Sabtu, 21 Juli 2018

ADAB MENASEHATI



ADAB MENASEHATI
Antara terang-terangan & sembunyi-sembunyi
Sebetulnya pembahasan mengenai Adab Menasehati ini masih banyak pihak yang tidak bisa membedakan batasan mana menasehati secara sembunyi-sembunyi (4 mata, privat), dan mana menasehati secara terang-terangan (di depan umum, publik).
Serta mana situasi-kondisi yang jatuh patut untuk dinasehati secara sembunyi-sembunyi dan mana situasi-kondisi yang jatuh patut untuk dinasehati secara terang-terangan.
Kewajiban menasehati untuk mengingatkan dan menyampaikan kebenaran termaktub dalam dalil:
  • ''Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?'.'' [QS.Fushshilat: 33].

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” [Ali Imran: 110].
“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya, dia segera memperbaikinya,” [HR. Bukhari].
Lalu menasehati itu ada dua jenis, ada yang menasehati secara sembunyi-sembunyi, dan ada yang menasehati secara terang-terangan.
Pembahasan pertama.
Tentang menasehati secara terang-terangan. Berikut dalilnya:
  • “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. [QS. Al-Hijr : 94].

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.” [Al-Ma’idah : 2].
  • “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” [Al-‘Ashr : 1-3].

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” [At-Taubah : 71].
  • ''Agama itu adalah nasihat.“ Kami berkata: “Kepada siapa wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan para imam kaum Muslimin serta segenap kaum Muslimin.”[HR.Muslim no.55].

“Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah/mencegah dengan tangannya (kekuasaannya). Jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia merubah/mencegahnya dengan lisahnya (nasehat dan peringatan, pent). Dan jika tidak mampu, maka hendaklah ia merubah/mencegahnya dengan hatinya (yakni merasakan tidak senang dan tidak rela). Dan yg demikian itu adalah selemah-lemah Iman”. [HR.Imam Muslim, dan Ahmad].
Dalil-dalil diatas menerangkan tentang menyampaikan kebenaran secara Terang-terangan kepada:
1. Orang yang jelas-jelas melaksanakan kemaksiatan secara terang-terangan
2. Orang yang memang sudah terbiasa sering melakukan kemaksiatan
3. Kemaksiatannya itu akan berpengaruh besar dan buruk kepada khalayak umat
4. Dia bermaksiat dengan melanggar serta tidak sepakat dengan Perkara Ushul

Contoh: pemimpin dzalim, ulama dunia (su'), orang-orang yang membenci Syariah, orang-orang yang membenci Dakwah, membenci Islam, kebijakan represif dan dzalim, pacaran, berjudi, mabuk2an, berzina, dsbnya.
Maka semua itu WAJIB dinasehati secara Terang-Terangan.
  • Pembahasan kedua.
Menasehati secara sembunyi-sembunyi. Berikut dalilnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” [QS. An-Nuur: 19]
  • ''Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. [QS.An-Nahl: 125]*

*sebetulnya dalil ini berlaku baik nasehat terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, karena pada dasarnya menasehati harus dilakukan dengan cara baik mau itu pada saat terang-terangan atau sembunyi-sembunyi
“Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya.'' [HR. Muslim]
  • “Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” [HR. Al-Bukhary no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, serta Muslim no. 2699 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu –pent]

Perkataan ulama di dalam kitab-kitabnya (bukan dalil, tapi Qaul Ulama):
  • “Hendaklah engkau sengaja mendatangiku untuk memberi nasihat ketika aku sendirian
Hindarilah memberikan nasihat kepadaku di tengah khalayak ramai
Karena sesungguhnya memberi nasihat di hadapan banyak orang
Sama saja dengan memburuk-burukkan, saya tidak suka mendengarnya
Jika engkau menyalahi saya dan tidak mengikuti ucapanku
Maka janganlah engkau kaget apabila nasihatmu tidak ditaati.” (Diwan Asy Syafi’i, hal. 56)
Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka mereka menasehatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.” (Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, halaman 77)
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri menuturkan, “Jika kamu hendak memberi nasehat sampaikanlah secara rahasia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasehati, maka berterus teranglah!” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
Dalil-dalil diatas serta Qaul para ulama dalam kitab-kitabnya itu menerangkan tentang adab mengingatkan dan menyampaikan kebenaran secara sembunyi-sembunyi kepada:
1. Orang Muk'min yang Khilaf
2. Tidak terbiasa melakukan kemaksiatan
3. Orang yang terbiasa melakukan amar makruf nahyi munkar
Contoh:
Seseorang yang menyampaikan perkara dakwah yang LURUS, MAKRUF dan USHUL tetapi dia menyampaikan perkataan yang kurang tepat atau bahkan keliru, maka ingatkanlah dan tegurlah secara sembunyi-sembunyi, jangan di depan umum, karena itu akan menjatuhkannya dan menghinakannya.

Seperti, jika seorang Ustadz sedang ceramah di sebuah majlis, menyampaikan tentang perkara Qurban misal. Tetapi ada sedikit perkataan ustadz tersebut yang keliru. Nah, saat ceramah berlangsung, janganlah menegur secara terang-terangan di depan jamaah. Tetapi tegurlah dan ingatkan saat ceramah selesai hanya berdua atau berbisik ke telinganya langsung.
Atau seperti kisah Harun Ibnu Abdillah dan gurunya Imam Ibnu Hanbal. Suatu siang hari, imam Harun sedang mengajar ilmu agama dengan para muridnya di sebuah tempat terbuka yang tersengat terik matahari.

Ibnu Hanbal melihat Harun malah duduk berteduh di bawah pohon, sementara semua murid-murid ajarnya berada di bawah terik matahari. Maka Ibnu Hanbal pada tengah malam datang secara hati-hati dan diam-diam ke rumah Imam Harun untuk mengingatkan agar posisi Harun haruslah sama dengan murid-muridnya terjemur dibawah terik matahari, dan menyuruh agar kejadian tadi tidak diulangi lagi.

Berbeda halnya jika di sebuah forum yang sudah disepakati dan ada aturan main bersama, ada tanya jawab antara sesama peserta untuk belajar menjawab, seperti di sebuah kelas, seorang guru mengadakan kuis 20 soal yang harus dijawab secara langsung dengan lisan dihadapan semua murid. Yang menjawab dapat oleh murid siapa saja yang terdapat di kelas tersebut. Baik jawaban benar atau salah, jawablah dahulu, belajar menjawab, nanti akan dievaluasi bersama di akhir sesi oleh Sang Guru. Maka ini tidak apa-apa. Karena forum kesepakatan bersama dan bentuknya memang seperti ini.
Jadi seperti itulah perbedaan antara Mana Menasehati Secara Terang-terangan, Mana Menasehati Secara Sembunyi-sembunyi dan ada Adabnya. Janganlah Arogan, Egois, Sombong dan Tendensius, tetapi Ber-Adab-lah.
Sekaliber Umar Bin Khatthab pun mempunyai Sifat Keras dan Tegas tetapi Beliau ra. Beradab.
Abdullah bin Al-Mubarak Rahimahullah Ta’ala berkata : “Hampir saja adab menjadi dua pertiga ilmu. (Sifatush Shafwah 4/145)
Abu Zakariya Yahya bin Muhammad Al-Anbary rahimahullah ta’ala berkata : “Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu, dan adab tanpa ilmu bagaikan jasad tanpa ruh”. (Tadzkiratus Sami wa Mutakallim)
Jadi jangan lupa, jika dianggap sudah mempunyai Ilmu tinggi dan melimpah, maka haruslah dibarengi dengan Adab yang Luhur agar tetap Wara' dalam berbagai hal, termasuk Nasehat-menasehati.
ADAB MENASEHATI
Antara terang-terangan & sembunyi-sembunyi
1. Hukum menasehati / muhasabah / kritik adalah fardu ain kepada sesama muslim. Adapun muhasabah kpd penguasa hukumnya bisa jadi fardu kifayah dan dilakukan oleh jamaah. Walaupun secara individu tdk dilarang.
2. Perkara yg menjadi objek nasehat bisa perkara furu (cabang), bisa juga perkara ushul (pokok).
3. Adapun Adab menasehati kita harus melihat dulu faktanya dalam perkara apa dan kpd siapa.
4. Dalam perkara perkara yg sifatnya ushul (pokok) harus terang terangan tdk perlu sembunyi kpd siapapun, hanya saja redaksinya harus arif dan bijaksana, kecuali kalau sering dinasehati dan masih keukeuh, baru redaksinya agak keras misal akan diberi ajab yg sangat keras. Laknat allah bagi mereka pelaku kemaksiatan.
5. Adapun dalam perkara furu (cabang). Kita menasehatinya dgn sembunyi sembunyi. Sebagaimana yg kita fahami menurut qoul ulama.
*COPAS*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat) Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui s...