Selasa, 02 Mei 2017

HIZBUT TAHRIR memang "MEMBAHAYAKAN"


Inilah bahaya yang mungkin ditimbulkan jika cita-cita Hizbut Tahrir untuk ditegakkannya syari’ah tercapai:
1. Membahayakan Wakil Rakyat. DPR akan kekurangan job dan berkurang durasi ‘studi banding’. Ini karena hukum syari’ah tidak perlu pengesahan DPR. Kalau tahap penyusunan satu RUU usulan DPR, anggaran yang digunakan Rp5,2 miliar pada tahun 2012[i], bisa dibayangkan berapa pemasukan yang akan hilang karena kurangnya job ini.
2. Membahayakan eksistensi asing. Penjajahan (penguasaan berbagai sektor) sekarang terjadi secara legal karena diundangkan. Dengan memakai hukum syari’ah jelas asing tidak bisa bermain di sisi ini. Menurut anggota DPR, Eva Kusuma, selama 12 tahun pasca reformasi ada 76 undang-undang yang draftnya dari asing[ii]. Disamping itu, tercatat 1800 perda dihapus untuk memuluskan dominasi penjajah dengan mengatasnamakan investasi[iii].
3. Membahayakan Bisnis Artis Seksi. Dengan hukum syari’ah, orang yang hobby dugem ketika galau akan dididik untuk menyalurkan kegalauannya dengan bersabar, berdzikir dan akan dibantu agar masalahnya selesai. Para pebisnis yang menjual keseksian tubuh jelas akan berkurang penghasilannya.
4. Membahayakan Jasa Catering ke Lapas. Dengan diterapkannya syari’ah, penghuni penjara akan berkurang, karena sebagian kasus hukumannya hanya sekedar dicambuk lalu dilepas, sebagian kasus (seperti kasus pembunuhan dengan sengaja, pemerkosa, perampok dan pembegal) dihukum mati… di Kalsel saja dengan jumlah napi 8.408 orang (Bpost, 28 April 2017), biaya makan mereka mencapai Rp 3,2 milyar perbulan… jika ini berkurang, akan berpotensi mengurangi pendapatan perusahaan catering.
5. Membahayakan Hakim dan Polisi. Dengan kurangnya kriminalitas, dan tidak bertele-telenya sidang, jelas akan berkurang pekerjaan hakim dan polisi, ini bisa berimbas kepada berkurangnya pendapatan.
6. Membahayakan Kepala Negara. Kepala Negara, dalam hal ini khalifah, berada dalam bahaya, jika dia menipu rakyatnya, atau menetapkan peraturan menentang hukum syari’ah, dia bisa dipecat oleh mahkamah madzolim. Dia juga tidak ada masa liburan, dan semua hal terkait rakyatnya akan dimintai tanggung jawab dia.
7. Membahayakan Bisnis Pemilu. Tidak adanya pemilihan kepala daerah secara langsung akan berimbas kepada bisnis percetakan, tidak akan banyak lagi pemesanan atribut kampanye. Juga lembaga survey akan kekurangan order… ini jelas mengurangi pemasukan.
8. Membahayakan Rakyat. Rakyat yang terbiasa menerima sembako dan ‘serangan fajar’ saat kampanye juga akan kena imbas… kok tidak ada lagi ya?.
9. Membahayakan FPI. FPI pun bisa terkena imbas. Karena tidak adanya tempat maksiyat yang perlu di sweeping, akhirnya mereka bisa bubar sendiri, atau aktivitasnya tinggal mengoreksi khalifah saja.
10. Membahayakan Hizbut Tahrir. Bahkan Hizbut Tahrir sendiri, dengan tegaknya khilafah dan diterapkannya hukum syari’ah keberadaannya sudah tidak begitu diperlukan lagi, bisa berkurang anggotanya … walaupun aktivitasnya tetap ada yakni mengoreksi khalifah kalau ada penyimpangan dari hukum syara’.
Namun, disamping bahaya tersebut, Allah akan ganti dengan ribuan pintu pemasukan yang penuh berkah. Insya Allah. Allaahu A’lam.[ M Taufik Nusa T]
BAHAYA YG MENIMBULKAN BERKAH BAGI UMMAT,...

TELADAN KITA TETAP ISTIQOMAH MENGHADAPI MASA-MASA SULIT


Kisah Mengharukan Syahidnya Imam Taqiyuddin An Nabhani
Oleh : Adi Victoria
  • al-Imam al-‘Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah adalah sosok pejuang syariah dan khilafah yang tidak pernah lelah dalam berdakwah. 
  • Beliau adalah amir pertama sekaligus pendiri Hizbut Tahrir, sebuah partai politik Islam. Politik adalah aktivitasnya, dan Islam adalah ideologi partai ini. 
  • Hizbut Tahrir didirikan oleh al-Imam al-’Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pada 14 Maret 1953 M.

Pada awal diumumkan berdirinya Hizb, Syeikh Abdul ‘Aziz al-Badri dan rekannya telah mendengar berita berdirinya Hizb di al-Quds. 
Lalu beliau datang dari Baghdad ke al- Quds melakukan perjalanan untuk mencari Hizb. 
Mereka adalah Syeikh Abdul ‘Aziz al-Badri ditemani Ustadz Ibrahim Makiy dan seorang yang. Mereka bertiga bertemu dengan Syeikh Taqiyuddin di rumah Tawfik Abu Khalaf.
Hadir juga Syeikh Abdul Hayi ‘Arafah, Syeikh Abdul Qadim Zallum, As’ad Bayoudh dan yang lainnya.
Maka terbentuklah tiga orang sel pertama Hizb di Irak. Perlu diketahui bahwa Syeikh Abdul Qadim Zallum setelah itu yakni setelah meninggalkan al-Khalil, beliau tinggal di Baghdad selama beberapa tahun di bawah mantel pegawai di perusahaan Ishaq Abu Khalaf Trading di Baghdad.
  • Beliau bersama Syeikh Abdul ‘Aziz al-Badri[1] dan rekan beliau beraktivitas tanpa kenal lelah untuk mencapai titik pusat (nuqthah al-irtikâz) di Irak. 
  • Beliau juga dibantu oleh sejumlah syabab yang diutus ke Irak seperti Shalih Abdus Salam al-Muhtasib, Ibrahim Ratib Abu Ghazalah dan yang lainnya. 
  • Perlu dicatat bahwa pendiri Hizb Syeikh Taqiyuddin memberikan perhatian besar terhadap aktivitas thalabun nushrah di Irak.

Beliau beberapa kali melakukan perjalanan ke Irak untuk bersama Abu Yusuf (Syeikh Abdul Qadim Zallum) dalam beberapa kontak penting di Irak diantaranya kontak dengan almarhum Abdus Salam ‘Arif dan yang lainnya. Perjalanan terakhir beliau terjadi sebelum beliau wafat ketika beliau ditangkap di perbatasan Irak dengan Suria.
  • Beliau ditahan tidak lama setelah adanya kampanye besar-besaran penangkapan terhadap para anggota Hizbut Tahrir di Irak. Namun para penguasa tidak mengetahui bahwa beliau adalah Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani pemimpin Hizbut Tahrir.
  •  Beliau disiksa dengan siksaan yang keras hingga beliau tidak mampu lagi berdiri karena banyaknya siksaan.
Bahkan beliau merupakan tahanan terakhir di antara tahanan Hizbut Tahrir yang mereka bantu untuk berdiri ketika dikembalikan ke penjara. 
Beliau terus-menerus mendapatkan siksaan hingga beliau mengalami kelumpuhan setengah badan (hemiplegia).

Penyiksaan yang dilakukan oleh intelijen yang menangkap beliau tidak berhasil mengorek keterangan dari beliau hatta nama beliau saja karena beliau juga tidak membawa dokumen satupun. 
Kata-kata yang beliau ucapkan untuk menjelaskan diri beliau setiap kali ditanya adalah “syeikh yabhatsu ‘an ‘ilâj (orang tua yang mencari solusi)”.
  • Maka para anggota intelijen yang menangkap beliau akhirnya merasa iba dan mendeportasi beliau melalui perbatasan Suria dalam keadaan tangan beliau terkelupas dagingnya karena siksaan yang begitu kuat dan kejamnya siksaan yang dilakukan oleh para thaghut.

Pendeportasian beliau melalui perbatasan Irak-Suria terjadi sebelum intilijen Yordania datang dan memberitahu bahwa orang yang mereka tangkap adalah Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani yang mereka cari, tetapi mereka datang setelah kesempatan itu hilang.
Kemudian beliau segera ke Lebanon. 
Di Lebanon beliau mengalami kelumpuhan pada otak. Tidak lama kemudian beliau dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan nama samaran. 
Dan di rumah sakit inilah Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullahu wa ta’ala wafat. Beliau dikebumikan di pekuburan asy-Syuhada di Hirsy Beirut di bawah pengawasan yang sangat ketat, dan dihadiri hanya sedikit orang di antara keluarganya.
Tentang tanggal wafatnya masih simpang siur. Sebagian peneliti menyebutkan bahwa Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani wafat pada tanggal 25 Rajab 1397 H./20 Juni 1977 M.. Pernyataan ini masih perlu dipertanyakan, sebab tanggal 25 Rajab 1397 H. tidak bertepatan dengan tanggal 20 Juni 1977 M., melainkan tanggal 30 Juni.
Sedang koran ad-Dustur menyebutkan bahwa Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani wafat pada hari Kamis 19 Muharram 1398 H./29 Desember 1977 M.. Mungkin saja tangal ini bukan tanggal wafatnya beliau, melainkan tanggal dipublikasikannya pengumuman kematian di koran, sebab Hizbut Tahrir mengumumkan kematian beliau dalam bayan (penjelasan) bahwa Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani wafat pada tanggal 1 Muharram 1398 H. atau tanggal 11 Desember 1977 M.. Dan ini yang lebih dipercaya untuk dijadikan pegangan.
Sungguh ada sesuatu yang cukup menyakitkan, yang menambah kesedihan hati yang begitu berduka atas hilangnya orang yang alim, mulia, dan pemikir untuk pembebasan, yaitu apa yang diceritakan oleh asy-Syeikh DR. Abdul Aziz al-Khayyath bahwa semua media cetak di neger-negeri Arab dan negeri-negeri Islam menolak untuk mempublikasikan berita meninggalnya Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani.
Asy-Syeikh al-Khayyath berkata: “Saya ingat bahwa saya berusaha kepada koran ad-Dustur dan pemimpin redaksinya ketika itu agar mempublikasikan sebuah berita duka, dan ia baru mau memenuhi keinginanku setelah didesak, dan akhirnya dipublikasikan dengan beberapa baris kecil—dan itupun diletakkan di belakang salah satu halaman—berita tengan wafatnya Asy-Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani. []
Catatan:
Syaikh Abdul Azis Al Badri dikenal di Indonesia melalui sejumlah karyanya seperti Al Islam Baynal Ulama wal Hukam (Diterbitkan Penerbit Darul Falah dengan Judul "Hitam Putih Wajah Ulama-Penguasa"), Al Islam: Dhaminun Lil Haajat Al Asasiyah Likulli Fardin wa Ya'malu lirafaahiyatihi (diterbitkan Penerbit GIP dengan judul "Hidup Sejahtera Dalam Naungan Islam"), dan sejumlah buku ideologis lainnya.

ISTIQAMAH DI JALAN DAKWAH



ISTIQAMAH DI JALAN DAKWAH
Oleh: Arief B. Iskandar

  • Sejak Baginda Nabi saw. memulai dakwah secara terang-terangan di Makkah, orang-orang kafir mulai memutar otak untuk mencari cara dari mulai yang paling halus hingga yang paling kasar dan kejam untuk menggagalkan dakwah Nabi SAW. Mula-mula mereka melontarkan isu bahwa Muhammad saw. adalah orang gila.
Lalu beliau juga dituduh sebagai penyihir yang bisa memecah-belah bangsa Arab. Tujuannya, agar orang-orang Arab tidak mendekati, apalagi mendengarkan kata-kata Muhammad. Itulah ujian yang pertama dan paling ringan yang dialami Baginda Rasulullah saw.

  • Tatkala Quraisy melihat bahwa Muhammad tidak berpaling sedikitpun dari jalannya, mereka lalu berpikir keras untuk membenamkan dakwah Muhammad saw. dengan berbagai cara yang lebih keras.
Secara ringkas ada empat cara yang mereka lakukan: mengolok-olok, mendustakan dan melecehkan Rasul; membangkitkan keragu-raguan terhadap ajaran Rasul dan melancarkan propaganda dusta; menentang Alquran dan mendorong manusia untuk menyibukkan diri menentang Alquran; menyodorkan beberapa bentuk penawaran agar Rasul mau berkompromi, yang tujuan akhirnya adalah menyimpangkan bahkan menghentikan dakwah beliau (Syaikh Shafiy ar-Rahman al-Mubarakfuri, ar-Rahîq al-Makhtûm).
Akan tetapi, semua cara ini pun gagal. Namun, mereka tidak mengendorkan kesungguhan untuk memerangi Islam serta menyiksa Rasul-Nya dan orang-orang yang masuk Islam.
Fitnah dan ujian juga dilakukan terhadap Baginda Nabi SAW oleh Abu Lahab dan istrinya, Abu Jahal dan istrinya, Uqbah bin Abi Mu'ith, Adi bin Hamra' ats-Tsaqafi dan Ibn al-Ahda' al-Huzali.
Salah seorang dari mereka pernah melempar Nabi saw. dengan isi perut domba yang baru disembelih saat beliau sedang shalat. Ada juga yang melemparkan kotoran domba itu ke periuk beliau.

  • Uqbah bin Abi Mu'ith bahkan pernah meludahi wajah Nabi saw., Ubay bin Khalaf pernah meremukkan tulang-belulang, lalu menaburkannya di udara yang berhembus ke arah Rasul saw., Utaibah bin Abi Lahab pernah menyerang Nabi saw., Uqbah bin Abi Mu'ith pernah menginjak pundak beliau yang mulia.
Semua itu dialami Baginda Rasulul-lah saw., betapapun mulianya kedudukan beliau dan betapapun agungnya kepribadian beliau di tengah-tengah masyarakat; apalagi beliau mendapat perlindungan dari paman beliau, Abu Thalib, yang merupakan salah seorang dari Quraisy yang sangat dihormati di Makkah al-Mukarramah.

  • Karena itu, wajar jika para Sahabat beliau, apalagi orang-orang lemah di antara mereka, juga mendapat banyak gangguan atau siksaan, yang tak kalah kejam dan mengerikan.
Paman Utsman bin Affan, misalnya, pernah diselubungi tikar dari daun kurma dan diasapi dari bawahnya. Ketika Ibu Mushab bin Umair mengetahui bahwa anaknya masuk Islam, ia tidak memberi makan anaknya dan mengusirnya dari rumahpadahal ia sebelumnya termasuk orang yang paling enak hidupnyasampai kulit Mushab mengelupas.

  • Bilal bin Rabbah juga pernah disiksa secara kejam oleh Umayah bin Khalaf al-Jamhi. Lehernya diikat, lalu ia diserahkan kepada anak-anak untuk dibawa berkeliling mengelilingi sebuah bukit di Makkah. Bilal juga dipaksa untuk duduk di bawah terik matahari dalam kelaparan, kemudian sebuah batu besar di diletakkan dadanya.
Hal yang sama menimpa keluarga Yasir ra, bahkan lebih tragis. Abu Jahal menyeret mereka ke tengah padang pasir yang panas membara dan menyiksa mereka dengan kejam.

  • Yasir ra meninggal dunia ketika disiksa. Istrinya, Sumayyah (ibu 'Ammar), juga menjadi syahidah setelah Abu Jahal menancapkan tombak di duburnya. Siksaan terhadap Ammar bin Yasir juga semakin keras. (Ibn Hisyam, Sîrah Ibn Hisyam, 1/319; Muhammad al-Ghazaliy, Fiqh as-Sîrah hlm. 82.
Meski mengalami semua makar dan kekejaman yang dilakukan orang-orang kafir, Rasulullah saw. dan para Sahabat beliau tetap berpegang teguh pada Islam.
Mereka tetap bersabar atas semua siksaan itu dan tetap istiqamah di jalan dakwah hanya karena satu alasan: mengharap ridha Allah SWT.

  • Karena itu, jika hari ini para pengemban dakwah, khususnya di Tanah Air, sedang diuji dengan fitnah dikaitkan dengan terorisme, dituduh mengancam negara, diawasi dll maka hal itu sebenarnya barulah mengalami hal yang paling ringan dari apa yang pernah dialami Baginda Nabi saw. saat pertama kali.
Artinya, jika pun ujian dakwah yang mereka alami jauh lebih sadis dari sekadar fitnah/tuduhan palsu, maka tak usah khawatir. Sebab, Nabi saw. dan para Sahabat pun pernah mengalaminya.

  • Karena itu, istiqamah di jalan dakwah adalah hal yang sebetulnya wajar-wajar saja bagi para pendakwah. Bahkan hanya dengan tetap istiqamahlah segala makar orang-orang kafir dan antek-anteknya bisa digagalkan dan kemenangan dakwah akan segera bisa diraih dengan izin Allah SWT.
Wamâ tawfîqî illâ billâh. []

KALAU BUKAN KHILAFAH, LALU DENGAN APA LAGI?

Oleh: Ahmad Sudrajat (Khadim Majlis Sirah Shahabat) Yasir bin Amir berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui s...