Selasa, 18 Desember 2018

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat)
Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Sampailah ia di Makkah dan merasa betah tinggal di sana. Ia pun bermukim di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah. 
 AbuHudzaifah mengawinkan Yasir dengan salah seorang budaknya yang bernama Sumayyah binti Khayyath; dari perkawinan ini, kedua suami istri itu dikaruniai seorang putra bernama Ammar.
Keluarga Yasir termasuk dalam golongan assabiqunal awwalun (generasi pertama). Sebagaimana halnya orang-orang saleh yang termasuk dalam golongan yang pertama masuk Islam, mereka cukup menderita karena persekusi kaum Quraisy. Sebagaimana penduduk Makkah yang rendah martabatnya, miskin, atau dari golongan budak belian, maka mereka disiksa karena keislamannya. Penyiksaan mereka diserahkan kepada Bani Makhzum, kaum yang bertanggung jawab atas diri mereka.
Bani Makhzum menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari agamanya. Tanpa rasa iba, mereka menyiksa dan menyeret keluarga Yasir di jalanan dan membawa mereka ke padang pasir di tengah terik matahari. Orang-orang musyrik memakaikan baju besi kepada mereka untuk menambah penderitaan. Setelah keringat mereka berhenti mengalir, tubuh mereka kering, dan darah mereka mulai bercucuran, mereka dipaksa untuk kembali murtad dari agama Islam dan dipaksa untuk menghina dan mencaci Rasulullah.
Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah disiksa dengan kejam, maka beliau menengadahkan ke langit dan berseru,
“Bersabarlah, wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga.”

Sumayyah binti Khayyath mendengar seruan Rasulullah saw maka beliau bertambah tegar dan optimis. Dengan kewibawaan imannya, dia mengulang-ulang dengan berani, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”
Kerasnya siksaan ternyata tak membuat iman mereka goyah. Hingga akhirnya, Abu Jahal turun tangan untuk menyiksa Sumayyah dan keluarganya. Tangan dan kaki mereka diikat lalu dilemparkan di atas kerikil tajam dan panas. Di tengah siksaan yang kejam, Sumayyah dengan penuh keberanian justru menantang Abu Jahal, seorang pemimpin Quraisy yang disegani. Abu Jahal murka mendengar seorang perempuan menantangnya. Ia lalu membunuh Sumayyah dengan cara yang keji, demi menutupi rasa gengsinya yang telah dihinakan seorang perempuan. Sumayyah pun gugur sebagai syahidah pertama. Ia adalah pahlawan Islam pertama yang meninggal, karena mempertahankan agamanya.
Demikianlah persekusi yang dihadapi kaum Muslim generasi awal, ketika mereka mendapatkan kekerasan verbal maupun fisik semata karena mempertahankan keyakinannya. Kaum Muslim, sebagai sebuah entitas, tidak bisa berbuat banyak untuk menolong saudara-saudara mereka yang menjadi korban persekusi dan tindak kekerasan. Kalaulah ada pertolongan yang diberikan – sebagaimana Abu Bakar yang membebaskan sejumlah sahabat dari kalangan budak, seperi Bilal bin Rabah – jumlahnya tak banyak.
Bahkan ketika Allah swt telah menurunkan pertolongannya, mempertemukan Rasulullah saw dengan kekuatan baru dari Yatsrib, Rasul dan para sahabat tidak juga memerangi para pelaku persekusi. Ketika orang-orang Yatsrib itu bertanya kepada Nabi pada saat bai’at Aqobah yang kedua, “Kenapa kita tidak menyerang penduduk lembah ini (lembah Mina)?” Rasul menjawab, “Aku belum diperintahkan untuk melakukan itu.” (Tafsir Ibnu Katsir 5/434).
Pembelaan kepada sesama Muslim yang mengalami penganiayaan atau penyiksaan dalam bentuk perlawanan bersenjata baru dilakukan setelah turun izin berperang dari Allah swt.
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. Al-Hajj : 39)

Ayat ini turun ketika Rasulullah SAW sudah berada di Madinah. Ketika Madinah sudah menjadi tempat yang aman bagi umat Islam; setelah kaum Muslim memiliki kekuatan, barulah Allah SWT menurunkan ayat ini, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Katsir. Demikianlah, izin berperang baru diberikan Asy-Syari’ setelah Rasulullah saw mendapatkan tempat hijrah Madinah; yakni setelah penduduk Madinah menepati bai’atnya kepada Rasul, menolong Rasul dan para Muhajirin, sehingga terbentuklah entitas Daulah Islamiyah di Madinah.
Selepas turunnya izin berperang, sikap yang berbeda ditunjukkan oleh Baginda Nabi saw ketika menghadapi persekusi, penganiayaan, atau penistaan atas Islam atau kaum Muslim. Telah masyhur sebuah episode perjalanan hidup Nabi saw di Madinah, ketika beliau memberangkatkan pasukan, mengepung, dan akhirnya mengusir kaum Yahudi Bani Qainuqa setelah mereka melakukan penistaan kepada seorang Muslimah di Pasar Bani Qainuqa. Pun demikian, ketika Rasulullah saw memberangkatkan 3.000 pasukan, menembus padang pasir di Semenanjung Arab sejauh lebih seribu kilometer menuju perbatasan Romawi, semata karena hendak menuntut balas kematian utusan Rasul, Harits bin Umair radhiallahu ‘anhu kepada Raja Bushra, yang dihadang dan dibunuh tatkala utusan ini sampai di Mu’tah.
Sikap ini pula yang ditunjukkan para khalifah sesudahnya, termasuk di antaranya Khalifah Al Mu’tashim – khalifah ke-8 Bani Abbasiyah – yang mengirimkan pasukan besar dan membebaskan kota Ammuriyah dari kekuasaan Romawi setelah ia mendengar seruan seorang Muslimah yang ditawan dan dilecehkan pasukan Romawi di sana; seruan yang masyhur, “Wahai Muhammad, wahai Mu’tashim!!” ternyata berhasil menggerakkan Khalifah Al Mu’tashim dan kaum Muslim untuk membela kehormatan dan menaklukkan sebuah kota dari tangan pasukan kafir.
Demikianlah tuntunan syariat bagi kaum Muslim ketika menghadapi berbagai derita akibat persekusi kaum kafir durjana; yaitu hadirnya sebuah kekuatan yang cukup untuk menghentikan sikap aniaya musuh-musuh umat, sebuah negara adidaya: khilafah sebutannya.
Maka, ketika foto dan kisah derita kaum Muslim di berbagai negeri memenuhi time line media sosial kita, silih berganti seolah tiada henti, wajarlah jika muncul sebuah tanya: sudahkah kita sepakat dengan solusi sesuai syariat? Ketika kabar derita terus mengalir dari Palestina, Myanmar, Kashmir, Yaman, Turkistan, dan negeri-negeri Muslim lainnya, patutlah kita merenung apakah kita ikut berkontribusi melanggengkan derita. Yaitu ketika kita mencukupkan bantuan kita dengan aksi demo, kutukan, bantuan makanan, selimut, dan obat-obatan.
Dengan segala hormat, tentu tak ada maksud untuk mengecilkan itu semua. Tapi, mencukupkan diri dengan upaya tersebut, seraya mengabaikan perjuangan menegakkan khilafah, khawatir kita termasuk pihak-pihak yang berkontribusi melanggengkan derita. Semoga tidak demikian adanya.

Minggu, 30 September 2018

Power of RUH

Oleh Yudha Pedyanto
Ketika ditanya apa pekerjaan saya, biasanya saya jawab; tukang jahit keliling. Kadang saya menjahit kata (seperti sekarang), kadang saya menjahit kode aplikasi. Klien saya beragam. Mulai dari perusahaan kategori obvitnas yang dijaga datasemen rudal, sampai organisasi-yang-namanya-tidak-boleh-disebut karena menyangkut enkripsi informasi rahasia negara. Klien-klien semacam tadi menuntut saya harus selalu up-to-date dengan produk-produk Android dan Apple.
Bicara tentang Apple, baru-baru ini ia dinobatkan sebagai perusahaan termahal di dunia, dengan market cap sebesar satu triliun dollar. Itu artinya kalo Anda ingin membeli perusahaan Apple, Anda harus merogoh kocek satu triliun dollar atau sekitar 15,000 triliun rupiah. Gak banyak koq. Itu cuma tiga kali lipat hutang pemerintah sekarang, atau enam kali lipat APBN sekarang.
  • Apa rahasia sukses Apple? Mengapa dia selalu sukses setiap release produk baru, sementara perusahaan lain kembang kempis mengais-ngais profit yang makin tipis, itu pun hanya puas dengan meniru produk Apple. Apa yang membedakan Apple dengan kompetitor-peniru-untung-tipis tadi? Menurut Simon Sinek, penulis best seller Start With Why, perbedaannya adalah: Apple memulai dengan MENGAPA (WHY), sedangkan kompetitornya memulai dengan APA (WHAT).

Ketika kompetitor Apple membuat produk, mereka berangkat dengan APA. Yakni fitur-fitur kasat mata seperti; hey coba lihat HP baru ini dengan 6GB RAM, real Octa Core prosessor, 24 MP front camera, 4500 mAh battery dan ada poninya mirip iPhone X. Dan produk tadi langsung tenggelam ketika ada kompetitor beri fitur sama dengan harga separuhnya.
Tapi ketika Apple membuat produk, mereka tidak pernah berangkat dengan APA. Apple tidak pernah repot-repot menjelaskan fitur-fitur kasat matanya. Bahkan kalau mau dilihat; semua produk Apple rata-rata spec hardware-nya hanya separuhnya Android, tapi dengan harga dua bahkan tiga kali lipat lebih mahal. Tapi tetap saja produk-produk Apple laris manis bak kacang goreng.
Mengapa? Karena Apple tidak pernah memulai dengan APA, tapi dengan MENGAPA. Ketimbang sibuk menjelaskan APA fitur kasat matanya, Apple menjelaskan MENGAPA alasan dan tujuan (tak kasat mata) yang diyakininya:
Kami adalah perusahaan yang menantang status quo, kami adalah perusahaan yang selalu “think different”; jika Anda merasa sejalan dengan nilai dan keyakinan kami, silahkan beli produk-produk kami.
Jika Anda menyangka Apple menjual produk, Anda salah besar. Apple tidak menjual produk APA, tapi nilai MENGAPA. 

Produk hanyalah tangible proof; sekedar bukti dan manifestasi kasat mata dari nilai dan keyakinan tak kasat mata yang mereka miliki.


  • Inilah mengapa Apple jadi legendaris, karena ia punya nilai MENGAPA yang kuat dan konsisten; anti status quo dan think different.
Sebaliknya HP-HP merek Cina harus puas mengais-ngais dengan margin tipis, karena mereka hanya menjual APA tanpa punya nilai MENGAPA sama sekali. Nike dan Harley Davidson pun menjadi legendaris karena melakukan hal yang sama, mereka menjual nilai MENGAPA yang kuat dengan konsisten. Menurut Simon Sinek, inilah mengapa Power of WHY akan selalu mengalahkan Power of WHAT.
Sayang Simon Sinek tidak membaca kitab Al-Fikru Al-Islamiy karangan Muhammad Muhammad Ismail yang terbit puluhan tahun sebelumnya. Seandainya dia baca, mungkin dia akan sadar kalau Power of WHY tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Power of RUH, atau dalam istilah Muhammad Muhammad Ismail disebut Al-Quwwah Ar-Ruhiyah.
Menurut Ismail, Al-Quwwah Al-Madiyah (Power of WHAT) akan selalu dikalahkan oleh Al-Quwwah Al-Maknawiyah (Power of WHY).

Hal ini sejalan dengan tesis Simon Sinek di atas. Tapi Al-Quwwah Al-Maknawiyah (Power of WHY) akan selalu dikalahkan oleh Al-Quwwah Ar-Ruhiyah (Power of RUH).

Tesis inilah yang luput dari pembahasan Simon Sinek, sehingga sangat menarik untuk dibahas.
Meminjam sudut pandang Ismail, Power of WHY bisa saja membangun perusahaan hebat, tapi insufficient atau tak cukup untuk membangun peradaban hebat. 

Coba lihat, sebuah perusahaan dengan market cap senilai enam kali APBN kita; apa yang dihasilkannya? Sebuah gadget kinclong yang fiturnya nyaris tak berubah; bisa telpon, kirim pesan, selfie serta bersosmed ria. Nampaknya mereka membeli bukan karena teknologi, tapi karena gengsi.
Dari kaca mata peradaban, market cap Apple senilai 15,000 triliun rupiah tadi tidak berarti apa-apa, kecuali gadget kinclong yang bisa untuk kirim pesan dan telpon saja.

Jika ada yang bisa disebut sebagai kemajuan dan terobosan, maka yang ada bukan kemajuan dan terobosan teknologi, tapi kemajuan dan terobosan budaya hedonisme dan konsumerisme yang semakin masif dan menjadi-jadi.

Inilah hasil Power of WHY selama satu-dua abad perjalanan peradaban kapitalis global.

Market cap sebesar itu seharusnya bisa mengantarkan umat manusia berada di garis terdepan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Saya sebenarnya berharap, perusahaan-perusahaan milik Elon Musk seperti SpaceX (eksplorasi ruang angkasa), Solar City (panel surya rumah murah) atau Tesla (mobil listrik ramah lingkungan), seharusnya jadi perusahaan-perusahaan pemimpin dunia, bukan Apple.
Tapi peradaban kapitalis nampaknya sangat tak bersahabat dengan orang-orang visioner semacam Elon Musk. Saya termasuk yang khawatir terhadap nasib perusahaan-perusahaannya ke depan. Harga sahamnya naik turun. Roket SpaceX berulang kali meledak.

Terakhir ia membuka paten mobil Tesla-nya ke publik, agar banyak produsen sejenis bermain di mobil listrik, sehingga SPBU-SPBU listrik atau charging station makin banyak dan terjangkau. Sepertinya Elon Musk adalah the right man in the wrong system.
Seharusnya terobosan mutakhir dan menantang seperti eksplorasi luar angkasa, energi alternatif dan mobil listrik tidak diemban oleh perusahaan, tapi negara. Karena misi-misi mulia tadi berbiaya tinggi, bersifat jangka panjang, serta taruhannya kelangsungan umat manusia di muka bumi ini. Misi-misi mulia tadi tidak boleh tunduk oleh supply and demand ataupun kepentingan jangka pendek para pemegang saham.
  • Tapi peradaban kapitalis tidak mengerti semuanya tadi. Dia hanya mengerti prinsip to make millions, sell millions. Jualah sebanyak-banyaknya consumer products yang retail friendly dan mudah ketinggalan zaman, secara berulang-ulang ke banyak orang. Kalau pun ada teknologi, itu sekedar teknologi tepat guna yang digunakan tentara AS menginvasi negeri-negeri Islam. Seperti di Irak dan entah negara mana lagi yang akan diinvasi AS kemudian hari.
Inilah problem peradaban kapitalis yang dipimpin oleh Power of WHY. Sebuah peradaban yang hanya mengabdi kepada materi, dan hanya mengerti bahasa untung-rugi. Sebenarnya pernah ada sebuah peradaban yang dipimpin oleh Power of RUH, yang mengabdi kepada Pencipta materi, dan tidak menggunakan pendekatan untung-rugi tapi pahala-dosa.


  • Peradaban ini pernah terbentang selama tiga belas abad dan telah mewariskan banyak penemuan dan terobosan sains dan teknologi.
Jika saat ini Anda sedang membaca tulisan ini dari gadget atau komputer, maka tidak bisa dilepaskan dari teknologi digital dan algoritma yang digagas oleh Al-Khawarizmi. Jika Anda suka selfie atau memotret dengan kamera HP, maka tidak bisa dilepaskan dari penemuan “qamara” atau Kamera Obscura pertama oleh Ibnu Haitham. Jika Anda sering berpergian dengan pesawat terbang, maka tidak bisa dilepaskan dari penemuan Ibnu Firnas yang berhasil terbang dari menara Masjid Agung Cordova, seribu tahun sebelum Wright bersaudara. Disiplin ilmu Enkripsi yang saya tekuni pun tak bisa dilepaskan dari Bapak Kriptografi Abu Yusuf Al-Kindi.
Kita tidak hanya membutuhkan peradaban baru, tapi tata nilai baru, keyakinan baru, serta cara pandang dunia yang juga baru. Dan tidak ada yang mampu memberikannya, kecuali Islam. Karena hanya Islam yang memiliki perangkat konseptual yang memadai, serta bukti historis yang tak sebentar. Selain itu, akar persoalan peradaban kapitalis terletak pada “building blocks” materialistik untung-ruginya.

Adakah ada alternatif solusi lain yang mampu menawarkan “building blocks” spiritual yang secara teoritis dan historis sudah teruji, selain Islam?
Ketika ditanya apa pekerjaan saya, biasanya saya jawab; tukang jahit keliling. Tapi setelah dipikir-pikir kita semua adalah tukang jahit. Mungkin bukan menjahit kata, apalagi kode. Tapi menjahit asa umat manusia yang saat ini terkoyak dan tercabik oleh kapitalisme dan sekulerisme. Menjahit harapan dan perjuangan kembalinya sebuah peradaban gemilang yang menebarkan kemajuan, kesejahteraan dan keadilan kepada sesama. Itulah khilafah ala minhajin nubuwwah.
Jogjakarta, 1 Oktober 2018

Minggu, 09 September 2018

3 hal yang harus kita rubah agar Umat Islam Bnagkit !!!

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ  

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS Ar Radu13:11


Ada pertanyaan besar dibenak saya ketika menemukan fakta bahwa Umat Islam pernah berjaya selama 1300 tahun lamanya. Mengusai 2/3 Dunia dari Andalusia, Eropa, bahkan dakwahnya hingga Indonesia. 

Namun apa yang terjadi sekarang Umat Islam termasuk  di Indonesia  terpuruk di segala bidang kehidupan. Dari sisi Iptek (Ilmu pengetahuan dan Teknologi) kita hanya jadi konsuntif. Dari Kedelai, handphone, motor, mobil semua kita impor bahkan kapas untuk bahan baku kaos kita pun Impor.  

Coba kita lihat korea selatan yang katanya merdeka 15 Agustus 1945 sedang  Indonesia 17 Agustus 1945 . bahkah kita kita selisih merdeka dari korea selatan hanya 2 hari saja. Kini handphone korea selatan (samsung) menjadi handphone terlaris didunia mengalahkan raksasa besar nokia. 

Bidang Budaya Anak muda kita terseret Virus KEBARAT-BARATNYA semua impor kiblat ke Negara pemenang perang dunia 2, Negara adidaya Amerika. Industri Hiburan yang disisipi sex, alkohol, dan liberalisme merusak akal sehat seluruh kaum Muslimin di dunia. Dari makanan hingga gaya berpakaian semua berkiblat pada barat. 


Satu lagi di Bidang sosial kerusakan Akhlak moral anak muda , hancurnya sendi-sendir kehidupan rumah tangga, sex bebas, homosex, lesbian, pembunuhan, zina , dan narkoba begitu maraknya. Bahkan akibat pergaulan bebas dan rusaknya tatanan kehidupan ini angka aborsi di Indonesia sudah tidak wajar lagi. 

Setidaknya ada 3 Hal yang harus kita rubah agar Nasib Umat ini berubah. simak firman Allah : 


إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ  

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS Ar Radu13:11

Mewujudkan Takwa Individu, Masyarakat, dan Negara

1.Individu Bertaqwa Bangkitnya  seseorang itu tergantung pada pemikirannya. Pemikiran yang paling mendasar yang akan menjadi Aqidah aqliyah agar pondasi beriman Mantap dan Kokoh. Apa itu taqwa jumhur Ulama sepakat bahwa taqwa adalah menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya dalam rangka mencari ridho Allah. 

Kalau ingin Berubah , yang kita ubah adalah pemikirannya MIND SET tentang alam semsta ,manusia, dan kehidupan ini sebenarnya asalnya dari mana ? Untu apa kita berada di dunia ini ? dan mau kemana kita setelah mati. Jawaban ini nanti akan menjadi dasar perubahan. 

Namun ketaqwaaan Individu saja tidak cukup. Ditengan godaan Akhir zaman ini jika ekosisten dan lingkungan kita tidak mendukung buat bertaqwa akan berat rasanya melakukan perubahan yang hakiki. Kita perlu mengubahnya menjadi Masyarakat yang bertaqwa.

2.Masyarakat yang BERTQWA 

Objek taklif pelaksana syariah yang kedua adalah jamaah. Individu bertaqwa juga akan berat sekali jika masyarakatnya tidak bertaqwa. Dalam syariat Islam kafah ada hukum yang bisa dilaksanakan individu, jamaah atau kelompok, dan ada hukum hukum yang hanya boleh dilaksanakan oleh negara bertaqwa. (qisos , rajam, dll)

Masyarakat bukan hanya kumpulan individu individu tapi juga sekumpulan manusia yang berinteraksi mempunyai pemikiran yang sama, perasaan yang sama (islami), dan di ikat oleh satu aturan (syariat) yang sama baru bisa di sebut msyarakat betaqwa. Saat fase Rasulullah belum memiliki Daulah Rasulullah menyiapkan juga masyarakat bertaqwa sehingga ketika daulan tegak masyarakat sudah siap menginginkan perubahan yang hakiki dan mau tunduk ada syariat Islam (hukum Allah).

Dakwah menyeru pada individu saja tentu belum cukup seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. Dakwah menyeru kepada Umat untuk menegakkan syariat Islam kaffah, untuk betaqwa hanya keada Allah , untuk berjuang menegakkan syariat dan khilafah harus senantiasa di serukan. 

Khilafah sendiri hukumnya fardu khifayah, bukn tujuan namun tariqoh  syari untuk menegakkan Islam secara kaffah. Agar hukum2 Islam tegak dan juga Islam bisa disebarkan keseluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. 

3.Negara Betaqwa 

Sistem Politik , Ekonomi, pergaulan, pendidikan, sanksi, politik dalam dan luar negeri semua teryata ada syariatnya. Mau ke kamar mandi atau bercermin saja ada aturannya apalagi selevel negara pasti ada aturannya / syariatnya. 

Namun di masyarakat sekuler paham ini mencoba memisahkan agama dan negara. Padahal negara adalah institusi pelaksana hukum Islam secara kaffah. Hukum tanpa Negara tidak akan bisa terlaksana hukum2 itu. Negara bertaqwa dipimpin oleh orang2 yang betaqwa dan negara ini seperti yang dicontohkan para sahabat dan Rasulullah saw bentuknya Khilafah islamiyah yang dipimpin oleh satu orang kholifah.


Apa itu Khilafah ? 

Sabtu, 08 September 2018


Zalim (Arab: ظلم, Dholim) dalam ajaran Islam adalah meletakkan sesuatu/ perkara bukan pada tempatnya. Orang yang berbuat zalim disebut zalimin dan lawan kata dari zalim adalah adil.


Keunggulan Dinar-Dirham KH Shidiq Al Jawi

Keunggulan Dinar-Dirham
KH Shidiq Al Jawi

Pengantar
Ketika dunia menggunakan emas dan perak sebagai mata uang, tidak pernah terjadi sama sekali masalah-masalah moneter seperti inflasi, fluktuasi nilai tukar, dan anjloknya daya beli. Profesor Roy Jastram dari Berkeley University AS, dalam bukunya The Golden Constant, telah membuktikan sifat emas yang tahan inflasi.
Menurut penelitiannya, harga emas terhadap beberapa komoditi dalam jangka waktu 400 tahun hingga tahun 1976 adalah konstan dan stabil. (Nurul Huda dkk, 2008: 104).
Masalah-masalah moneter itu justru terjadi setelah dunia melepaskan diri dari standar emas dan perak serta berpindah ke sistem uang kertas (fiat money), yaitu mata uang yang berlaku semata karena dekrit pemerintah, yang tidak ditopang oleh logam mulia seperti emas dan perak. 
Dalam sistem Bretton Woods yang berlaku sejak 1944, dolar masih dikaitkan dengan emas, yaitu uang $35 dolar AS dapat ditukar dengan 1 ons emas (31 gram). Namun, pada 15 Agustus 1971, karena faktor ekonomi, militer dan politik, Presiden AS Richard Nixon akhirnya menghentikan sistem Bretton Woods itu dan dolar tak boleh lagi ditukar dengan emas. (Hasan, 2005). 
Mulailah era nilai tukar mengambang global yang mengundang banyak masalah. Dolar semakin terjangkit penyakit inflasi. Pada tahun 1971 harga resmi emas adalah $38 dolar AS per ons. Namun, pada tahun 1979 harganya sudah melonjak jadi $450 dolar AS per ons (El-Diwany, 2003).
Masalah-masalah moneter seperti itu hanya dapat diatasi oleh mata uang emas dan perak saja. Mengapa? Sebab, emas dan perak mempunyai banyak keunggulan. 
Telaah ini bertujuan mengupas lebih dalam mengenai keunggulan-keunggulan sistem emas dan perak tersebut, sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (2004), khususnya bab Fawâ’id Nizhâm adz-Dzahab wa al-Fidhdhah. (h. 224-dst).
Keunggulan Mata Uang Emas dan Perak
Syaikh Zallum menerangkan setidaknya terdapat 6 (enam) keunggulan mata uang emas dan perak sebagai berikut (h. 224-227).
  1. Pertama: emas dan perak adalah komoditi, sebagaimana komoditi lainnya, semisal unta, kambing, besi, atau tembaga. Untuk mengadakannya perlu ongkos eksplorasi dan produksi. Komoditi ini dapat diperjualbelikan apabila ia tidak digunakan sebagai uang. Jadi, emas dan perak termasuk uang komoditi/uang barang (commodity money). (Nasution, 2008: 241).
Artinya, emas dan perak mempunyai nilai intrinsik (qîmah dzatiyah) pada dirinya sendiri. Beda dengan uang kertas yang tidak memiliki nilai intrinsik pada barangnya sendiri. (Thabib, 2003: 326).
Dengan menggunakan mata uang emas dan perak, suatu negara tidak akan dapat mencetak mata uang sesukanya lalu mengedarkannya ke pasar. Ini berbeda dengan uang kertas; negara dapat saja mencetak uang kertas berapa pun ia mau, karena uang kertas tidak mempunyai nilai intrinsik pada dirinya sendiri. (Zallum, 2004: 224).
Ilustrasinya, untuk mencetak lembaran uang satu dolar AS, biayanya 4 sen dolar. Dengan anggapan 1 dolar senilai Rp 10.000, maka nilai 4 sen dolar hanya Rp 400 (1 dolar=100 sen dolar). Kalau mau mencetak lembaran uang 100 dolar, biayanya juga masih sekitar 4 sen dolar itu. Inilah yang mengakibatkan The Fed (Bank Sentral AS) sangat leluasa mencetak dolar hampir unlimited sehingga menimbulkan inflasi permanen. (Hamidi, 2007: 37).
Namun, untuk mencetak uang senilai 1 dinar emas, diperlukan emas seberat 4,25 gram. Negara yang menggunakan standar dinar tidak bisa mencetak uang semaunya, kecuali dalam batas kuantitas emas yang dimilikinya. Uang yang beredar hanya bisa ditambah ketika negara menerima sejumlah emas baru dari pihak luar. Sebaliknya, uang yang beredar bisa berkurang kalau ada orang yang menukarkan sebagian uangnya dengan emas. (El-Diwany, 2003: 92).
Kedua: sistem emas dan perak akan menjamin kestabilan moneter. Tidak seperti sistem uang kertas yang cenderung membawa instabilitas dunia karena penambahan uang kertas yang beredar secara tiba-tiba. (h. 226). Emas biasanya tidak mudah ditemukan dalam jumlah berlimpah. Dalam perkiraan terbaik, persediaan emas global dalam 300 tahun terakhir hanya bertambah rata-rata 2% pertahun. 
Tingkat pertumbuhan ini jauh di bawah pertumbuhan uang beredar berdasarkan perbankan modern yang menggunakan uang kertas. (El-Diwany, 2003: 93). Dalam setahun, seluruh industri tambang emas dunia hanya menghasilkan kira-kira 2000 ton emas, sangat jauh di bawah produksi baja di AS saja yang menghasilkan 10.500 ton perjamnya pada tahun 1995. (Hamidi, 2007: 109).
Ketiga: sistem emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antar-negara secara otomatis untuk mengoreksi ketekoran dalam pembayaran tanpa intervensi bank sentral. (Zallum, 2004: 226). Mekanisme ini disebut dengan automatic adjustment (penyesuaian otomatis) yang akan bekerja menyelesaikan ketekoran dalam perdagangan (trade imbalance) antar negara. (Hamidi, 2007: 137; Nurul Huda dkk, 2008: 103).
  • Mekanismenya: jika suatu negara (misal negara A) impornya dari negara B lebih besar daripada ekspornya, maka akan makin banyak emas dan perak yang mengalir dari negara A itu ke negara B. Ini karena emas dan perak digunakan sebagai alat pembayaran. Kondisi ini akan mengakibatkan harga-harga di dalam negara A turun, lalu menyebabkan harga-harga komoditi dalam negara A lebih murah daripada komoditi impor dari negara B, dan pada gilirannya akan mengurangi impor dari negara B. Sebaliknya, dalam sistem uang kertas, jika terjadi ketekoran semacam ini, negara A akan mencetak lebih banyak uang, sebab tak ada batasan untuk mencetaknya. Tindakan ini justru akan meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli pada uang di negara A.

Dalam sistem emas dan perak, negara tidak mungkin mencetak uang lagi, selama uang yang beredar dapat ditukar dengan emas dan perak pada tingkat harga tertentu. Sebab, negara khawatir tidak akan mampu melayani penukaran tersebut. (Zallum, 2004: 226).
Keempat: sistem emas dan perak mempunyai keunggulan yang sangat prima, yaitu berapapun kuantitasnya dalam satu negara, entah banyak atau sedikit, akan dapat mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang. (Zallum, 2004: 227). 
Jika jumlah uang tetap, sementara barang dan jasa bertambah, uang yang ada akan mampu membeli barang dan jasa secara maksimal. Jika jumlah uang tetap, sedangkan barang dan jasa berkurang, uang yang ada hanya mengalami penurunan daya beli. Walhasil, berapa pun jumlah uang yang ada, cukup untuk membeli barang dan jasa di pasar, baik jumlah uang itu sedikit atau banyak. (Yusanto, 2001: 144).
Hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk sistem uang kertas. Jika negara mencetak semakin banyak uang kertas, daya beli uang itu akan turun dan terjadilah inflasi. Jelaslah, sistem emas dan perak akan menghapuskan inflasi. Sebaliknya, sistem uang kertas akan menyuburkan inflasi. (Zallum, 2004: 227).
Kelima: sistem emas dan perak akan mempunyai kurs yang stabil antar negara. Ini karena mata uang masing-masing negara akan mengambil posisi tertentu terhadap emas atau perak. Dengan demikian, di seluruh dunia hakikatnya hanya terdapat satu mata uang, yaitu emas atau perak, meski mata uang yang beredar akan bermacam-macam di berbagai negara (Zallum, 2004: 227).
Benar hanya ada satu mata uang, karena satu ons koin emas (31 gram) di AS tidak akan berbeda dengan satu ons koin emas di Jepang, Jerman, atau Prancis. Mungkin satu ons emas itu akan diberi nama yang berbeda-beda di masing-masing negara ini, apakah diberi nama 20.000 Yen (Jepang), 200 Deutschemark (Jerman), 10.000.000 Rupiah (Indonesia), atau 1000 Franc (Prancis). Namun, tidak akan ada biaya transaksi signifikan yang menggambarkan perbedaan kurs. Konsekuensinya, spekulasi mata uang asing (valas) tidak akan dapat lagi dilakukan dan perdagangan internasional pun akan makin bergairah, karena emas dan perak telah menghindarkan para eksportir/importir dari sumber ketidakpastian yang terbesar, yaitu kurs yang tidak tetap (fluktuatif) (El-Diwany, 2003:97).
Keenam: sistem emas dan perak akan memelihara kekayaan emas dan perak yang dimiliki oleh setiap negara. Jadi, emas dan perak tidak akan lari dari satu negeri ke negeri lain. Negara manapun tidak memerlukan pengawasan untuk menjaga emas dan peraknya. Mengapa? Sebab, emas dan perak itu tidak akan berpindah secara percuma atau ilegal. Emas dan perak tidak akan berpindah kecuali menjadi harga bagi barang atau jasa yang memang hal ini dibolehkan syariah (Zallum, 2004: 227; An-Nabhani, 2004:277). Contoh: untuk mengimpor bahan pangan, alat-alat berat, persenjataan, atau untuk membayar tenaga ahli dari berbagai bidang dari luar negeri yang diperlukan untuk membangun negara Khilafah. Dengan kata lain, tidak akan ada keuntungan investasi asing yang dapat diterjemahkan sebagai kerugian mata uang dalam negeri. (El-Diwany, 2003: 98).
Penutup
Itulah sekilas beberapa keunggulan mata uang emas dan perak yang diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (2004), dengan pengayaan dari berbagai referensi berharga lainnya. Dengan memahami berbagai keunggulan itu, kita tak perlu lagi meragukan kemampuan mata uang emas dan perak dalam mengatasi masalah-masalah moneter yang menyengsarakan umat selama ini.
Namun, kemampuan mata uang emas dan perak itu tak ada gunanya kalau hanya menjadi wacana kosong di negeri-negeri Dunia Islam yang masih rela tunduk pada hegemoni Barat pimpinan AS. Dengan patuh sebagai budak Barat, mereka memang masih bisa hidup sebagai “rumput”, tetapi bukan sebagai “pohon cemara”. Mereka memang tidak terhempas angin, cuma diinjak-injak dengan hina. Hanya negara Khilafah kiranya yang akan mampu mengemban tugas memuliakan umat dengan emas dan perak. Allahu Akbar! [KH. M. Shiddiq Al-Jawi]

Sabtu, 21 Juli 2018

ADAB MENASEHATI



ADAB MENASEHATI
Antara terang-terangan & sembunyi-sembunyi
Sebetulnya pembahasan mengenai Adab Menasehati ini masih banyak pihak yang tidak bisa membedakan batasan mana menasehati secara sembunyi-sembunyi (4 mata, privat), dan mana menasehati secara terang-terangan (di depan umum, publik).
Serta mana situasi-kondisi yang jatuh patut untuk dinasehati secara sembunyi-sembunyi dan mana situasi-kondisi yang jatuh patut untuk dinasehati secara terang-terangan.
Kewajiban menasehati untuk mengingatkan dan menyampaikan kebenaran termaktub dalam dalil:
  • ''Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?'.'' [QS.Fushshilat: 33].

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” [Ali Imran: 110].
“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya, dia segera memperbaikinya,” [HR. Bukhari].
Lalu menasehati itu ada dua jenis, ada yang menasehati secara sembunyi-sembunyi, dan ada yang menasehati secara terang-terangan.
Pembahasan pertama.
Tentang menasehati secara terang-terangan. Berikut dalilnya:
  • “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. [QS. Al-Hijr : 94].

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.” [Al-Ma’idah : 2].
  • “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” [Al-‘Ashr : 1-3].

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” [At-Taubah : 71].
  • ''Agama itu adalah nasihat.“ Kami berkata: “Kepada siapa wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan para imam kaum Muslimin serta segenap kaum Muslimin.”[HR.Muslim no.55].

“Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah/mencegah dengan tangannya (kekuasaannya). Jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia merubah/mencegahnya dengan lisahnya (nasehat dan peringatan, pent). Dan jika tidak mampu, maka hendaklah ia merubah/mencegahnya dengan hatinya (yakni merasakan tidak senang dan tidak rela). Dan yg demikian itu adalah selemah-lemah Iman”. [HR.Imam Muslim, dan Ahmad].
Dalil-dalil diatas menerangkan tentang menyampaikan kebenaran secara Terang-terangan kepada:
1. Orang yang jelas-jelas melaksanakan kemaksiatan secara terang-terangan
2. Orang yang memang sudah terbiasa sering melakukan kemaksiatan
3. Kemaksiatannya itu akan berpengaruh besar dan buruk kepada khalayak umat
4. Dia bermaksiat dengan melanggar serta tidak sepakat dengan Perkara Ushul

Contoh: pemimpin dzalim, ulama dunia (su'), orang-orang yang membenci Syariah, orang-orang yang membenci Dakwah, membenci Islam, kebijakan represif dan dzalim, pacaran, berjudi, mabuk2an, berzina, dsbnya.
Maka semua itu WAJIB dinasehati secara Terang-Terangan.
  • Pembahasan kedua.
Menasehati secara sembunyi-sembunyi. Berikut dalilnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” [QS. An-Nuur: 19]
  • ''Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. [QS.An-Nahl: 125]*

*sebetulnya dalil ini berlaku baik nasehat terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, karena pada dasarnya menasehati harus dilakukan dengan cara baik mau itu pada saat terang-terangan atau sembunyi-sembunyi
“Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya.'' [HR. Muslim]
  • “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” [HR. Al-Bukhary no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, serta Muslim no. 2699 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu –pent]

Perkataan ulama di dalam kitab-kitabnya (bukan dalil, tapi Qaul Ulama):
  • “Hendaklah engkau sengaja mendatangiku untuk memberi nasihat ketika aku sendirian
Hindarilah memberikan nasihat kepadaku di tengah khalayak ramai
Karena sesungguhnya memberi nasihat di hadapan banyak orang
Sama saja dengan memburuk-burukkan, saya tidak suka mendengarnya
Jika engkau menyalahi saya dan tidak mengikuti ucapanku
Maka janganlah engkau kaget apabila nasihatmu tidak ditaati.” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56)
Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka mereka menasehatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.” (Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, halaman 77)
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri menuturkan, “Jika kamu hendak memberi nasehat sampaikanlah secara rahasia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasehati, maka berterus teranglah!” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
Dalil-dalil diatas serta Qaul para ulama dalam kitab-kitabnya itu menerangkan tentang adab mengingatkan dan menyampaikan kebenaran secara sembunyi-sembunyi kepada:
1. Orang Muk'min yang Khilaf
2. Tidak terbiasa melakukan kemaksiatan
3. Orang yang terbiasa melakukan amar makruf nahyi munkar
Contoh:
Seseorang yang menyampaikan perkara dakwah yang LURUS, MAKRUF dan USHUL tetapi dia menyampaikan perkataan yang kurang tepat atau bahkan keliru, maka ingatkanlah dan tegurlah secara sembunyi-sembunyi, jangan di depan umum, karena itu akan menjatuhkannya dan menghinakannya.

Seperti, jika seorang Ustadz sedang ceramah di sebuah majlis, menyampaikan tentang perkara Qurban misal. Tetapi ada sedikit perkataan ustadz tersebut yang keliru. Nah, saat ceramah berlangsung, janganlah menegur secara terang-terangan di depan jamaah. Tetapi tegurlah dan ingatkan saat ceramah selesai hanya berdua atau berbisik ke telinganya langsung.
Atau seperti kisah Harun Ibnu Abdillah dan gurunya Imam Ibnu Hanbal. Suatu siang hari, imam Harun sedang mengajar ilmu agama dengan para muridnya di sebuah tempat terbuka yang tersengat terik matahari.

Ibnu Hanbal melihat Harun malah duduk berteduh di bawah pohon, sementara semua murid-murid ajarnya berada di bawah terik matahari. Maka Ibnu Hanbal pada tengah malam datang secara hati-hati dan diam-diam ke rumah Imam Harun untuk mengingatkan agar posisi Harun haruslah sama dengan murid-muridnya terjemur dibawah terik matahari, dan menyuruh agar kejadian tadi tidak diulangi lagi.

Berbeda halnya jika di sebuah forum yang sudah disepakati dan ada aturan main bersama, ada tanya jawab antara sesama peserta untuk belajar menjawab, seperti di sebuah kelas, seorang guru mengadakan kuis 20 soal yang harus dijawab secara langsung dengan lisan dihadapan semua murid. Yang menjawab dapat oleh murid siapa saja yang terdapat di kelas tersebut. Baik jawaban benar atau salah, jawablah dahulu, belajar menjawab, nanti akan dievaluasi bersama di akhir sesi oleh Sang Guru. Maka ini tidak apa-apa. Karena forum kesepakatan bersama dan bentuknya memang seperti ini.
Jadi seperti itulah perbedaan antara Mana Menasehati Secara Terang-terangan, Mana Menasehati Secara Sembunyi-sembunyi dan ada Adabnya. Janganlah Arogan, Egois, Sombong dan Tendensius, tetapi Ber-Adab-lah.
Sekaliber Umar Bin Khatthab pun mempunyai Sifat Keras dan Tegas tetapi Beliau ra. Beradab.
Abdullah bin Al-Mubarak Rahimahullah Ta’ala berkata : “Hampir saja adab menjadi dua pertiga ilmu. (Sifatush Shafwah 4/145)
Abu Zakariya Yahya bin Muhammad Al-Anbary rahimahullah ta’ala berkata : “Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu, dan adab tanpa ilmu bagaikan jasad tanpa ruh”. (Tadzkiratus Sami wa Mutakallim)
Jadi jangan lupa, jika dianggap sudah mempunyai Ilmu tinggi dan melimpah, maka haruslah dibarengi dengan Adab yang Luhur agar tetap Wara' dalam berbagai hal, termasuk Nasehat-menasehati.
ADAB MENASEHATI
Antara terang-terangan & sembunyi-sembunyi
1. Hukum menasehati / muhasabah / kritik adalah fardu ain kepada sesama muslim. Adapun muhasabah kpd penguasa hukumnya bisa jadi fardu kifayah dan dilakukan oleh jamaah. Walaupun secara individu tdk dilarang.
2. Perkara yg menjadi objek nasehat bisa perkara furu (cabang), bisa juga perkara ushul (pokok).
3. Adapun Adab menasehati kita harus melihat dulu faktanya dalam perkara apa dan kpd siapa.
4. Dalam perkara perkara yg sifatnya ushul (pokok) harus terang terangan tdk perlu sembunyi kpd siapapun, hanya saja redaksinya harus arif dan bijaksana, kecuali kalau sering dinasehati dan masih keukeuh, baru redaksinya agak keras misal akan diberi ajab yg sangat keras. Laknat allah bagi mereka pelaku kemaksiatan.
5. Adapun dalam perkara furu (cabang). Kita menasehatinya dgn sembunyi sembunyi. Sebagaimana yg kita fahami menurut qoul ulama.
*COPAS*

Minggu, 24 Juni 2018

Hari Moekti: Hidup itu Pilihan!

Hari Moekti: Hidup itu Pilihan!

Ramadhan 1995, aku diundang dalam acara dialog interaktif ‘Buka Puasa Bersama Artis’ di SMAK Analisis Kimia Bogor. Saat itu dialog dengan Adi Maretnas dengan moderator Muhammad Syamsul Arifin. Adi ini kok pinter banget, pikirku. Masih muda tapi otaknya seperti kiai saja, karena semua argumenku terbantahkan. Usai acara Syamsul ngobrol denganku. Dia mengajak aku untuk mengaji kepadanya. Aku bertanya, boleh enggak aku mengaji lagi di tempat lain. ”Boleh, ngaji itu bisa ke mana saja. ”Yang penting kita punya pemahaman,” jawab Syamsul. “Pemahaman apa?” tanyaku.”Kepemimpinan berpikir, pemimpin kita itu bukan perasaan tetapi pikiran kita yang diatur oleh syariah Islam. Jadikanlah Islam sebagai kepemimpinan berpikir” tandasnya.

”Intelek sekali, hebat banget ucapan-ucapan kayak begini,” ujarku dalam hati. Ia berbicara panjang lebar. Akhirnya aku mengerti ternyata sekitar 80 persen ajaran Islam adalah terkait politik. Artinya sebagian besar ajaran Islam itu mengatur seluruh kehidupan manusia, seperti pendidikan, ekonomi, budaya, peradilan, pemerintahan dan lainnya. Sisanya, ya terkait ibadah mahdlah dan lainnya.

Seperti Lilin

Sejak itu aku dibina seorang ustadz muda secara rutin dengan berbagai dalil. Di antaranya Surat Al-Mulk ayat 2, agar Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang amal perbuatannya paling sempurna. Aku sebagai artis banyak amalnya. Membangun masjid, sunatan massal, sedekah  menyekolahkan anak-anak orang miskin tetanggaku dan menyantuni anak yatim. Sindiran apa yang kudapat, ”Hari Moekti itu bagaikan lilin yang menyala bermanfaat menerangi lingkungan tetapi tubuhnya terbakar”. Artinya, pikiranku, hartaku, tenagaku, itu bermanfaat bagi orang lain tetapi akan mencelakakanku di akhirat, karena tidak mendapat ridla Allah.

Benarkah amalku selama ini tidak diridhai Allah? Aku terus mencari jawaban. Ayat Al Mulk itu ternyata menjelaskan bahwa  ahsan amalan (perbuatan terbaik) itu harus dilandasi dengan niat ikhlas dan cara yang benar berdasarkan tuntunan Rasulullah. Aku lalu berpikir, apakah waktu menyumbang niatku ikhlas dan memperolehnya dengan benar? Dari situlah aku belajar memahami Surat Al-Fatihah, Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, segala puji bagi Allah Yang mengatur alam semesta. Maknanya, tidak layak dipuji, tidak layak memuji selain Allah. Sebagai artis, aku selalu ingin dipuji, selalu ingin memuja selain Allah. Sedangkan orang yang ihsan itu Mukmin yang beribadah, semata-mata hanya karena Allah.

Orang ikhlas itu selalu menutupi amal shalihnya sebagaimana ia menutupi keburukannya. Seperti orang yang kentut tanpa suara tapi baunya ke mana-mana. Pasti malu bila ketahuan kentut. Agar tidak ketahuan, pura-pura tidak merasa kentut. Jadi kalau orang ikhlas itu amal shalihnya bila tercium orang lain pura-pura tidak tahu. Kalau aku, saat itu, malah senang diberitakan di radio, televisi dan koran. Harusnya seperti orang yang kentut tadi, ia berharap agar baunya cepat-cepat hilang, bersyukur kalau tidak ada orang yang mengetahui kalau ia yang kentut.

Lantas apakah harta yang kuperoleh itu dari jalan yang benar? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benakku. Ihdinashirathal mustaqiim, tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan yang lurus itusirathal ladziina an’amta ‘alaihim, jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yakni Nabi-Nabi dan para pengikut setianya. Bukti sebagai pengikut setia itu ya tentu saja yang mengikuti Nabi Muhammad SAW. Karena, tidak beriman seseorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya mengikuti apa-apa yang kubawa, begitu sabda Nabi SAW. Apa yang Nabi Muhammad SAW bawa? Yaitu Alquran dan Sunnah. Yang kemudian diijtihad oleh para mujtahid dan diperkenalkanlah kepada kita sebagai syariah Islam dengan hukum yang lima itu, wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.

Ghairil maghdhubi ‘alaihim, dan bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai. Mengapa kaumYahudi dimurkai padahal mereka adalah orang-orang yang cerdas? Ya karena kecerdasannya dipakai untuk merusak umat Islam. Jadi artis sebenarnya adalah ujung tombak Yahudi untuk menyebarkan paham setan, di antaranya adalah seks bebas dan sinkretisme agama. ”Jadi aku harus meninggalkan dunia artis ini?” tanyaku. ”Oh terserah Kang Hari, ente kan sudah paham tentang qadla dan qadar bahwa hidup itu pilihan,” ujar Syamsul.

Terus aku berdoa kepada Allah, ”Ya Allah berikan aku kekuatan untuk mampu meninggalkan apa saja yang Engkau tidak sukai dan gantikanlah aktivitas kehidupanku ke aktivitas yang Engkau ridhai”. Doa itu kupanjatkan di Padang Arafah ketika ibadah Haji awal tahun 1996. Pulang naik haji, aku berubah total. Tanpa ragu kutinggalkan dunia artis ketika kontrak sinetron dan iklan tinggal kutandatangani saja. Bahkan kontrak menyanyi yang  sedang berlangsung, kubatalkan. Karena aku paham, dunia artis itu banyak keharamannya.

Memang, hukum nyanyinya sih mubah tetapi aktivitas lainnya yang terkait nyanyi banyak haramnya. Aku baru naik panggung saja, para penonton sudah mabuk. Campur baur laki-laki dan perempuan. Aku nyanyi, yang nonton memujaku, jatuh syirik nantinya. Si penyanyinya itu, tidak bisa dihilangkan dari rasa ingin dipuji, ujub namanya. Itu yang aku rasakan. Dua belas tahun aku sebagai artis dipuja-puja setan. Ternyata, saat itu, aku juga setan.Astaghfirullah.

Satu setengah tahun sejak dialog di SMAK itu, aku baru ngeh bahwa ustadz muda itu adalah aktivis Hizbut Tahrir. Kemudian aku diminta bergabung berdakwah, berjuang bersama untuk menyadarkan umat agar mau menegakkan kembali institusi politik Islam yakni Khilafah Islam. Aku jawab, kenapa tidak dari dulu saja Tadz![] joko prasetyo, mediaumat.com

https://pembasmidemokrasi.wordpress.com/2010/10/22/hari-moekti-hidup-itu-pilihan/

SEBUAH AKHIR YANG BAIK

SEBUAH AKHIR YANG BAIK
oleh: Pay Jarot Sujarwo

Quarter pertama 2015, sepulang dari perjalanan ke Kamboja dan Thailand, aku terlibat percakapan intensif dengan seorang teman ngopi tentang Islam. Hingga akhirnya dari percakapan intensif ini muncul kesepakatan bahwa kita akan mengkaji Islam secara intensif pula. Minimal sepekan sekali waktu maksimal dua jam setiap pertemuan. Kemudian aku mengenal pertemuan ini dengan sebutan halaqoh. Teman ngopi ini berubah fungsi menjadi guru ngaji. Nanti, aku mengenalnya dengan istilah musyrif.

Meski sudah ada kesepakatan halaqoh sekali sepekan, dan musyrif punya kesibukan yang teramat sangat, tapi aktivitas ngopi bareng dan cerita pemikiran Islam tidak dihentikan. Malah semakin intensif. Aku masih ingat, waktu itu hampir tiap hari kita berjumpa. Sebelum musyrif berangkat mengajar di kampus, sempatkan sarapan bersamaku. Nanti siang, jika ada kesempatan jumpa, kita minum kopi bersama. Terus malam hari, jumpa lagi di warung kopi atau angkringan orang Jawa.

Inilah fase pembinaan. Konon, keputusanku untuk berhijrah harus terus dikawal. Orang-orang di Pontianak sudah tau aku punya track record. Pecundang kelas kakap terhadap aturan Allah. Diajak sholat, apa jawabanku? Yak, tepat. Sudah pernah! Untuk itu musyrif merasa perlu bertemu denganku hampir setiap hari. Lama kelamaan aku mengetahui metode ini dengan sebutan mutaba'ah.

Perkataan mutaaba’ah berasal dari kata taaba’a. Kata ini memiliki beberapa pengertian. Di antaranya, tatabba’a (mengikuti) dan raaqaba’ (mengawasi). Dengan demikian, kata mutaaba’ah bererti pengikutan dan pengawasan. Yang dimaksud dengan mutaaba’ah sebenarnya adalah mengikuti dan mengawasi sebuah program agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Keren juga kelompok dakwah ini, batinku. Metode pembinaan luar biasa. Musyrif harus benar-benar memastikan bahwa pola pikir para daris (murid) adalah pola pikir Islam, dilanjutkan dengan pola sikap Islam. Selanjutnya akan tertanam dalam aqidah Islam. Aqidah yang dibangun atas landasan pemikiran ini kemudian akan mendorong seseorang untuk menyongsong kebangkitan. Karena pola pikirnya Islam, pola sikapnya Islam, aqidahnya Islam, maka kebangkitan yang disongsong adalah kebangkitan Islam.

Keren kan. Keputusan untuk bertobat setelah dibina dalam halaqoh halaqoh dan mutaba'ah mutaba'ah membuat kita punya komitmen kuat untuk menjadi pejuang Islam yang semata-mata hanya berharap ridhaNya. Tak banyak kutemukan kelompok dakwah yang begitu rapi seperti ini. Atau mungkin tak ada?

Di masa-masa mutaba'ah ini, musyrif memberiku beberapa referensi bacaan. Salah satu buku Yang diberikannya di masa-masa awal pertemuan kami adalah buku berjudul Indonesia Milik Allah karya ustadz Hari Mukti. Aku kaget. Hari Mukti? Tanyaku dalam hati. Maksudnya, kabar roker kondang ini hijrah kemudian memutuskan menjadi da'i, sudah kuketahui sejak dulu. Tapi aku tak menduga, ternyata "mantan setan" ini juga bersama kelompok dakwah yang sekarang sedang membinaku. Berarti Hari Mukti juga ikut halaqoh? Berarti Hari Mukti juga didatangi musyrifnya untuk mutaba'ah? Luar biasa, pantas saja kemudian beliau begitu istiqomah dalam jalan dakwahnya. Menyerahkan hidupnya hanya untuk Islam.

Selanjutnya nama Hari Mukti menjadi kerap kudengar bersama dengan da'i - da'i pejuang syariat Islam lainnya. Pantas saja, dulu sebelum aku ikut kelompok dakwah ini, musyrif, yang waktu itu masih sebatas teman ngopi pernah cerita bahwa dia dan teman-temannya akan mengundang Hari Mukti ke Pontianak. Dalam hatiku, jago betul orang ini. Bikin acara tak tanggung-tanggung, yang diundang orang sekaliber Hari Mukti. Berapa besar dana yang dipunya?

Ternyata eh ternyata, Hari Mukti adalah teman satu pengajian. Ternyata eh ternyata tak perlu honor untuk mendatangkan Hari Mukti dalam agenda dakwah. Cukup menyediakan akomodasi seadanya.

Kesempatan lain, aku dapat berita bahwa Hari Mukti akan ke Pontianak lagi. Kali ini yang mengundangnya dari Masjid Kapal Munzalan Mubarakan di jalan Ampera. Maka tak kan kusia-siakan kesempatan ini. Aku akan datang paling depan, membawa buku karangan beliau, nanti selesai tausiyah akan akan menghampiri beliau sambil minta tanda tangan di buku lalu berfoto bersama. Begitu rencanaku.

Hari yang ditentukan tiba. Saking semangatnya aku pergi di awal waktu menuju masjid Munzalan. Buku karangan beliau malah lupa kubawa. Tapi aku bawa kamera juga tripod. Sesuai rencana aku akan duduk paling depan, kan kurekam ceramah beliau, kuunggah di Youtube. Berhasil. Tak ada yang lebih depan dari tempat dudukku. Kami hanya berjarak beberapa meter. Aku begitu dekat dengan mantan setan ini. Ceramahnya menggelegar. Waktu itu beliau datang dalam rangka maulid nabi. Katanya, Nabi Muhammad SAW itu bukan diutus oleh Allah hanya untuk mengurusi urusan individu, tapi juga masyarakat, bahkan negara. Meneladani Nabi itu artinya secara individu kita harus mencontoh nabi, dalam kelompok masyarakat, tata sosial kehidupan harus mencontoh seperti apa yang dilakukan nabi, dalam bernegara juga tak boleh lari dari aturan yang diajarkan nabi. Yakni aturan Allah SWT. Itu baru namanya mencintai Nabi Muhammad SAW.

Sungguh, gayanya berceramah punya ciri yang khas. Sesekali beliau melucu, tak jarang membuat haru, kerap mendidihkan darah ini untuk ikut bangkit, taat di jalan Allah dan memperjuangkan jalan ini agar bisa diterapkan secara menyeluruh. Allahu Akbar.

Salah satu kalimat yang membekas disampaikan ustadz Hari Mukti malam itu di masjid munzalan, kira-kira begini, "Semenjak runtuhnya Daulah Islamiyah, para pemimpin berganti. Bukan raja, bukan presiden, tetapi para pengusaha."

Para pengusaha inilah yang menguasai negara-negara. Sebut saja negaranya, di belakang para penguasanya pasti ada pengusaha. Ini langgeng, berlangsung terus menerus semenjak awal abad 20 sampai sekarang. Hampir seratus tahun. Kenapa langgeng? Karena sistem untuk menjalankan negara di dunia ini adalah sistem bentukan mereka, para pengusaha itu. Nama sistemnya Kapitalisme, anak kandungnya disebut sekulerisme, teknis menjalankan sistemnya dikenal dengan nama demokrasi.

Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Suara rakyat lewat wakil-wakilnya menjelma menjadi suara tuhan. Vox populi Vox dei. Para wakil rakyat ini berhak membuat hukum yang seharusnya ini adalah tugasnya Tuhan. Di belakang para wakil rakyat ini siapa? Benar, pengusaha. Merekalah yang menguasai negara dimanapun berada. Lalu untuk siapa demokrasi ini dijalankan? Ya untuk para pengusaha. Dari pengusaha oleh pengusaha untuk pengusaha. Lho, rakyatnya kemana? Tenang saja, rakyat sudah cukup puas berpesta memeriahkan demokrasi bentukan pengusaha ini yang katanya untuk memilih para wakil rakyat yang sejatinya adalah para suruhan pengusaha.

Begitulah ust Hari Mukti. Tegas dalam setiap dakwah yang disampaikan. Kalimatnya yang cukup terkenal adalah dakwah itu menyampaikan apa yang harus mereka dengar bukan apa yang ingin mereka dengar.

Di waktu yang lain, sebenarnya aku kembali punya kesempatan bertemu lagi dengan ust Hari Mukti. Waktu itu aku dipercaya oleh panitia penyelenggara kegiatan Kalbar Bookfair untuk mengurusi sesi acara bedah buku. Ada beberapa penulis nasional yang hendak diundang.

Pesan panitia, yang penting ramai. Pokoknya gimana caranya pembicara tersebut mampu menyedot masa. Langsung terucap dari mulutku nama ustadz Hari Mukti. Panitia kaget seraya bertanya, memangnya aku punya kontak beliau?

"Tenang saja, aku punya," jawabku yang tetap saja tidak membuat para panitia ini percaya. Aku membantin, gampanglah itu, teman sepengajian kok. Hehe. Singkat cerita aku dapat nomor kontak manajemen Ust Hari Mukti. Setelah dihubungi, pihak manajemen mengatakan insyaallah ust Hari Moekti berkenaan namun akan dikonfirmasi ulang sebab manajemen harus melihat ulang jadwal beliau.

Kata manajemen, ust Hari belakangan mulai suka sakit karena kelelahan. Jadi kalau harus keliling keluar daerah harus disediakan waktu untuk beristirahat setidaknya sehari. Tidak boleh kayak dulu. Habis ceramah di kota ini, langsung bandara, pindah ke kota itu. Selesai, pindah lagi ceramah ke kota lain. Naik mobil, naik kapal, tidur di hotel, tidur di camp pengungsian, dijalani. Dari aceh hingga Papua, tiap daerah pernah disinggahi beliau untuk berdakwah. Tak kenal lelah.

Tapi manajemen bersikeras, sekarang tak bisa lagi seperti dulu. Sudah ada ring di jantungnya, meski sesungguhnya pemasangan ring di jantungnya itu bukan alasan baginya untuk kendor berdakwah. Hingga akhirnya rencana ust Hari Mukti untuk hadir di kegiatan kalbar Bookfair gagal karena jadwalnya berbenturan dengan kota lain, dan jika beliau harus terbang ke Pontianak itu artinya beliau tak sempat istirahat.

Hal ini saya sampaikan ke panitia. Terus, penggantinya siapa? Tanya panitia. Yang tetap pokoknya harus ramai. Saya katakan, Felix Siauw.

"Hah, Felix Siauw? Memangnya kamu punya kontaknya?"

Kalau saja panitia Bookfair mau ikut mengkaji Islam bersama kelompok dakwah tempat ku belajar, juga tempat ust Hari Mukti belajar, juga tempat Ust Felix Siauw belajar, dia mungkin tidak seterkejut itu. Akhirnya Ust Felix datang Ke Pontianak, bukunya yang dibahas berjudul habbits. Ribuan orang tumpah ruah memadati acara. Alhamdulillah.

Setelah itu, tak ada lagi kesempatanku bertemu ust Hari Mukti. Wajahnya hanya kerap kusaksikan dalam desain poster tabligh yang berseliweran di grup grup WA. Juga beberapa kali kusaksikan beliau diTelevisi. Hingga akhirnya kami berada dalam satu grup WA yang sama. Ini adalah grup para seniman muslim yang punya tekat berkesenian dalam rangka menyongsong peradaban gemilang bernama Islam. Ust Hari adalah salah satu pembina grup seniman muslim ini. Dari grup ini kuketahui semakin ke sini ust Hari Mukti kerap dilanda sakit. Tapi berkali-kali beliau sakit, berkali-kali beliau bangkit. Berdakwah lagi dari satu kota ke kota yang lain. Adik kandungnya yang juga anggota grup seniman muslim ini, abah Moekti Candra yang sering update perkembangan kesehatan beliau.

Begitulah ust Hari Mukti. Roker yang menjadi idola jutaan manusia seantero nusantara. Menyebut dirinya sendiri sebagai setan. Sebab ambisinya sebagai artis populer adalah ambisi setan. Hari Mukti sudah mengajak jutaan manusia jingkrak-jingkrak tak karuan di saat konser. Hari Mukti telah menjadi perantara para lelaki perempuan berpelukan di tempat umum padahal mereka bukan mahrom. Hary Mukti telah mengundang orang untuk menenggak alkohol. Hari Mukti, pada masanya telah mengajak orang secara terang-terangan untuk bermaksiat. Untuk mengikuti langkah - langkah setan. Maka Hari Mukti menyebut dirinya sebagai setan.

Ketika beliau memutuskan untuk bertobat, maka beliau adalah mantan setan. Yang senantiasa menyeru kepada orang-orang beriman Untuk tidak mengikuti langkah langkah setan. Untuk masuk ke dalam Islam secara menyeluruh. Seruan ini adalah seruan Allah dalam Al-Quran, yang ketika dijalani maka rahmat bagi seluruh alam akan kita rasakan.

Hari Mukti adalah salah satu pejuang yang layak mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Totalitasnya dalam berdakwah seperti tak tergantikan. Suaranya lantang menyerukan penegakan syariah dan khilafah. Kerinduannya akan kejayaan Islam tampak nyata dalam setiap ceramahnya. Hari Mukti, telah menjadi inspirasi jutaan manusia untuk ramai-ramai bertobat, ramai ramai berjuang menerapkan syariat.

Saat mengetahui kabar kepergiannya tadi malam lewat adiknya, Abah Mukti Candra via grup WA, darah di dadaku langsung berdesir kencang. Beliau telah dipanggil. Manajer hakiki ust Hari Mukti sudah meminta beliau untuk istirahat. Sudah, jangan keliling lagi. Sudah. Cukup. Sekarang istirahat lah bersama pemilik hidup.

Aku menangis? Tentu saja. Apalagi setelah membaca banyak catatan orang-orang seperjuangan. Ust Titok Priastomo menulis dalam status facebooknya, Ya Allah, berikanlah kpd beliau pengganti yg lebih baik dari dunia ini, dan berilah juga kepada kami pengganti-pengganti seperti -atau lebih baik dari- beliau. Ini doa tulus dari teman seperjuangan sekaligus bukti nyata bahwa sosok Hari Mukti adalah salah satu manusia terbaik dari umat terbaik. Yang tak pernah menolak panggilag Allah untuk berdakwah, untuk menyeru kepada yang makruf mencegah kepada yang mungkar. Bukan untuk popularitas dirinya pribadi, tapi semata mata untuk menjalankan perintah Allah. Ya. Perintah Allah. Menolak perintah Allah, berarti menolak berada di surganya Allah.

Manusia terbaik ini, pulang dengan jualan terbaik pula. Saat sedang memenuhi panggilan dakwah di Cimahi. Di hotel terserang sakit, langsung di bawa ke rumah sakit, beberapa menit kemudian wafat. Tak perlu berlama-lama, Allah sudah sangat merindukannya.

Terakhir, mengiringi kepergian beliau, izinkan saya mengutip kalimat Ust Ismail Yusanto. Ini sahabat beliau. Ini inspirator beliau, yang juga inspirator jutaan manusia di Indonesia yang untuk senantiasa istiqomah berada di jalan dakwah.

Kata ustadz Ismail, di saat tabligh, beliau dipanggil Allah. Sebuah akhir yang baik, Insyaallah.

Izinkan kami melanjutkan perjuanganmu wahai kekasih Allah, hingga pada saatnya nanti syariah dan khilafah dapat benar-benar kita rasakan di dunia ini. Bersama barisan Imam Mahdi ikut berjuang menegakkan kalimat La illaha ilallah Muhammad rasulullah.

Pontianak, 25 Juni 2018

Sabtu, 23 Juni 2018

Benarkah Khilafah hanya 30 Tahun ?

*Benarkah Khilafah Hanya 30 Tahun?*

Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi

Sebagian orang berpendapat bahwa Khilafah itu hanya berlangsung 30 tahun sesudah wafatnya Rasulullah SAW dan setelah itu berubah menjadi sistem kerajaan. Oleh karena itu, kata pendapat itu, Khilafah itu sudah lenyap sejak lama dan tidak perlu dihidupkan lagi. Benarkah pendapat demikian itu?

Jawaban untuk pertanyaan tersebut terdapat pada 3 (poin) berikut :

Pertama, memang benar ada hadits yang menjelaskan bahwa Khilafah berlangsung 30 tahun, tetapi yang dimaksud adalah Khilafah yang mengikuti metode kenabian (khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah), yaitu Khilafah di masa Khulafa`ur Rasyidin (Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali).

Dalilnya sabda Nabi SAW :



الخلافةُ في أمَّتي ثلاثونَ سنَةً ثُمَّ ملكٌ بعدَ ذلكَ



”Khilafah di tengah-tengah umatku berlangsung 30 tahun, kemudian [menjadi Khilafah seperti] kerajaan setelah itu.” (al khilaafah fii ummaty tsalaatsuuna sanatan tsumma mulkun ba’da dzaalika). (HR Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi, no 2326; Ahmad, Al Musnad, Juz V, hlm. 313; An Nasa`i, Sunan An Nasa`i Al Kubra, no 8155). Hadits ini menunjukkan Khilafah di tengah umat Islam berlangsung 30 tahun, tanpa menjelaskan sifat Khilafah itu seperti apa.

Namun ada hadits lain yang menjelaskan sifat Khilafah yang berlangsung 30 tahun itu, yaitu Khilafah yang mengikuti metode kenabian, sebagaimana sabda Nabi SAW :



خلافة النبوة ثلاثون سنةً، ثم يؤتي اللّه الملك أو ملكه من يشاء



”Khilafah yang mengikuti kenabian berlangsung 30 tahun, kemudian Allah memberikan kekuasaan itu atau kekuasaan-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki.”(khilaafah an nubuwwah tsalaatsuuna sanatan tsumma yu’tillahu al mulka aw mulkahu man yasyaa`u). (HR Abu Dawud, no 4646).

Jika pemahaman dari hadits pertama dan hadits kedua digabungkan, diperoleh kesimpulan bahwa yang berlangsung selama 30 tahun itu adalah Khilafah yang mengikuti metode kenabian (khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah), yaitu Khilafah di masa Khulafa`ur Rasyidin.

Imam Al Baghawi dalam kitabnya Syarah As Sunnah menjelaskan :



قوله : الخلافة ثلاثون سنة قال حميد بن زنجوية : يريد أن الخلافة حق الخلافة إنما هي للذين صدقوا هذا الاسم بأعمالهم ، وتمسكوا بسنة رسول الله ( صلى الله عليه وسلم ) من بعده



“Sabda Nabi SAW,’Khilafah itu berlangsung 30 tahun’, artinya sebagaimana perkataan Humaid bin Zanjawaih,’Yang dimaksud adalah Khilafah yang sebenar-benarnya Khilafah, yaitu Khilafah yang hanya terwujud bagi para khalifah yang perbuatannya memang sesuai dengan nama ini (khilafah) dan yang berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah SAW setelah beliau.” (Imam Al Baghawi, Syarah As Sunnah, Juz XIV, hlm. 75).

Lalu setelah 30 tahun apakah berarti Khilafah telah berakhir dan berubah menjadi sistem kerajaan (al mulk)? Jawabnya, setelah 30 tahun  Khilafah tidak berubah menjadi sistem kerajaan, melainkan tetap sebagai Khilafah hanya saja mengalami perubahan sifat dari Khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah menjadi Khilafah ‘ala manhaj al mulk (Khilafah yang mengikuti metode kerajaan), karena mengikuti sebagian ketentuan sistem kerajaan. Dalam Khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah, khalifah berkuasa karena dipilih oleh umat, sedang dalam Khilafah ‘ala manhaj al mulk, khalifah berkuasa karena mewarisi kekuasaan khalifah sebelumnya melalui sistem putera mahkota (wilayatul ‘ahdi). (Hisyam Al Badrani, An Nizham As Siyasi Ba’da Hadm Al Khilafah, hlm. 12-16).

Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmuu’ Al-Fatawa mengutip Qadhi Abu Ya’la yang menjawab pertanyaan seseorang apakah setelah masa 30 tahun Khilafah telah berubah menjadi kerajaan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. Kata Ibnu Taimiyyah  :



فأجابَ القاضي أبو يعلى: بأنه يحتملُ أن يكون المرادُ به [ الخلافَةُ ] التي لا يشوبُها مُلكٌ بعده [ ثَلاَثُونَ سَنَةً ] وهكذا كانت خلافةُ الخلفاء الأربعة. وخلافةُ معاوية قد شابَها الملكُ، وليس هذا قَادحاً في خلافتهِ



“Qadhi Abu Ya’la menjawab bahwa ada kemungkinan yang dimaksud dengan “Khilafah” dalam hadits Khilafah itu berlangsung 30 tahun, adalah Khilafah yang tidak terpengaruh oleh kerajaan setelah wafatnya Nabi SAW. Sedang yang dimaksud “berlangsung 30 tahun” adalah Khilafah dari para khalifah yang empat. Adapun Khilafah Mu’awiyah telah terpengaruh dengan sistem kerajaan, namun hal ini tidaklah membuat cacat kekhalifahan Mu’awiyah.” (wa khilaafatu mu’aawiyah qad syaabaha al mulku wa laisa haadza qaadihan fii khilaafatihi). (Ibnu Taimiyah, Majmuu’ Al-Fatawa, Juz XXVIII, hlm. 18).

Kesimpulannya, tidak benar bahwa Khilafah hanya berlangsung 30 tahun dan setelah itu berubah menjadi kerajaan. Yang berlangsung 30 tahun adalah Khilafah yang mengikuti metode kenabian (Khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah) dan setelah itu tetap Khilafah tetapi telah menyimpang dari metode kenabian dengan mengikuti metode kerajaan (Khilafah ‘ala manhaj al mulk)dengan menerapkan pewarisan kekuasaan. (Hisyam Al Badrani, An Nizham As Siyasi Ba’da Hadm Al Khilafah, hlm. 31).



Kedua, tidak benar bahwa Khilafah hanya 30 tahun dan setelah itu berubah menjadi kerajaan. Karena terdapat hadits yang menyatakan bahwa khalifah yang sebenarnya (lurus) itu ada 12 (dua belas) orang yang semuanya dari Quraisy. Dalam Shahih Muslim terdapat hadits sebagai berikut :



عن جابر بن سمرة. قال:  دخلت مع أبي على النبي صلى الله عليه وسلم. فسمعته يقول (إن هذا الأمر لا ينقضي حتى يمضي فيهم اثنا عشر خليفة). قال: ثم تكلم بكلام خفي علي. قال فقلت لأبي: ما قال؟ قال (كلهم من قريش).

“Dari Jabir bin Saurah, dia berkata,”Aku masuk bersama ayahku menemui Nabi SAW. Lalu aku mendengar Nabi SAW bersabda,”Sesungguhnya urusan ini (kekuasaan umat Islam) tidak akan berakhir hingga berlalu di tengah-tengah mereka dua belas orang khalifah.” Lalu Nabi SAW berbicara dengan perkataan yang samar bagi saya. Lalu aku (Jabir bin Samurah) bertanya kepada  ayahku,”Apa kata Nabi SAW?” Nabi SAW,”Semuanya adalah dari golongan Quraisy.” (HR Muslim, no 1821)

            Hadits ini menunjukkan bahwa khalifah-khalifah yang baik (lurus) di tengah umat Islam akan ada 12 (dua belas) orang khalifah yang semuanya dari golongan Quraisy. Jika hadits ini dikaitkan dengan hadits bahwa Khilafah hanya berlangsung 30 tahun dengan hanya empat khalifah, artinya adalah setelah 30 tahun bukan berarti tidak ada khalifah lagi, tetapi sebaliknya masih akan ada khalifah-khalifah lainnya yang jumlahnya akan mencapai 12 orang khalifah.

Jadi hadits ini menegaskan, bahwa tidak benar Khilafah hanya 30 tahun dan setelah itu Khilafah lenyap dari muka bumi dan berganti menjadi kerajaan. Yang benar, setelah 30 tahun Khilafah itu tetap ada, dan khalifah-khalifah yang baik atau lurus itu akan terus ada di tengah umat Islam hingga berjumlah 12 orang khalifah.



Ketiga, andaikata benar Khilafah hanya 30 tahun dan setelah itu Khilafah punah dan berganti menjadi kerajaan, andaikata ini benar, tidak berarti hukum wajibnya Khilafah juga terhapus (mansukh) sehingga hukumnya tidak wajib lagi untuk muslim di zaman sekarang. Hal ini terbukti dari perkataan para imam, seperti Imam Mawardi, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar Asqalani, dan lain-lain, yang tetap menyatakan wajibnya mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslimin, walaupun para imam itu masa hidupnya sudah sangat jauh dari masa berakhirnya 30 tahun Khilafah setelah wafatnya Nabi SAW.

Dengan demikian, taruhlah memang Khilafah itu hanya berumur 30 tahun, maka ini tidak berarti kewajiban adanya Khilafah itu telah gugur dan umat Islam bebas memilih sistem pemerintahan sesuka mereka. Sesungguhnya wajibnya Khilafah tidaklah pernah gugur atau terhapus (mansukh), karena tidak terdapat dalil-dalil syar’i dari  Al Qur`an dan Hadits yang me-nasakh (menghapus) kewajiban Khilafah itu atas kaum muslimin. Kewajiban adanya Khilafah bagi umat Islam seluruh dunia merupakan kewajiban yang abadi dan terus berlangsung hingga Hari Kiamat nanti. Wallahu a’lam.[]

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat) Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui s...