata spec hardware-nya hanya separuhnya Android, tapi dengan harga dua bahkan tiga kali lipat lebih mahal. Tapi tetap saja produk-produk Apple laris manis bak kacang goreng.
Mengapa? Karena Apple tidak pernah memulai dengan APA, tapi dengan MENGAPA. Ketimbang sibuk menjelaskan APA fitur kasat matanya, Apple menjelaskan MENGAPA alasan dan tujuan (tak kasat mata) yang diyakininya:
Kami adalah perusahaan yang menantang status quo, kami adalah perusahaan yang selalu “think different”; jika Anda merasa sejalan dengan nilai dan keyakinan kami, silahkan beli produk-produk kami.
Jika Anda menyangka Apple menjual produk, Anda salah besar. Apple tidak menjual produk APA, tapi nilai MENGAPA. 

Produk hanyalah tangible proof; sekedar bukti dan manifestasi kasat mata dari nilai dan keyakinan tak kasat mata yang mereka miliki.


  • Inilah mengapa Apple jadi legendaris, karena ia punya nilai MENGAPA yang kuat dan konsisten; anti status quo dan think different.
Sebaliknya HP-HP merek Cina harus puas mengais-ngais dengan margin tipis, karena mereka hanya menjual APA tanpa punya nilai MENGAPA sama sekali. Nike dan Harley Davidson pun menjadi legendaris karena melakukan hal yang sama, mereka menjual nilai MENGAPA yang kuat dengan konsisten. Menurut Simon Sinek, inilah mengapa Power of WHY akan selalu mengalahkan Power of WHAT.
Sayang Simon Sinek tidak membaca kitab Al-Fikru Al-Islamiy karangan Muhammad Muhammad Ismail yang terbit puluhan tahun sebelumnya. Seandainya dia baca, mungkin dia akan sadar kalau Power of WHY tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Power of RUH, atau dalam istilah Muhammad Muhammad Ismail disebut Al-Quwwah Ar-Ruhiyah.
Menurut Ismail, Al-Quwwah Al-Madiyah (Power of WHAT) akan selalu dikalahkan oleh Al-Quwwah Al-Maknawiyah (Power of WHY).

Hal ini sejalan dengan tesis Simon Sinek di atas. Tapi Al-Quwwah Al-Maknawiyah (Power of WHY) akan selalu dikalahkan oleh Al-Quwwah Ar-Ruhiyah (Power of RUH).

Tesis inilah yang luput dari pembahasan Simon Sinek, sehingga sangat menarik untuk dibahas.
Meminjam sudut pandang Ismail, Power of WHY bisa saja membangun perusahaan hebat, tapi insufficient atau tak cukup untuk membangun peradaban hebat. 

Coba lihat, sebuah perusahaan dengan market cap senilai enam kali APBN kita; apa yang dihasilkannya? Sebuah gadget kinclong yang fiturnya nyaris tak berubah; bisa telpon, kirim pesan, selfie serta bersosmed ria. Nampaknya mereka membeli bukan karena teknologi, tapi karena gengsi.
Dari kaca mata peradaban, market cap Apple senilai 15,000 triliun rupiah tadi tidak berarti apa-apa, kecuali gadget kinclong yang bisa untuk kirim pesan dan telpon saja.

Jika ada yang bisa disebut sebagai kemajuan dan terobosan, maka yang ada bukan kemajuan dan terobosan teknologi, tapi kemajuan dan terobosan budaya hedonisme dan konsumerisme yang semakin masif dan menjadi-jadi.

Inilah hasil Power of WHY selama satu-dua abad perjalanan peradaban kapitalis global.

Market cap sebesar itu seharusnya bisa mengantarkan umat manusia berada di garis terdepan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Saya sebenarnya berharap, perusahaan-perusahaan milik Elon Musk seperti SpaceX (eksplorasi ruang angkasa), Solar City (panel surya rumah murah) atau Tesla (mobil listrik ramah lingkungan), seharusnya jadi perusahaan-perusahaan pemimpin dunia, bukan Apple.
Tapi peradaban kapitalis nampaknya sangat tak bersahabat dengan orang-orang visioner semacam Elon Musk. Saya termasuk yang khawatir terhadap nasib perusahaan-perusahaannya ke depan. Harga sahamnya naik turun. Roket SpaceX berulang kali meledak.

Terakhir ia membuka paten mobil Tesla-nya ke publik, agar banyak produsen sejenis bermain di mobil listrik, sehingga SPBU-SPBU listrik atau charging station makin banyak dan terjangkau. Sepertinya Elon Musk adalah the right man in the wrong system.
Seharusnya terobosan mutakhir dan menantang seperti eksplorasi luar angkasa, energi alternatif dan mobil listrik tidak diemban oleh perusahaan, tapi negara. Karena misi-misi mulia tadi berbiaya tinggi, bersifat jangka panjang, serta taruhannya kelangsungan umat manusia di muka bumi ini. Misi-misi mulia tadi tidak boleh tunduk oleh supply and demand ataupun kepentingan jangka pendek para pemegang saham.
  • Tapi peradaban kapitalis tidak mengerti semuanya tadi. Dia hanya mengerti prinsip to make millions, sell millions. Jualah sebanyak-banyaknya consumer products yang retail friendly dan mudah ketinggalan zaman, secara berulang-ulang ke banyak orang. Kalau pun ada teknologi, itu sekedar teknologi tepat guna yang digunakan tentara AS menginvasi negeri-negeri Islam. Seperti di Irak dan entah negara mana lagi yang akan diinvasi AS kemudian hari.
Inilah problem peradaban kapitalis yang dipimpin oleh Power of WHY. Sebuah peradaban yang hanya mengabdi kepada materi, dan hanya mengerti bahasa untung-rugi. Sebenarnya pernah ada sebuah peradaban yang dipimpin oleh Power of RUH, yang mengabdi kepada Pencipta materi, dan tidak menggunakan pendekatan untung-rugi tapi pahala-dosa.


  • Peradaban ini pernah terbentang selama tiga belas abad dan telah mewariskan banyak penemuan dan terobosan sains dan teknologi.
Jika saat ini Anda sedang membaca tulisan ini dari gadget atau komputer, maka tidak bisa dilepaskan dari teknologi digital dan algoritma yang digagas oleh Al-Khawarizmi. Jika Anda suka selfie atau memotret dengan kamera HP, maka tidak bisa dilepaskan dari penemuan “qamara” atau Kamera Obscura pertama oleh Ibnu Haitham. Jika Anda sering berpergian dengan pesawat terbang, maka tidak bisa dilepaskan dari penemuan Ibnu Firnas yang berhasil terbang dari menara Masjid Agung Cordova, seribu tahun sebelum Wright bersaudara. Disiplin ilmu Enkripsi yang saya tekuni pun tak bisa dilepaskan dari Bapak Kriptografi Abu Yusuf Al-Kindi.
Kita tidak hanya membutuhkan peradaban baru, tapi tata nilai baru, keyakinan baru, serta cara pandang dunia yang juga baru. Dan tidak ada yang mampu memberikannya, kecuali Islam. Karena hanya Islam yang memiliki perangkat konseptual yang memadai, serta bukti historis yang tak sebentar. Selain itu, akar persoalan peradaban kapitalis terletak pada “building blocks” materialistik untung-ruginya.

Adakah ada alternatif solusi lain yang mampu menawarkan “building blocks” spiritual yang secara teoritis dan historis sudah teruji, selain Islam?
Ketika ditanya apa pekerjaan saya, biasanya saya jawab; tukang jahit keliling. Tapi setelah dipikir-pikir kita semua adalah tukang jahit. Mungkin bukan menjahit kata, apalagi kode. Tapi menjahit asa umat manusia yang saat ini terkoyak dan tercabik oleh kapitalisme dan sekulerisme. Menjahit harapan dan perjuangan kembalinya sebuah peradaban gemilang yang menebarkan kemajuan, kesejahteraan dan keadilan kepada sesama. Itulah khilafah ala minhajin nubuwwah.
Jogjakarta, 1 Oktober 2018

Minggu, 09 September 2018

3 hal yang harus kita rubah agar Umat Islam Bnagkit !!!

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ  

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS Ar Radu13:11


Ada pertanyaan besar dibenak saya ketika menemukan fakta bahwa Umat Islam pernah berjaya selama 1300 tahun lamanya. Mengusai 2/3 Dunia dari Andalusia, Eropa, bahkan dakwahnya hingga Indonesia. 

Namun apa yang terjadi sekarang Umat Islam termasuk  di Indonesia  terpuruk di segala bidang kehidupan. Dari sisi Iptek (Ilmu pengetahuan dan Teknologi) kita hanya jadi konsuntif. Dari Kedelai, handphone, motor, mobil semua kita impor bahkan kapas untuk bahan baku kaos kita pun Impor.  

Coba kita lihat korea selatan yang katanya merdeka 15 Agustus 1945 sedang  Indonesia 17 Agustus 1945 . bahkah kita kita selisih merdeka dari korea selatan hanya 2 hari saja. Kini handphone korea selatan (samsung) menjadi handphone terlaris didunia mengalahkan raksasa besar nokia. 

Bidang Budaya Anak muda kita terseret Virus KEBARAT-BARATNYA semua impor kiblat ke Negara pemenang perang dunia 2, Negara adidaya Amerika. Industri Hiburan yang disisipi sex, alkohol, dan liberalisme merusak akal sehat seluruh kaum Muslimin di dunia. Dari makanan hingga gaya berpakaian semua berkiblat pada barat. 


Satu lagi di Bidang sosial kerusakan Akhlak moral anak muda , hancurnya sendi-sendir kehidupan rumah tangga, sex bebas, homosex, lesbian, pembunuhan, zina , dan narkoba begitu maraknya. Bahkan akibat pergaulan bebas dan rusaknya tatanan kehidupan ini angka aborsi di Indonesia sudah tidak wajar lagi. 

Setidaknya ada 3 Hal yang harus kita rubah agar Nasib Umat ini berubah. simak firman Allah : 


إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ  

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS Ar Radu13:11

Mewujudkan Takwa Individu, Masyarakat, dan Negara

1.Individu Bertaqwa Bangkitnya  seseorang itu tergantung pada pemikirannya. Pemikiran yang paling mendasar yang akan menjadi Aqidah aqliyah agar pondasi beriman Mantap dan Kokoh. Apa itu taqwa jumhur Ulama sepakat bahwa taqwa adalah menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya dalam rangka mencari ridho Allah. 

Kalau ingin Berubah , yang kita ubah adalah pemikirannya MIND SET tentang alam semsta ,manusia, dan kehidupan ini sebenarnya asalnya dari mana ? Untu apa kita berada di dunia ini ? dan mau kemana kita setelah mati. Jawaban ini nanti akan menjadi dasar perubahan. 

Namun ketaqwaaan Individu saja tidak cukup. Ditengan godaan Akhir zaman ini jika ekosisten dan lingkungan kita tidak mendukung buat bertaqwa akan berat rasanya melakukan perubahan yang hakiki. Kita perlu mengubahnya menjadi Masyarakat yang bertaqwa.

2.Masyarakat yang BERTQWA 

Objek taklif pelaksana syariah yang kedua adalah jamaah. Individu bertaqwa juga akan berat sekali jika masyarakatnya tidak bertaqwa. Dalam syariat Islam kafah ada hukum yang bisa dilaksanakan individu, jamaah atau kelompok, dan ada hukum hukum yang hanya boleh dilaksanakan oleh negara bertaqwa. (qisos , rajam, dll)

Masyarakat bukan hanya kumpulan individu individu tapi juga sekumpulan manusia yang berinteraksi mempunyai pemikiran yang sama, perasaan yang sama (islami), dan di ikat oleh satu aturan (syariat) yang sama baru bisa di sebut msyarakat betaqwa. Saat fase Rasulullah belum memiliki Daulah Rasulullah menyiapkan juga masyarakat bertaqwa sehingga ketika daulan tegak masyarakat sudah siap menginginkan perubahan yang hakiki dan mau tunduk ada syariat Islam (hukum Allah).

Dakwah menyeru pada individu saja tentu belum cukup seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. Dakwah menyeru kepada Umat untuk menegakkan syariat Islam kaffah, untuk betaqwa hanya keada Allah , untuk berjuang menegakkan syariat dan khilafah harus senantiasa di serukan. 

Khilafah sendiri hukumnya fardu khifayah, bukn tujuan namun tariqoh  syari untuk menegakkan Islam secara kaffah. Agar hukum2 Islam tegak dan juga Islam bisa disebarkan keseluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. 

3.Negara Betaqwa 

Sistem Politik , Ekonomi, pergaulan, pendidikan, sanksi, politik dalam dan luar negeri semua teryata ada syariatnya. Mau ke kamar mandi atau bercermin saja ada aturannya apalagi selevel negara pasti ada aturannya / syariatnya. 

Namun di masyarakat sekuler paham ini mencoba memisahkan agama dan negara. Padahal negara adalah institusi pelaksana hukum Islam secara kaffah. Hukum tanpa Negara tidak akan bisa terlaksana hukum2 itu. Negara bertaqwa dipimpin oleh orang2 yang betaqwa dan negara ini seperti yang dicontohkan para sahabat dan Rasulullah saw bentuknya Khilafah islamiyah yang dipimpin oleh satu orang kholifah.


Apa itu Khilafah ? 

Sabtu, 08 September 2018


Zalim (Arab: ظلم, Dholim) dalam ajaran Islam adalah meletakkan sesuatu/ perkara bukan pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim disebut zalimin dan lawan kata dari zalim adalah adil.


Keunggulan Dinar-Dirham KH Shidiq Al Jawi

Keunggulan Dinar-Dirham
KH Shidiq Al Jawi

Pengantar
Ketika dunia menggunakan emas dan perak sebagai mata uang, tidak pernah terjadi sama sekali masalah-masalah moneter seperti inflasi, fluktuasi nilai tukar, dan anjloknya daya beli. Profesor Roy Jastram dari Berkeley University AS, dalam bukunya The Golden Constant, telah membuktikan sifat emas yang tahan inflasi.
Menurut penelitiannya, harga emas terhadap beberapa komoditi dalam jangka waktu 400 tahun hingga tahun 1976 adalah konstan dan stabil. (Nurul Huda dkk, 2008: 104).
Masalah-masalah moneter itu justru terjadi setelah dunia melepaskan diri dari standar emas dan perak serta berpindah ke sistem uang kertas (fiat money), yaitu mata uang yang berlaku semata karena dekrit pemerintah, yang tidak ditopang oleh logam mulia seperti emas dan perak. 
Dalam sistem Bretton Woods yang berlaku sejak 1944, dolar masih dikaitkan dengan emas, yaitu uang $35 dolar AS dapat ditukar dengan 1 ons emas (31 gram). Namun, pada 15 Agustus 1971, karena faktor ekonomi, militer dan politik, Presiden AS Richard Nixon akhirnya menghentikan sistem Bretton Woods itu dan dolar tak boleh lagi ditukar dengan emas. (Hasan, 2005). 
Mulailah era nilai tukar mengambang global yang mengundang banyak masalah. Dolar semakin terjangkit penyakit inflasi. Pada tahun 1971 harga resmi emas adalah $38 dolar AS per ons. Namun, pada tahun 1979 harganya sudah melonjak jadi $450 dolar AS per ons (El-Diwany, 2003).
Masalah-masalah moneter seperti itu hanya dapat diatasi oleh mata uang emas dan perak saja. Mengapa? Sebab, emas dan perak mempunyai banyak keunggulan. 
Telaah ini bertujuan mengupas lebih dalam mengenai keunggulan-keunggulan sistem emas dan perak tersebut, sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (2004), khususnya bab Fawâ’id Nizhâm adz-Dzahab wa al-Fidhdhah. (h. 224-dst).
Keunggulan Mata Uang Emas dan Perak
Syaikh Zallum menerangkan setidaknya terdapat 6 (enam) keunggulan mata uang emas dan perak sebagai berikut (h. 224-227).
  1. Pertama: emas dan perak adalah komoditi, sebagaimana komoditi lainnya, semisal unta, kambing, besi, atau tembaga. Untuk mengadakannya perlu ongkos eksplorasi dan produksi. Komoditi ini dapat diperjualbelikan apabila ia tidak digunakan sebagai uang. Jadi, emas dan perak termasuk uang komoditi/uang barang (commodity money). (Nasution, 2008: 241).
Artinya, emas dan perak mempunyai nilai intrinsik (qîmah dzatiyah) pada dirinya sendiri. Beda dengan uang kertas yang tidak memiliki nilai intrinsik pada barangnya sendiri. (Thabib, 2003: 326).
Dengan menggunakan mata uang emas dan perak, suatu negara tidak akan dapat mencetak mata uang sesukanya lalu mengedarkannya ke pasar. Ini berbeda dengan uang kertas; negara dapat saja mencetak uang kertas berapa pun ia mau, karena uang kertas tidak mempunyai nilai intrinsik pada dirinya sendiri. (Zallum, 2004: 224).
Ilustrasinya, untuk mencetak lembaran uang satu dolar AS, biayanya 4 sen dolar. Dengan anggapan 1 dolar senilai Rp 10.000, maka nilai 4 sen dolar hanya Rp 400 (1 dolar=100 sen dolar). Kalau mau mencetak lembaran uang 100 dolar, biayanya juga masih sekitar 4 sen dolar itu. Inilah yang mengakibatkan The Fed (Bank Sentral AS) sangat leluasa mencetak dolar hampir unlimited sehingga menimbulkan inflasi permanen. (Hamidi, 2007: 37).
Namun, untuk mencetak uang senilai 1 dinar emas, diperlukan emas seberat 4,25 gram. Negara yang menggunakan standar dinar tidak bisa mencetak uang semaunya, kecuali dalam batas kuantitas emas yang dimilikinya. Uang yang beredar hanya bisa ditambah ketika negara menerima sejumlah emas baru dari pihak luar. Sebaliknya, uang yang beredar bisa berkurang kalau ada orang yang menukarkan sebagian uangnya dengan emas. (El-Diwany, 2003: 92).
Kedua: sistem emas dan perak akan menjamin kestabilan moneter. Tidak seperti sistem uang kertas yang cenderung membawa instabilitas dunia karena penambahan uang kertas yang beredar secara tiba-tiba. (h. 226). Emas biasanya tidak mudah ditemukan dalam jumlah berlimpah. Dalam perkiraan terbaik, persediaan emas global dalam 300 tahun terakhir hanya bertambah rata-rata 2% pertahun. 
Tingkat pertumbuhan ini jauh di bawah pertumbuhan uang beredar berdasarkan perbankan modern yang menggunakan uang kertas. (El-Diwany, 2003: 93). Dalam setahun, seluruh industri tambang emas dunia hanya menghasilkan kira-kira 2000 ton emas, sangat jauh di bawah produksi baja di AS saja yang menghasilkan 10.500 ton perjamnya pada tahun 1995. (Hamidi, 2007: 109).
Ketiga: sistem emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antar-negara secara otomatis untuk mengoreksi ketekoran dalam pembayaran tanpa intervensi bank sentral. (Zallum, 2004: 226). Mekanisme ini disebut dengan automatic adjustment (penyesuaian otomatis) yang akan bekerja menyelesaikan ketekoran dalam perdagangan (trade imbalance) antar negara. (Hamidi, 2007: 137; Nurul Huda dkk, 2008: 103).
  • Mekanismenya: jika suatu negara (misal negara A) impornya dari negara B lebih besar daripada ekspornya, maka akan makin banyak emas dan perak yang mengalir dari negara A itu ke negara B. Ini karena emas dan perak digunakan sebagai alat pembayaran. Kondisi ini akan mengakibatkan harga-harga di dalam negara A turun, lalu menyebabkan harga-harga komoditi dalam negara A lebih murah daripada komoditi impor dari negara B, dan pada gilirannya akan mengurangi impor dari negara B. Sebaliknya, dalam sistem uang kertas, jika terjadi ketekoran semacam ini, negara A akan mencetak lebih banyak uang, sebab tak ada batasan untuk mencetaknya. Tindakan ini justru akan meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli pada uang di negara A.

Dalam sistem emas dan perak, negara tidak mungkin mencetak uang lagi, selama uang yang beredar dapat ditukar dengan emas dan perak pada tingkat harga tertentu. Sebab, negara khawatir tidak akan mampu melayani penukaran tersebut. (Zallum, 2004: 226).
Keempat: sistem emas dan perak mempunyai keunggulan yang sangat prima, yaitu berapapun kuantitasnya dalam satu negara, entah banyak atau sedikit, akan dapat mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang. (Zallum, 2004: 227). 
Jika jumlah uang tetap, sementara barang dan jasa bertambah, uang yang ada akan mampu membeli barang dan jasa secara maksimal. Jika jumlah uang tetap, sedangkan barang dan jasa berkurang, uang yang ada hanya mengalami penurunan daya beli. Walhasil, berapa pun jumlah uang yang ada, cukup untuk membeli barang dan jasa di pasar, baik jumlah uang itu sedikit atau banyak. (Yusanto, 2001: 144).
Hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk sistem uang kertas. Jika negara mencetak semakin banyak uang kertas, daya beli uang itu akan turun dan terjadilah inflasi. Jelaslah, sistem emas dan perak akan menghapuskan inflasi. Sebaliknya, sistem uang kertas akan menyuburkan inflasi. (Zallum, 2004: 227).
Kelima: sistem emas dan perak akan mempunyai kurs yang stabil antar negara. Ini karena mata uang masing-masing negara akan mengambil posisi tertentu terhadap emas atau perak. Dengan demikian, di seluruh dunia hakikatnya hanya terdapat satu mata uang, yaitu emas atau perak, meski mata uang yang beredar akan bermacam-macam di berbagai negara (Zallum, 2004: 227).
Benar hanya ada satu mata uang, karena satu ons koin emas (31 gram) di AS tidak akan berbeda dengan satu ons koin emas di Jepang, Jerman, atau Prancis. Mungkin satu ons emas itu akan diberi nama yang berbeda-beda di masing-masing negara ini, apakah diberi nama 20.000 Yen (Jepang), 200 Deutschemark (Jerman), 10.000.000 Rupiah (Indonesia), atau 1000 Franc (Prancis). Namun, tidak akan ada biaya transaksi signifikan yang menggambarkan perbedaan kurs. Konsekuensinya, spekulasi mata uang asing (valas) tidak akan dapat lagi dilakukan dan perdagangan internasional pun akan makin bergairah, karena emas dan perak telah menghindarkan para eksportir/importir dari sumber ketidakpastian yang terbesar, yaitu kurs yang tidak tetap (fluktuatif) (El-Diwany, 2003:97).
Keenam: sistem emas dan perak akan memelihara kekayaan emas dan perak yang dimiliki oleh setiap negara. Jadi, emas dan perak tidak akan lari dari satu negeri ke negeri lain. Negara manapun tidak memerlukan pengawasan untuk menjaga emas dan peraknya. Mengapa? Sebab, emas dan perak itu tidak akan berpindah secara percuma atau ilegal. Emas dan perak tidak akan berpindah kecuali menjadi harga bagi barang atau jasa yang memang hal ini dibolehkan syariah (Zallum, 2004: 227; An-Nabhani, 2004:277). Contoh: untuk mengimpor bahan pangan, alat-alat berat, persenjataan, atau untuk membayar tenaga ahli dari berbagai bidang dari luar negeri yang diperlukan untuk membangun negara Khilafah. Dengan kata lain, tidak akan ada keuntungan investasi asing yang dapat diterjemahkan sebagai kerugian mata uang dalam negeri. (El-Diwany, 2003: 98).
Penutup
Itulah sekilas beberapa keunggulan mata uang emas dan perak yang diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (2004), dengan pengayaan dari berbagai referensi berharga lainnya. Dengan memahami berbagai keunggulan itu, kita tak perlu lagi meragukan kemampuan mata uang emas dan perak dalam mengatasi masalah-masalah moneter yang menyengsarakan umat selama ini.
Namun, kemampuan mata uang emas dan perak itu tak ada gunanya kalau hanya menjadi wacana kosong di negeri-negeri Dunia Islam yang masih rela tunduk pada hegemoni Barat pimpinan AS. Dengan patuh sebagai budak Barat, mereka memang masih bisa hidup sebagai “rumput”, tetapi bukan sebagai “pohon cemara”. Mereka memang tidak terhempas angin, cuma diinjak-injak dengan hina. Hanya negara Khilafah kiranya yang akan mampu mengemban tugas memuliakan umat dengan emas dan perak. Allahu Akbar! [KH. M. Shiddiq Al-Jawi]

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat) Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui s...